KPK Periksa Fahmi Idris

Saya tanda tangan berdasarkan keputusan presiden.

Komisi Pemberantasan Korupsi kemarin memeriksa mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Fahmi Idris terkait dengan dugaan korupsi yang terjadi di departemen itu. Ia dipanggil sebagai saksi dalam kasus pengadaan konsultan untuk mengaudit penempatan tenaga kerja asing di 46 kabupaten pada 2004, ujar juru bicara KPK, Johan Budi S.P.

Fahmi terbawa-bawa dalam kasus ini karena, ketika menjabat menteri, dialah yang menandatangani surat pemberian mandat kepada Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Marudin S.M. Manihuruk untuk menunjuk langsung kantor akuntan publik tanpa tender. Kantor akuntan tersebut ditunjuk untuk proyek audit senilai Rp 9,2 miliar. Dalam kasus ini, KPK menduga negara telah dirugikan Rp 6,57 miliar.

Proyek audit ini dianggarkan pada 2004 saat Jacob Nuwa Wea menjabat menteri. Namun, program ini baru dilaksanakan pada Januari hingga April 2005, saat Jacob digantikan Fahmi Idris.

Rupanya, sebelum saya masuk departemen, direktur jenderal yang menangani masalah ini sudah melakukan berbagai kajian untuk menindaklanjuti surat dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kata Fahmi sebelum diperiksa.

Fahmi memastikan perintah penunjukan langsung kantor akuntan publik itu dilakukannya setelah berkonsultasi dengan para stafnya. Saya tanda tangan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 bahwa penunjukan langsung itu bisa, kata Fahmi, yang kini menjabat Menteri Perindustrian.

Surat BPK yang disebut Fahmi berisi hasil audit lembaga itu terhadap Departemen Tenaga Kerja. Di situ disebutkan bahwa ada potensi kerugian negara hingga Rp 162 miliar terkait dengan penempatan tenaga kerja asing.

Potensi kerugian muncul karena daerah tidak menyetor pembayaran dari tenaga kerja asing sebesar US$ 100 per kepala. Hasil temuan dan rekomendasi BPK itulah yang kemudian digunakan sebagai dasar dilakukannya proyek audit investigatif tersebut.

M.S.M. Manihuruk berupaya membuktikan kerugian itu tidak terjadi dan berusaha mendapatkan uang itu kembali, kata Fahmi. Apa yang Manihuruk lakukan sebetulnya positif.

Masalahnya, dalam proses audit investigatif itu, KPK menemukan adanya penyimpangan berupa penggelembungan biaya sebagai akibat tidak dilaksanakannya proses tender. Selain Manihuruk, KPK juga menetapkan Kepala Sub-Direktorat Tata Laksana dan Informasi Pengawasan Ketenagakerjaan Suseno Tjipto Mantoro sebagai tersangka. Keduanya sudah ditahan, masing-masing pada 4 Agustus dan 14 Agustus lalu.

Johan menegaskan ada dua hal yang berbeda dalam kasus ini. Yang pertama adalah hasil audit BPK, dan yang kedua adalah dugaan korupsi dalam proyek audit investigatif di Departemen Tenaga Kerja. Bisa saja berhubungan, tapi ini jelas dua hal yang berbeda.

Johan belum dapat memastikan apakah KPK juga akan memanggil mantan menteri Jacob Nuwa Wea sebagai saksi terkait dengan dugaan korupsi ini. SHINTA EKA PUSPASARI

Sumber: Koran Tempo, 6 September 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan