KPK Soroti Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa

Tengarai Rawan Penyimpangan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti salah satu aturan pemerintah yang rawan korupsi. Kali ini, lembaga antikorupsi tersebut mempersoalkan rumusan revisi Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa.

Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar mengungkapkan, ada beberapa poin dalam keppres tersebut yang rentan menimbulkan tindak pidana korupsi.

Salah satunya, pengertian darurat yang tercantum dalam pedoman pengadaan barang dan jasa di lembaga Negara.

''Pengadaan memang bisa lebih fleksibel terkait bencana dan darurat. Bencana kan bisa terlihat. Tapi, istilah darurat harus diperjelas supaya tidak terjadi multitafsir,'' jelas Haryono kemarin (7/8).

Dia menuturkan, pengertian darurat yang belum tegas tersebut memungkinkan terjadinya penyimpangan (korupsi). Misalnya, pengadaan barang dan jasa tidak melalui tender, melainkan penunjukan langsung dengan alasan darurat. Tidak sedikit kasus korupsi yang bersumber dari penunjukan langsung dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lembaga negara.

Haryono memaparkan, dalam revisi keppres tersebut tidak hanya ditetapkan kriteria penunjukan langsung, melainkan jenis barang dan jasa yang bisa diadakan tanpa tender juga dijabarkan.

''Ada penunjukan langsung tender pengadaan alat kesehatan yang habis pakai, obat, mobil, dan sepeda motor yang bisa dibeli langsung. Selain itu, sewa hotel dan gedung dapat ditunjuk langsung,'' ungkapnya.

Dia menambahkan, sistem penunjukan langsung tersebut bisa menciptakan celah terjadinya korupsi jika tidak diimbangi pengawasan internal yang ketat. ''Menurut saya, pengawasannya harus ekstra hati-hati. Ke­mung­kinan terjadinya gratifikasi di situ. Nah, kalau menerima komisi, si petugas pengadaan harus lapor ke KPK,'' imbuhnya.

KPK juga mengkritisi langkah pemerintah terkait rencana implementasi electronic procurement atau pengadaan barang dan jasa melalui internet (e-procurement). ''Itu perlu diapresiasi. Tapi, implementasinya jangan lambat. Kalau bisa segera diimplementasikan,'' tuturnya. (ken/c5/ari)
Sumber: Jawa Pos, 8 Agustus 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan