KPK Telusuri Aliran Dana Bank Century

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menyusun agenda prioritas penanganan kasus dana talangan (bailout) Bank Century Rp 6,7 triliun. Untuk langkah awal, komisi tidak langsung menyentuh para pengambil kebijakan penggelontoran dana talangan itu.

"Kami lebih kepada pengucuran dananya,'' kata Wakil Ketua KPK Haryono Umar setelah penandatanganan kerja sama antikorupsi dengan wakil Negeri Belanda kemarin (9/12). Dari hasil penelusuran aliran dana, lanjut Haryono, akan terungkap ada kesalahan atau tidak dalam pengucuran dananya. Menurut Haryono, tidak semua temuan nanti menjadi objek penanganan KPK. Sebagian bisa masuk kasus perbankan.

Haryono menegaskan, dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), KPK menganggap langkah pejabat menggelontorkan dana triliunan rupiah ke Bank Century itu sebagai aktivitas perbankan. KPK belum melihat indikasi penyelewengan. ''Kalau korupsi itu ada upaya melawan hukum, merugikan keuangan negara, menguntungkan diri sendiri ataupun pihak lain,'' ungkapnya. Dia menegaskan, dari hasil audit itu tidak ada sifat kebijakan yang melawan hukum.

BPK dalam auditnya memeriksa empat pihak yang terkait dengan Bank Century. Mereka adalah Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), dan manajemen Bank Century. Pemeriksaan itu dilakukan periode 2 September 2009 hingga 19 November 2009.

Haryono berharap agar solusi untuk para pengambil kebijakan dalam pengucuran dana talangan itu menjadi bagian DPR. "DPR akan bisa melakukan itu," terangnya. Ditanya apakah para pengambil kebijakan nanti aman dari pengusutan KPK, Haryono belum dapat mengiyakan. Yang pasti, KPK akan bertemu dengan jajaran BPK pada Jumat (11/12) mendatang untuk memperjelas kajian hasil audit dana talangan.

KPK, kata Haryono, berharap agar memperoleh penjelasan gamblang soal temuan-temuan tersebut. "Nah, kalau ternyata dalam pertemuan itu BPK menjelaskan ada unsur pidana, lain persoalan," tegasnya.

Untuk mengusut kasus itu, KPK membentuk sembilan tim. "Ya mereka akan mempelajari temuan BPK itu. Dengan begitu, saat bertemu BPK nanti (sudah diketahui) mana saja temuan yang perlu didalami," jelas Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto di kantornya kemarin. Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Chandra Marta Hamzah membagi pengusutan Century dalam tiga pintu utama, yakni sebelum bailout, saat bailout, dan sesudah bailout. KPK berusaha mengendus indikasi pidana di setiap fase tersebut.

Anggota BPK Taufiequrrahman Ruki membenarkan jadwal pertemuan bersama BPK itu. "Nanti kami akan menjelaskan bagaimana detailnya kepada KPK," ucapnya. Pertemuan itu akan mengundang tiga penegak hukum: Kejaksaan Agung (Kejagung), Mabes Polri, dan KPK. Menurut Ruki, audit BPK hanya mencakup kewenangan auditor. "Tapi apabila permintaan dimaksud kepada mereka yang menerima dana itu tidak bisa dilakukan. Semuanya menjadi kewenangan penyelidikan. Bukan urusan saya," jelas mantan ketua KPK jilid pertama itu.

Anies Baswedan, mantan anggota Tim Delapan, mengungkapkan bahwa pengusutan skandal Century itu harus mengedepankan proses hukum daripada proses politik. ''Jangan proses politiknya yang dinomorsatukan, kemudian baru hukumnya. Seharusnya hukumnya dulu. Konsekuensi dari itu baru diambil langkah politis," ucapnya.

Secara terpisah, Wakil Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menganggap, langkah KPK menangani kasus Century -seperti disampaikan Haryono- terlalu terburu-buru. "Seharusnya tidak menilai begitu. Pak Haryono seharusnya menunggu anak buahnya bekerja keras terlebih dahulu, baru berkomentar," jelasnya.

Emerson mengungkapkan, KPK memiliki pengalaman dalam pengusutan korupsi kebijakan. Salah satunya adalah kasus aliran dana BI Rp 100 miliar yang menyeret mantan gubernur Burhanuddin Abdullah. "Keputusan mengalirkan dana Rp 100 miliar itu merupakan kebijakan yang diputuskan dalam rapat. Buktinya bisa diusut," jelasnya.

Kebijakan pengucuran dana talangan oleh LPS bermula dari hasil rapat KSSK yang diketuai Menkeu Sri Mulyani Indrawati pada 21 November 2008. Pada rapat tersebut, Boediono selaku gubernur BI kala itu meminta KSSK menetapkan Bank Century sebagai bank gagal yang berisiko sistemik. Konsekuensinya, Bank Century harus diselamatkan pemerintah. Sesuai dengan perppu tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang saat itu masih berlaku, Menkeu sebagai ketua KSSK dan gubernur BI sebagai anggota adalah pengambil kebijakan tertinggi.

Setelah keputusan pengambilalihan bank dilakukan, bailout dijalankan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pengucuran dana oleh LPS sudah tidak lagi menggunakan persetujuan KSSK ataupun Komite Koordinasi (KK). LPS mengucurkan dana berdasar hasil pemeriksaan kebutuhan likuiditas Bank Century.

KPK pernah menjebloskan pengambil kebijakan ke penjara dalam kasus aliran dana Bank Indonesia (BI) Rp 100 miliar dari dana YPPI (Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia). Dana itu digunakan untuk memberikan bantuan hukum kepada para pejabat BI yang tengah tersangkut kasus hukum serta suap kepada sejumlah anggota DPR.

Para pengambil kebijakan yang terpidana dalam kasus aliran dana BI adalah Burhanuddin Abdullah, Bun Bunan Hutapea, Aslim Tadjuddin, dan Aulia Pohan. Namun, KPK baru menjerat mereka setelah aliran dana dari sisi hilir dibuktikan di pengadilan. Itu dilakukan setelah anggota DPR kala kasus itu terjadi, yakni Anthony Zeidra Abidin dan Hamka Yamdu, terbukti bersalah menerima dana.

Dalam kasus Century, sepertinya KPK bakal menempuh jalan yang sama. Pengusutan dimulai dari sisi hilir atau pengucuran dananya terlebih dahulu.

Di bagian lain, tim gabungan dari pemerintah mulai bergerak mengecek aset-aset Bank Century yang ada di luar negeri. Kemarin (9/12), tim yang terdiri atas Kejaksaan Agung, Mabes Polri, Departemen Luar Negeri, dan Depkeu bertolak menuju sejumlah negara. Di antaranya Hongkong, Swiss, dan pulau Jersey (Inggris).

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Efendy mengatakan, tim tersebut akan memastikan apakah dana Rp 12 triliun masih diblokir. "Itu kan kita dapat informasi, Mabes Polri sudah memblokir dalam (tindak pidana) pencucian uang," katanya di Kejagung.

Marwan menjelaskan, di beberapa negara tersebut, terdapat ketentuan blokir permanen dan tidak permanen. "Kalau hanya perintah pengadilan, tiga bulan itu sudah bisa dicairkan oleh kedua tersangka. Jadi, blokir dianggap gugur, maka jangan sampai kecolongan," urai mantan Kajati Jatim itu. (git/sof/fal/agm)

Sumber: Jawa Pos, 10 Desember 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan