KPK Periksa Alim Markus Terkait Kasus Pengadaan Tanah PT Bharata

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani kasus baru. Kemarin (31/5) KPK memeriksa pengusaha asal Surabaya, Alim Markus. Bos Maspion Group itu diperiksa terkait dengan kasus pengadaan tanah PT Bharata (BUMN) pada 2004 di kawasan Surabaya dan sekitarnya.

Alim yang kala itu mengenakan jas biru gelap mendatangi KPK sekitar pukul 09.30. Dia datang dengan didampingi konsultan hukumnya, Tito Ananto. Begitu keluar pada pukul 11.30, Alim memilih bungkam dan langsung menuju mobil pribadinya, Mercedes-Benz bernopol B 600 RFS.

Konsultan hukumnya menegaskan bahwa Alim hanya diperiksa sebagai saksi. "Pada pemeriksaan hari ini (kemarin, Red), beliau hanya dimintai keterangan," ujarnya. Tito menuturkan, surat panggilan dikirimkan kepada kliennya sebulan lalu. Namun, baru kemarin Alim bisa memenuhi panggilan KPK.

"Karena banyak kesibukan di luar negeri, klien saya baru sekarang bisa memenuhi panggilan. Beliau secara proaktif menyampaikan semua keterangan kepada KPK," urainya. Tito juga membantah anggapan bahwa kliennya terlibat dalam kasus pengadaan tanah tersebut.

Dia mengatakan, Alim tidak pernah membeli tanah seperti yang diwacanakan dalam kasus tersebut.

"Kasus Bharata, bukan beliau yang membelinya. Itu bukan PT Maspion, bukan juga Pak Alim," tegasnya.

Sementara itu, KPK membenarkan adanya pemeriksaan terhadap Alim. "Yang bersangkutan dimintai keterangan berkaitan dengan penyelidikan kasus pengadaan tanah PT Bhatara pada 2004 di Surabaya dan sekitarnya," kata Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. di gedung KPK kemarin.

Sebelumnya, Alim ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara yang berbeda. Pada 2009 Polda Jatim menetapkan Alim sebagai tersangka atas kasus sengketa tanah di Jalan Pemuda No 17, Surabaya.

Alim disangka memalsu surat dan memberikan keterangan palsu atas akta otentik izin perobohan bangunan terhadap objek di Jalan Pemuda tersebut. Sengketa tanah itu berlangsung sejak 2003. Namun, kasus tersebut akhirnya dihentikan oleh polisi. (ken/c11/iro)
Sumber: Jawa Pos, 1 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan