KPK, Polisi, dan Jaksa Agung Bertindak Tumpang Tindih

Kejaksaan Agung dan Kepolisian Negara Republik Indonesia belum juga menyesuaikan diri pada pemisahan kewenangan yang diakui secara internasional dan pada koordinasi yang memadai antara penyidik dan penuntut dalam perkara-perkara korupsi. Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki mandat baik untuk menyidik maupun menuntut dalam perkara korupsi. Mandat ini telah diberikan kepada KPK tanpa adanya perubahan terkait dengan mandat Polri dan Kejaksaan Agung.

Hal itu adalah temuan dari Partnership for Governance Reform in Indonesia (Kemitraan Reformasi Tata Pemerintahan Indonesia) dan Bank Pembangunan Asia (ADB) yang tertuang dalam buku Laporan Penilaian Tata Pemerintahan Negara Indonesia. Buku tersebut diluncurkan dalam sebuah diskusi tentang kinerja 100 hari pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta, Jumat (25/2).

Pembicara dalam diskusi tersebut juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng, Sekretaris Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Laksdya Djoko Sumaryono, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Dewi Fortuna Anwar, dan Direktur Eksekutif Kemitraan HS Dillon.

Dalam Bab VII tentang penegakan hukum dari laporan Kemitraan dan ADB itu disebutkan, penolakan kejaksaan untuk melepaskan kontrol atas penyidikan yang telah lama mereka pegang menimbulkan tertunda-tundanya penyelesaian berkas perkara.

Sumber pendapatan
Persaingan di antara mereka (kepolisian dan kejaksaan) diperparah dengan adanya praktik korupsi dan dana di luar anggaran yang dimiliki kedua lembaga itu. Penyidikan perkara korupsi dapat menjadi sumber pendapatan ilegal yang penting bagi lembaga yang menyidik, demikian laporan itu.

Menurut laporan itu, sebagian permasalahan yang dihadapi bersifat kelembagaan. Kejaksaan Agung bertanggung jawab atas penyidikan sampai tahun 1981 dan masih tetap mempertahankan kewenangan menyidik yang tumpang tindih dalam perkara-perkara korupsi.

Oleh karena itu, Kemitraan dan ADB memberi rekomendasi agar strategi pembaruan di bidang penegakan hukum itu harus mengikutsertakan seluruh rantai penegakan hukum. Kebijakan keseluruhan bagi sektor ini dan strategi pembaruan bagi kepolisian dan kejaksaan harus dikembangkan dengan partisipasi pihak yang berkepentingan, khususnya masyarakat luas. Karena pembaruan dengan sendirinya akan menyangkut peningkatan kelembagaan dan kondisi keuangan, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Departemen Keuangan harus dilibatkan untuk memberikan persetujuan atas perubahan mendasar dalam model kelembagaan dan ketentuan anggaran. Pembaruan akan membongkar kepentingan pihak tertentu yang telah berakar dalam sehingga tentunya akan ada penolakan yang kuat. Dibutuhkan kepemimpinan yang kuat untuk menjamin agar tujuan-tujuan pembaruan dapat tercapai, demikian laporan itu.

Mengenai KPK, laporan itu menyebutkan, berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, di masa akan datang KPK harus mampu mengambil alih dari kepolisian dan kejaksaan perkara korupsi yang memenuhi kriteria yang dirumuskan dalam UU itu. Bagaimana mengembangkan prosedur pelimpahan perkara yang sah secara hukum dan praktis, serta dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat diterima oleh lembaga yang terlibat, akan menjadi tugas pelik yang harus ditangani KPK pada tahap yang sangat dini ini.

Andi Mallarangeng dalam diskusi itu menyatakan, Presiden telah memberikan arah kebijakan yang jelas dalam penanganan kasus korupsi dan tata pemerintahan yang baik. Kemarin saja Presiden memberikan persetujuan kepada dua bupati untuk penyidikan kasus korupsi, yakni Bupati Blitar dan Bupati Temanggung.

Totalnya ada 37 pejabat negara selama pemerintahan ini yang oleh Presiden Yudhoyono langsung disetujui untuk ditahan, dilakukan penyidikan, dan tindakan kepolisian. Pejabat itu adalah empat gubernur, 22 bupati, tiga wali kota, satu wakil bupati, dan tujuh anggota DPR/MPR.

Di negara mana Anda bisa melihat orang-orang yang dulu dianggap tak tersentuh, tetapi dalam empat bulan mereka ada yang masuk tahanan, pengadilan, ada yang diperiksa. Proses begitu cepat, kata Andi.

Demikian pula dalam kasus pembalakan liar. Begitu Presiden mendapat data pembalakan liar itu dari Anda berdasarkan data dari LSM, maka langsung keesokan harinya Presiden memanggil Kepala Polri, Panglima TNI, Menteri Kehutanan, dan Dirjen Imigrasi untuk menanganinya. (bur/inu)

Sumber: Kompas, 26 Februari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan