KPK Pasti Kejar Pelaku Penyelewengan Bantuan Bencana NAD dan Sumut
Komisi Pemberantasan Korupsi mengingatkan semua pihak yang menangani penyaluran bantuan bencana alam baik berupa uang maupun barang agar tidak mencari kesempatan di tengah kesulitan rakyat Aceh.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, penyalahgunaan dan penyelewengan bantuan bencana alam merupakan tindak pidana yang luar biasa jahat. Oleh karena itu, KPK tidak akan segan-segan mengambil tindakan keras dan mengejar pelaku serta menjeratnya dengan hukuman mati.
Demikian siaran pers pimpinan KPK kepada wartawan, Jakarta, Rabu (5/1). Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas menjelaskan, spontanitas masyarakat baik domestik maupun internasional untuk mengerahkan berbagai sumber daya dalam membantu rakyat Aceh memberi harapan adanya perasaan solidaritas dan empati.
Pimpinan KPK juga meminta kepada pemerintah agar dalam melaksanakan program besar rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh benar-benar bersikap transparan, akuntabel, bertanggung jawab, dan kebersihan diri. Dalam melaksanakan program pemulihan Aceh tersebut, pemerintah juga harus menyertakan partisipasi masyarakat sejak awal.
Kebijakan darurat MA
Secara terpisah, Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan mengatakan, saat ini MA sedang menyiapkan kebijakan darurat tentang penanganan darurat perkara kejahatan yang saat ini mulai banyak terjadi di Aceh. Ini akan diatur dalam Surat Keputusan Ketua MA.
Kami sedang memikirkan penanganan perkara kejahatan yang sekarang banyak terjadi. Karena menurut polisi, saat ini terjadi problem munculnya kejahatan-kejahatan pascatsunami ini, ujar Bagir.
Ia melanjutkan, beberapa langkah darurat yang akan dilakukan MA antara lain adalah pengiriman hakim-hakim sekitar sembilan orang dari daerah- daerah yang tidak terkena bencana maupun dari Sumatera Utara (Sumut). Sementara lokasi yang disiapkan adalah gedung Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Militer yang masih baik kondisinya.
Selanjutnya, perkara-perkara kejahatan tersebut akan disidangkan dengan hakim tunggal, bukan terdiri dari majelis hakim. Langkah ini harus kami lakukan karena mengingat kondisi yang darurat ini. Kami sedang mengkaji lebih lanjut teknisnya, kata Bagir.
Mengenai dokumen perkara yang hilang, MA masih belum dapat mengatasi ini. Jangankan dokumennya, orang yang beperkara saja kami tidak tahu di mana, ujar Bagir.
Gedung pengadilan di Aceh dan Sumut yang rusak berada di Banda Aceh, Meulaboh, Calang, Lhok Seumawe, Sabang, Sigli, Tapak Tuan, Sinabang, Singkil, Idi, Langsa, Kutacane, Kuala Simpang, dan Bireuen. Sementara di Sumut terdapat di Gunung Sitoli, Sibolga, dan Lubuk Pakam. (VIN)
Sumber: Kompas, 7 Januari 2005