KPK Serbasalah; Soal Berlarutnya Pembahasan RUU Pengadilan Tipikor

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai bersuara terkait berlarut-larutnya pembahasan RUU Pengadilan Tipikor (tindak pidana korupsi) di DPR. Komisi merasa tak memiliki banyak amunisi untuk mendesak wakil rakyat supaya segera menuntaskan pembahasan rancangan undang-undang tersebut.

''Soal RUU Pengadilan Tipikor itu, KPK merasa serbasalah. KPK hanya pelaksana undang-undang. Sifatnya hanya menjalankan, bukan mengubah undang-undang,'' ungkap Wakil Ketua KPK Haryono Umar kemarin (19/5).

Menurut dia, selama ini KPK telah memberikan draf RUU Pengadilan Tipikor kepada DPR. ''Kami juga sudah memberikan masukan-masukan agar bisa dibahas,'' tutur pria asal Lampung tersebut.

Hal yang sama disuarakan wakil ketua KPK yang lain, Bibit Samad Riyanto. Dia menyebutkan, bila mengalami kesulitan merumuskan Undang-Undang Pengadilan Tipikor, lebih baik DPR membikin undang-undang yang sama dengan yang kini berlaku. ''Kami harap seperti yang sekarang ini saja, nggak usah yang lain,'''ujar'Bibit kepada wartawan kemarin.

Selama ini, pijakan Pengadilan Tipikor masih belum terpisah dari UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK. Sejumlah pasal dalam UU itu mengatur pengadilan bagi terdakwa korupsi.

Terkait dengan berlarutnya pembahasan RUU Pengadilan Tipikor, Bibit menyatakan KPK sangat bergantung pada pihak yang membikin undang-undang. ''Selama ini ada pemerintah dan DPR. Kami tentu bergantung mereka,'' jelasnya.

Bila UU Pengadilan Tipikor nanti gagal dibentuk, apakah KPK melimpahkan semua perkara ke PN (pengadilan negeri)? ''Soal itu, kami berbuat yang terbaik saja. Kalau menginginkan KPK bersidang di PN Sorong, ya kami datang ke Sorong. Yang penting, kami jalan,'' tegasnya.

Siang kemarin, KPK juga mendapat dukungan dari LSM dalam upaya penyelamatan pemberantasan korupsi. LSM tersebut, antara lain, Pusat Kajian Antikorupsi UGM, YLBHI, LBH Jakarta, KRHN (Konsorsium Reformasi Hukum Nasional), serta Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia.

Para aktivis menaburkan bunga di taman gedung KPK sambil berhitung satu hingga lima. Itu sindiran bahwa waktu efektif yang tersisa bagi DPR untuk membahas UU Pengadilan Tipikor tinggal lima bulan. Mereka meminta agar anggota DPR konsisten dengan waktu yang dijadwalkan. Lalu, materi pembahasan harus fokus pada hal-hal yang substansial terhadap undang-undang tersebut. (git/dwi)

Sumber: Jawa Pos, 20 Mei 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan