KPK Serahkan Pojok Antikorupsi ke Dirjen Pemasyarakatan
SEBAGAI tindak lanjut dari rapat koordinasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM (Depkumham), sebuah sosialisasi pencegahan tindak pidana korupsi digelar di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang, akhir pekan kemarin. Sosialisasi dihadiri oleh pimpinan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pemasyarakatan di Jakarta, Bogor dan Tangerang.
Pada kesempatan tersebut, Sekjen KPK Bambang Sapto Pratomosunu juga menyerahkan satu unit perangkat Pojok Antikorupsi kepada Dirjen Pemasyarakatan Untung Sugiyono untuk meresmikan kerja sama kedua instansi dalam pemberantasan korupsi.
"Ini merupakan peletakan pojok antikorupsi keenam," ujar Bambang Sapto.
Sebelumnya, mesin pojok antikorupsi telah diletakkan di Pelayanan Bea Cukai Tanjung Priok, Pengadilan Tipikor, UIN Syarif Hidayatullah, Universitas Paramadina, dan SMU Negeri 70 jakarta.
Perangkat Pojok Antikorupsi yang bekerja secara digital dapat menjadi referensi tentang pemberantasan korupsi. Dengan menyentuh layar komputer, masyarakat bisa mengakses data peraturan perundangan tindak pidana korupsi ataupun laporan harta kekayaan para penyelenggara negara. Dengan peletakan mesin tersebut di LP Kelas I Cipinang, Untung berharap agar stafnya bisa terhindar dari niat ataupun perilaku korupsi.
Menurut Untung, usaha pencegahan korupsi di lapas ataupun rumah tahanan (rutan) kini sedang berjalan. Prosesnya akan dilaksanakan secara bertahap meliputi aspek sistem kelembagaan, sistem tata laksana dan aspek manajemen sumber daya manusia. Adapun tujuan utamanya adalah untuk memperbaiki pelayanan publik di lapas, khususnya pelayanan kunjungan.
Implementasi dari langkah perbaikan, kata Untung, diharapkan dapat terlaksana akhir Desember tahun ini. "Kita sedang menyusun modul, kemudian baru dilakukan pelatihan dan penerapan kepada staf kami," kata Untung.
Survey Integritas tahun 2008 yang dilakukan oleh KPK menunjukkan bahwa skor pelayanan publik di lapas wilayah DKI Jakarta turun dari 3,15 menjadi 2,99. Selain itu, juga ditemukan adanya indikasi praktik pungutan liar dalam pelayanan hak napi seperti pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas.[by : Melati Hasanah Elandis]
Sumber: Jurnal Nasional, 27 Juli 2009