KPK Selidiki Dugaan Korupsi Pengadaan 100 Bus Proyek 'Busway' [30/06/04]

Pengadaan 100 unit bus dalam proyek busway tahap pertama dicurigai bermuatan korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menurunkan tim untuk menyelidiki dugaan adanya mark up yang melibatkan pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI itu.

Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengungkapkan hal tersebut usai acara serah terima pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial Sekretariat Jenderal Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) kepada KPK di bekas kantor KPKPN, Jl Juanda, Jakarta Pusat, kemarin.

Kasus busway yang melibatkan Pemprov DKI masih dalam tahap penyelidikan, kata Tumpak. Sejak KPK bekerja 29 Desember 2003, ada enam perkara yang diselidiki, termasuk di dalamnya kasus busway.

Dari enam kasus tersebut, dua sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan yaitu dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan helikopter MI-2 dengan tertuduh Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan kasus pengadaan tanah untuk pelabuhan Tual di Departemen Perhubungan.

Untuk kasus pengadaan helikopter, Gubernur NAD Abdullah Puteh telah ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan untuk kasus Tual, KPK menetapkan Kepala Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Harun Letlet sebagai tersangka.

Kasus lain yang tengah diselidiki KPK adalah dugaan korupsi proyek pengadaan buku bacaan SD dan SLTP yang dibiayai Bank Dunia; penyalahgunaan fasilitas placement deposit dan preshipment facilities oleh Texmaco pada 1997.

Lainnya, dugaan korupsi penjualan aset PT Pengembangan Pariwisata Sulawesi Utara (PPSU) oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Dalam kasus ini mayoritas saham PT PPSU dimiliki Pemprov Sulawesi Utara, kata Tumpak.

Dalam proses penyelidikan PT PPSU, pihak KPK telah memanggil mantan Ketua BPPN Syafruddin Temenggung untuk dimintai keterangan terkait kebijakan BPPN menjual aset berupa Manado Beach Hotel.

Lantas siapa tersangka dalam kasus busway? Saat ini fokus penyelidikan masih mengarah pada penyimpangan pengadaan bus. Pada 2003, sebanyak 56 unit merek Hino didatangkan, dengan biaya sebesar Rp50 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2003.

Lalu, untuk 44 unit merek Mercedes dikucurkan dana sebesar Rp37,7 miliar dari APBD 2004.

KPK menemukan perbedaan harga antara pengadaan 56 unit bus dan 44 unit. Jika untuk 56 bus menghabiskan Rp50 miliar berarti harga bus dengan modifikasi khusus sebesar Rp892 juta per unit.

Sedangkan untuk 44 unit menelan dana Rp37,7 miliar yang berarti harga per unit senilai Rp856 juta. Jadi, harga bus dalam APBD 2003 lebih mahal ketimbang bus APBD 2004.

Pihak PT New Armada (Magelang, Jawa Tengah), perusahaan karoseri mobil yang menjadi rekanan Pemprov DKI dalam pengadaan bus modifikasi khusus itu, mengaku hanya mengenakan bandrol Rp821,7 juta per unit untuk merek Hino.

Sementara bus Mercedes Rp846,5 juta per unit. Harga tersebut sudah termasuk pajak pertambahan nilai (PPN). Jika dihitung harga satuan, anggaran yang dipergunakan untuk pengadaan 56 bus pada 2003 hanya mencapai Rp47,6 miliar, bukan Rp50 miliar.

Meski kasus pengadaan bus proyek busway tahap pertama (Blok M-Kota) tengah diselidiki, proyek tahap kedua koridor Jl Perintis Kemerdekaan (Jakarta Timur) sampai Coca Cola (Jl Soeprapto) Cempaka Putih, Jakarta Pusat, tetap jalan.

Kepala DPU DKI Fodly Misbah mengaku, pihaknya mulai melakukan pekerjaan proyek fisik akhir Juli 2004. Anggaran yang dihabiskan sekitar Rp10 miliar. Untuk Jl Perintis Kemerdekaan sepanjang 2,2 kilometer senilai Rp7 miliar dan Jl Soeprapto sebesar Rp3 miliar.

PDAM Bogor

Sementara itu tim audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan dugaan penyimpangan anggaran laporan keuangan 2003 di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Pakuan, Kota Bogor. Negara diperkirakan menderita kerugian lebih Rp10 miliar.

Direktur Utama PDAM Kota Bogor Helmi Sutikno membantah adanya penyimpangan keuangan. Ia juga membantah pembelian Land Cruiser VXR seharga Rp551.787.597 untuk operasional Wali Kota Bogor (saat itu) Iswara Natanegara. Mobil itu ada di kantor PDAM Kota Bogor, tidak diberikan kepada Iswara, tandasnya. (Opi/Ssr/HW/J-1)

Sumber: Media Indonesia, 30 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan