KPK Telusuri Aliran Dana; Terkait Korupsi Pembelian Dua Tanker Pertamina

Skandal pembelian dua tanker VLCC (very large crude carrier) milik Pertamina terus didalami. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku menemukan aliran dana terkait kasus yang diduga merugikan negara USD 40 juta (sekitar Rp 360 M) itu.

Aliran dana itu akan ditelusuri lebih dalam dengan lembaga-lembaga terkait, kata Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean saat dihubungi di Jakarta kemarin.

Tumpak menolak menjelaskan lembaga yang diajak bekerja sama untuk mengungkap aliran dana tersebut. Yang pasti, temuan aliran dana itu belum cukup sebagai alat bukti untuk meningkatkan status penyelidikan kasus korupsi tanker ke tingkat penyidikan.

Menurut dia, pengungkapan aliran dana itu sangat dibutuhkan untuk menemukan siapa dan lembaga mana yang menerima dana selisih harga pembelian-penjualan dua tanker. Kalau sudah ditemukan pihak yang menerima, nanti tinggal dimintai pertanggungjawabannya, beber mantan sekretaris JAM Pidsus itu.

Selain itu, lanjut Tumpak, KPK sudah mendapatkan petunjuk tentang penunjukan langsung yang dilakukan Pertamina terhadap Goldman Sach. Tetapi, berapa nilai kerugian negara hingga sekarang belum ditemukan. Sebab, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) juga belum mengumumkan auditnya. Yang dicari sekarang kerugian negara. Soal penunjukan langsung sudah diketahui. Kalau hanya penunjukan langsung, tanpa ada kerugian negara, tidak bisa dibilang korupsi, katanya.

Apakah hasil audit BPK atas Pertamina yang disampaikan ke Tim Pemberantasan Tindak Pidanan Korupsi (Timtastipikor) tidak bisa dijadikan parameter menilai adanya kerugian negara? Tumpak mengaku belum mengetahui adanya hasil audit BPK. Saya malah belum tahu kalau BPK sudah mengaudit Pertamina. Kalau sudah diserahkan ke Timtastipikor, tentu saya akan berkoordinasi dengan Pak Hendarman (ketua Timtastipikor Hendarman Supandji), jelas pensiunan jaksa yang pernah bertugas di Kejati Kalbar itu.

Secara terpisah, Hendarman mengakui bahwa pihaknya sudah menerima hasil audit Pertamina. Namun hingga sekarang, pihaknya belum bisa memulai penyelidikan kasus korupsi di tubuh Pertamina karena menunggu selesainya proses hukum (perdata) berbagai gugatan terhadap Pertamina di luar negeri, termasuk dalam kasus Karaha Bodas Company (KBC).

Tumpak mengakui bahwa selama penyelidikan pihaknya menemui banyak kerumitan untuk mengungkap kerugian negara dalam kasus tanker. Mengapa? Sebab, sebagian transaksi melibatkan pihak asing sehingga sulit untuk meminta dokumen terkait transaksi mencurigakan tersebut.

Penelusuran aliran dana juga sesuatu yang complicated. Transaksinya kan berada di luar negeri. Bisa saja mereka (perusahaan di luar negeri) menolak memberikan dokumen karena sistem hukum di negaranya melarang menyerahkan ke KPK, beber Tumpak.

Selain itu, lanjut Tumpak, penyelidik juga terkendala standar (benchmark) harga jual dua kapal tanker untuk menyimpulkan bahwa penjualan jauh lebih murah atau justru sebaliknya. Sejauh ini, kami kesulitan mencari harga pembanding, jelasnya.

Tapi, penyelidik KPK akan meminta bantuan tenaga ahli untuk menyimpulkan bahwa harga penjualan dua kapal tanker itu jauh lebih murah. Kerumitan makin bertambah ketika PN Jakarta Pusat beberapa waktu lalu membatalkan putusan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Putusan KPPU yang menyebut Pertamina melakukan persaingan usaha tidak sehat itu rencananya akan digunakan sebagai salah satu bukti awal oleh KPK.

Tadinya dengan putusan KPPU itu, kami dapat menemukan bukti awal yang cukup. Namun, seperti kita tahu, putusan itu dibatalkan oleh pengadilan negeri. Tapi, itu tidak lantas menghentikan penanganan perkara ini. Kami tetap mencari bukti-bukti lain yang cukup, paparnya.

Seperti diketahui, 3 Maret lalu KPPU memutuskan bahwa proses tender penjualan dua unit tanker raksasa terbukti melanggar UU No 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam putusan itu, Pertamina, Goldman Sachs, Frontline, dan PT Perusahaan Pelayaran Equinox dianggap bersalah. Terkecuali Pertamina, pihak lain malah dikenakan sanksi denda.

Karena tidak menerima putusan itu, Pertamina, Goldman Sachs, dan Frontline mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Equinox ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Namun, putusan KPPU terhadap Pertamina tersebut dibatalkan majelis hakim PN Jakpus yang diketuai Cicut Sutiarso. Hakim menilai, tidak ada kesalahan prosedur dalam proses penjualan kapal tanker itu. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 11 Juli 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan