KPK Perlu Kuasa Presiden, Untuk Memeriksa Rekening Jenderal

Pasca penganiayaan yang dialami aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama Satrya Langkun, sejumlah aktivis antikorupsi kembali mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mengusut kasus dugaan transaksi tidak wajar dalam beberapa rekening perwira kepolisian. Mereka meminta KPK mempercepat proses hukum kasus rekening para jenderal tersebut.

Kemarin (9/7) Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan mendatangi gedung KPK. Mereka, antara lain, Koordinator ICW Danang Widoyoko, Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Teten Masduki, dan pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar.

Para aktivis antikorupsi itu diterima Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK Handoyo Sudrajat. ''Tadi (kemarin) kami ditemui Handoyo. Kami diyakinkan bahwa KPK sudah membentuk tim khusus dan sekarang laporan soal rekening itu sudah dalam penyelidikan,'' papar Teten setelah bertemu dengan Handoyo di gedung KPK kemarin. Meski demikian, Teten masih meragukan keseriusan KPK.

Dia meminta KPK memprioritaskan penyelidikan kasus rekening jenderal tersebut. Menurut dia, KPK bisa meminta surat kuasa dari presiden untuk menelusuri rekening para perwira Polri itu. Sebab, selama penyelidikan, KPK belum berwenang membuka rekening bermasalah tersebut. ''Saya kira bisa presiden dengan tegas meminta para perwira yang diduga punya rekening gemuk melaporkan rekeningnya karena KPK terhambat, masih di tahap penyelidikan,'' paparnya.

Bambang Widodo Umar menambahkan, pengusutan kasus rekening gemuk polisi merupakan momen yang tepat untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian. Apa lagi jika polisi berhasil menguak keterlibatan para pejabat penegak hukum. ''Sebaiknya kepolisian jangan hanya menangkap pejabat sipil. Usut juga keterlibatan para pejabat penegak hukum. Sebab, kerugian yang diderita lebih besar, selain merusak keuangan negara, moral, dan kepercayaan masyarakat,'' ungkapnya.

ICW meyakini kasus kekerasan yang menimpa Tama erat berkaitan dengan kasus rekening gendut polisi. ''Kasus penyerangan Tama tidak bisa lepas dari kasus rekening. Untuk itu, kami mendesak KPK untuk segera mengungkap,'' imbuh aktivis ICW Illian Deta Sari. Hingga kini, kondisi aktivis ICW Tama masih dalam pemulihan di Rumah Sakit Asri.

Sementara itu, kasus pembacokan aktivis ICW Tama Satrya Langkun mendapat perhatian dari Mabes Polri. Secara prosedural, kasus itu ditangani Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Selatan.

Namun, karena Tama adalah pengungkap kasus yang menyita perhatian publik, Mabes Polri berjanji secepatnya menangkap pelaku yang brutal itu. ''Tenggat waktunya tidak ada karena ini secepatnya. Jadi, sekarang anggota sudah bergerak di lapangan,'' tegas Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang kemarin (9/7).

Tama merupakan aktivis ICW yang bertugas di divisi investigasi yang menginvestigasi transaksi mencurigakan pada rekening jenderal di kepolisian. Dia diserang sekelompok orang setelah menonton pertandingan sepak bola antara Jerman melawan Spanyol di kawasan Kemang. Tama mengalami luka dengan 30 jahitan di kepala.

Menurut Edward, untuk mempermudah penyidikan, polisi sudah membuat sketsa penyerang Tama. Rencananya, sketsa itu disebar ke seluruh kantor kepolisian sektor se-DKI agar masyarakat bisa membantu memberikan informasi. ''Tapi, memang harus pelan-pelan. Sebab, saksi-saksi dan korban kan masih shock, masih sakit,'' katanya.

Ditambah, waktu penyerangan terjadi pada dini hari menjelang subuh. Tempat kejadian perkara (TKP) juga sepi dari lalu lintas. ''Tapi, percayalah, polisi pasti bisa mengungkap siapa pelaku yang tidak beradab itu,'' tegasnya.

Saat ditanya soal perkiraan kelompok yang menyerang Tama, Edward menyebutkan bisa banyak kemungkinan. Salah satunya, memang kelompok orang-orang yang sakit hati karena aktivitas Tama. ''Itu bisa saja. Nanti kalau terungkap, motifnya jelas dan pasti,'' ungkap jenderal dengan dua bintang itu.

Meski demikian, Edward menegaskan, secara institusional, Polri tidak mungkin dan tidak bisa dikaitkan dengan penyerangan tersebut.

Tama kemarin kembali diperiksa penyidik Polrestro Jakarta Selatan. Dia didampingi rekannya di ICW, Febridiansyah. ''Ada 17 atau 18 pertanyaan dari penyidik,'' kata Febri.

Tama juga memberikan nomor telepon orang tak dikenal yang menghubungi dirinya selama tiga hari terakhir sebelum insiden penyerangan. Orang yang mengaku bernama Roni itu menghubungi dengan nomor 087887685933. Saat Jawa Pos berusaha mengontak nomor itu, seharian kemarin hingga tadi malam nomor tersebut tidak aktif lagi.

Di tempat terpisah, sumber Jawa Pos di Polda Metro Jaya yang diperbantukan untuk mengusut kasus pembacokan itu menyebutkan, serangan terhadap Tama merupakan serangan profesional.

''Dia disergap di kawasan Duren Tiga Raya. Wilayah itu relatif aman dan jarang ada tindak kriminalitas biasa. Misalnya, jambret atau rampok,'' ungkapnya saat dihubungi kemarin.

Perampok atau jambret bermotor segan beroperasi di wilayah tersebut karena dekat dengan kompleks perumahan Polisi Militer Angkatan Darat (Pomad). Artinya, mayoritas pengendara bermotor patut diduga adalah kerabat atau keluarga Pomad. ''Karena itu, di wilayah tersebut jarang ada kriminalitas,'' jelasnya.

Sebelum diserang, aktivitas Tama di ICW juga diintai. Saat menonton bola, para penyerang diduga juga sudah nyanggong. ''Dilihat dari alur rute pulang Tama, yakni Kemang, Kemang Timur, Kemang Utara, Mampang Prapatan, Duren Tiga, pelaku sudah memperkirakan lokasi paling baik dan paling efektif untuk menyergap,'' jelas perwira yang pernah bertugas di satuan antiteror itu.

Penyerang juga menggunakan teknik melambatkan kendaraan dan memepet jatuh motor Tama, namun tidak sampai terluka parah dulu. Teknik sergap seperti itu lazim dilakukan personel terlatih untuk memastikan dulu agar tidak salah target. ''Korban juga ingat ada suara penyerang yang menyebut 'itu orangnya'. Itu indikasi bahwa ada fokus atau TO (target operasi, Red) dalam serangan tersebut,'' tuturnya.

Jika itu hanya aksi amatiran, Tama maupun Khadafi yang membonceng akan ditabrak sekaligus. ''Mereka (penyerang) juga santai dan tidak terburu-buru meninggalkan lokasi. Itu psikologinya orang-orang terlatih,'' bebernya.

Penyerang juga menggunakan mobil Avanza yang diduga sebagai backup plan jika skenario dengan sepeda motor gagal.

Di tempat terpisah, Kapolres Jakarta Selatan Kombes Gatot Eddy Pramono membenarkan bahwa kasus tersebut ditangani tim gabungan dari Polres dan Polda Metro Jaya. ''Memang ada kerja sama pengungkapan,'' katanya.

Di bagian lain, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar mengatakan, kasus rekening jenderal merupakan salah satu contoh bahwa tingkat pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara di kalangan penegak hukum sangat rendah jika dibandingkan dengan instansi lain. Untuk itu, dia menjanjikan KPK segera berkoordinasi dengan aparat pengawas atau pemeriksa di instansi penegak hukum, baik kepolisian maupun kejaksaan.

Menurut Haryono, KPK bakal mendesak pimpinan instansi tersebut untuk menertibkan pelaporan itu. "Setidaknya, keluar surat edaran dari Kapolri atau jaksa agung. Juga, sanksi administratif bagi pihak yang mengabaikan surat edaran kewajiban LHKPN (laporan harta kekayaan penyelenggara negara, Red) tersebut," papar dia di gedung KPK kemarin. (ken/rdl/jpnn/c4/c5/c11/agm)
Sumber: Jawa Pos, 10 Juli 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan