KPK Temukan Kerugian Negara dalam Tender Tanker Pertamina
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan kerugian negara dalam proses pelelangan dua unit kapal tanker raksasa milik PT Pertamina pada November 2002.
Nilai kerugian sama dengan temuan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), kata Ketua KPK Taufiequrachman Ruki di Jakarta kemarin.
Menurut Ruki, putusan KPPU yang menyatakan, negara dirugikan sekitar Rp 180-504 miliar dalam tender tanker, memberi angin segar bagi penyelidikan KPK. Putusan itu membuktikan adanya perbuatan melawan hukum dalam proses tender.
KPPU menyatakan, Pertamina, konsultan penjualan Goldman Sachs, dan pemenang tender Frontline Ltd. melanggar UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Selain itu, telah terjadi persekongkolan antara Pertamina dan Goldman Sachs Singapura memenangi Frontline dalam divestasi dua unit kapal jenis Very Large Crude Carrier (VLCC). Saat itu Frontline membeli dengan harga US$ 184 juta (Rp 1,72 triliun) untuk dua unit tanker.
Ruki menjelaskan, pihaknya sudah memanggil mantan Direktur Utama Pertamina Ariffi Nawawi dan Direktur Keuangan Alfred Rohimone serta pelaksana teknis pelelangan untuk diperiksa dalam kasus tersebut. Belum ada yang menjadi tersangka, tapi sudah ada yang dicurigai, kata dia.
KPK, Ruki melanjutkan, akan menindaklanjuti temuan KPPU dengan membentuk tim penyidik.
Di tempat terpisah, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh juga memerintahkan jajarannya menindaklanjuti temuan KPPU atas dugaan korupsi dalam penjualan kapal tanker Pertamina. Saya sudah perintahkan Jamintel (Jaksa Agung Muda Intelijen) dan Jampidsus (Jaksa Agung Muda Pidana Khusus) menindaklanjuti, kata dia di Kejaksaan Agung, Senin (7/3).
Jampidsus Sudhono Iswahyudi mengaku sedang mengumpulkan dan mempelajari bukti-bukti awal tindak pidana korupsi dalam kasus ini. Jika memenuhi unsur bukti awal adanya korupsi, dia menjelaskan, kasus ini bisa langsung ditangani kejaksaan.
Hingga kini, kata Sudhono, kejaksaan belum memperoleh bukti-bukti awal tindak pidana korupsi. Kami masih menerima masukan dari Menteri Negara BUMN, mudah-mudahan.
Kejaksaan, kata dia, juga belum mencekal Alfred karena harus mendapatkan bukti-bukti awal terlebih dulu. Selain itu, kejaksaan dan KPK masih berkoordinasi untuk menentukan lembaga mana yang akan menangani perkara ini. Sebab, KPK sudah memantau kasus ini jauh sebelum KPPU.
Berdasarkan Undang-Undang KPK, sekalipun kejaksaan sudah menangani suatu perkara, jika KPK memutuskan menangani perkara tersebut, kejaksaan harus menghentikan tindakannya. Ini kewenangan KPK untuk mengambil alih.
Mengenai mantan Komisaris Utama Pertamina Laksamana Sukardi dan mantan Dirut Pertamina, Sudhono mengaku masih mempelajari detail proses penjualan tanker. Tapi, dia menambahkan, segala sesuatu yang menyangkut dua orang itu bisa saja terjadi.edy can/istiqomatul hayati
Sumber: Koran Tempo, 8 Maret 2005