KPK: RUU Tipikor Lemahkan Pemberantasan Korupsi

"Setiap masukan dan usulan untuk perbaikan, kita terima,” kata staf presiden.

Komisi Pemberantasan Korupsi menilai Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi melemahkan agenda nasional pemberantasan korupsi. Sebab, di dalamnya terkandung sejumlah pasal yang muatannya tak lebih bagus dibanding undang-undang antikorupsi yang sekarang berlaku dan akan direvisi.

"RUU Tipikor harus lebih sempurna dari yang sudah ada. Bila pasal-pasal itu tidak berubah, buramlah potret pemberantasan korupsi Indonesia ke depan," kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M. Jasin saat dihubungi kemarin.

Sekadar contoh, ia menyebutkan keberadaan pasal 52, yang mengatur bahwa korupsi dengan nilai kerugian negara di bawah Rp 25 juta bisa dilepas dari tuntutan hukum. "Itu akan menyuburkan korupsi kecil di layanan publik," kata Jasin.

Adapun pasal 32 dinilai melemahkan KPK karena tidak menyebutkan adanya kewenangan penuntutan bagi lembaga ini. Menurut Jasin, ketentuan itu jelas memangkas kewenangan komisi antikorupsi. Ia khawatir pasal itu membuat proses penuntutan akan sekadar bolak-balik antara KPK dan kejaksaan. "Pemberantasan korupsi akan lambat dan sulit seperti yang dulu lagi," ujar Jasin.

Dalam urusan ini, Ahad lalu, Indonesia Corruption Watch mencatat ada sembilan norma yang melemahkan agenda pemberantasan korupsi dalam RUU Tipikor. Selain yang sudah disebutkan Jasin, ada kelemahan lain, seperti hilangnya ancaman hukuman mati, hilangnya pasal tentang kerugian negara, dan hilangnya ancaman hukuman minimal di sejumlah pasal. ICW juga menemukan pasal yang potensial mengkriminalkan pelapor kasus korupsi.

Menanggapi hal itu, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Pemberantasan Korupsi, Denny Indrayana, menyatakan pemerintah siap menerima masukan untuk memperbaiki draf RUU Tipikor. Perubahan masih mungkin dilakukan karena belum menjadi draf final dari pemerintah. "Setiap masukan dan usulan untuk perbaikan kita terima, termasuk pandangan dari ICW," kata Denny.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Pramono Anung berjanji akan melibatkan publik dalam proses pembahasan RUU Tipikor jika sudah sampai ke Dewan. "Kalau masalah korupsi, tentu ICW jadi sarana representasi dari suara publik," kata Pramono di Semarang kemarin. Selain itu, Forum Rektor layak dilibatkan karena mereka juga kritis terhadap masalah korupsi di Tanah Air.

Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, draf RUU Tipikor tersebut saat ini masih tahap harmonisasi di Kementerian Hukum. Rencananya, paling lambat dua bulan mendatang draf tersebut akan rampung. "Satu-dua bulan lagi. Itu harus dipersiapkan betul. Belum ke presiden, masih di Kemenkumham," kata dia di gedung DPR, Senin lalu. RIRIN AGUSTIA | EKO ARI | MUNAWWAROH | ROFIUDDIN | DWI WIYANA
 
Sumber: Koran Tempo, 30 Maret 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan