KPK Siap Periksa Pejabat BP Migas

Komisi Pemberantasan Korupsi siap memeriksa kasus pejabat Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), yang sempat ditahan di Norwegia gara-gara ketahuan membawa uang dolar tunai di luar ketentuan dan alpa melaporkannya.

Syaratnya, KPK menerima aduan resmi dari anggota masyarakat. "Dasarnya, harus ada laporan pengaduan yang kami terima," ujar Wakil Ketua KPK Mohammad Jasin kemarin.

Deputi Umum BP Migas Hardiono ditahan oleh imigrasi Norwegia karena kedapatan membawa uang tunai US$ 54 ribu atau sekitar Rp 540 juta. Pejabat itu disangka melakukan money laundering alias pencucian uang karena membawa uang tunai di atas US$ 10 ribu, di Stavanger Airport, Sola, Norwegia.

Penahanan terjadi saat 11 pejabat BP Migas melakukan kunjungan ke Eropa pada pertengahan Juni lalu. Saat itu mereka akan melanjutkan perjalanan dari Norwegia menuju Belanda. Selain Hardiono, para pejabat teras pemerintah itu, antara lain, Kepala BP Migas R. Priyono dan Kepala Divisi Eksternal Amir Hamzah.

Menurut Jasin, KPK tidak bisa berinisiatif menanganinya. Setelah pengaduan resmi diterima, barulah KPK berwenang memeriksa. "Apakah terkait dengan gratifikasi, money laundering, atau kejahatan korupsi lainnya," katanya.

Sesuai dengan peraturan gratifikasi, seorang pejabat diwajibkan mengembalikan uang yang diterimanya ke KPK dalam tempo 30 hari terhitung sejak menerima uang tersebut. Jika lebih dari 30 hari uang tak dilaporkan ataupun dikembalikan, KPK berwenang meningkatkan kasusnya ke tahap penyelidikan dan penyidikan.

Jasin mengharapkan dukungan dari semua lembaga negara untuk mengadukan kasus tersebut ke KPK. "Kita harus bersama-sama memberantas korupsi," katanya.

Anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Effendi Simbolon, mendukung penyelidikan terhadap pejabat BP Migas yang kedapatan membawa uang tunai di Norwegia.

Sebagai anggota Dewan, dia tidak akan mengadukan pejabat itu ke KPK. Namun, Effendi mendukung pihak lain yang berniat membuat pengaduan resmi. "Harus dielaborasi lagi asal-usul uang tersebut,” ujarnya. “Jangan-jangan ini bukan yang pertama.” MARIA HASUGIAN | EFRI RITONGA

Sumber: Koran Tempo, 26 Agustus 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan