KPK Mulai Klarifikasi Laporan Kekayaan Capres-Cawapres

Hari Ini Sebar Tiga Tim Ke Rumah SBY, JK, dan Mega

Siapa calon presiden (capres) yang paling kaya? Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jusuf Kalla (JK), atau Megawati Soekarnoputri (Mega)? Jawabannya masih belum bisa ditentukan sekarang. Saat ini, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) baru mulai mengklarifikasi laporan kekayaan para capres-cawapres yang sudah diserahkan.

''Mulai besok (hari ini) kami akan melakukan klarifikasi kekayaan kepada para capres," kata Wakil Ketua KPK Haryono Umar di gedung KPK kemarin (18/5).

Proses klarifikasi itu akan dilakukan tim KPK. Tim beranggota tiga hingga lima orang bakal meluncur ke rumah JK sekitar pukul 9 pagi ini. Tim yang lain bakal bergerak ke rumah SBY di Cikeas Bogor, sekitar pukul 10.00. Di waktu yang bersamaan ada tim lain yang bertandang ke rumah capres Megawati.

Klarifikasi itu, kata Haryono, berupa tanya jawab. "Apabila masyarakat memberikan masukan, juga akan kami tanyakan kepada yang bersangkutan," ujarnya. Misalnya, soal tanah. Apakah yang dicantumkan di lembaran negara yang sudah diserahkan ke KPK itu harga saat membeli atau harga penjualan. "Tentu juga nilai jual objek pajaknya (NJPO)," ungkapnya. Demikian halnya dengan sumber kekayaan lainnya, semacam logam mulia.

Untuk para calon wakil presiden, klarifikasi dilakukan besok (20/5).

Haryono mengungkapkan, pelaporan kekayaan tersebut tidak menemui ganjalan hingga saat ini. Sampai kemarin, KPK telah menerima laporan kekayaan dari tiga capres dan dua cawapres. Hanya Wiranto yang belum melapor. Namun, KPK telah mendapatkan kontak akan dilakukan kemarin.

Pelaporan kekayaan tersebut diamanatkan UU No 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wapres, pasal 5 huruf F. Dinyatakan, salah satu persyaratan capres dan Wapres adalah telah melaporkan kekayaan kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara.

Pasal 14 ayat 1 huruf d menyatakan pendaftaran bakal pasangan calon dilengkapi dengan persyaratan. Salah satunya surat tanda terima atau bukti penyampaian pelaporan harta kekayaan pribadi kepada KPK.

Sebenarnya, para capres atau cawapres yang pernah menjabat penyelenggara negara pernah melaporkan kekayaannya. Ini terekam dari data clearing house KPK yang membeberkan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN).

SBY, misalnya, dua tahun lalu melaporkan harta kekayaannya. Total harta kekayaan orang nomor satu Indonesia itu Rp 7,1 miliar.

Rinciannya, harta tidak bergerak senilai Rp 2,9 miliar. Itu, antara lain, berupa enam bidang tanah dan bangunan. Harta bergerak (alat transportasi) senilai Rp 509 juta.

SBY juga memiliki harta tidak bergerak lain. Mayoritas adalah logam mulia, senilai Rp 151 juta. Sebagian besar kekayaan orang nomor satu tersebut berasal dari giro senilai Rp 3,4 miliar.

Saat ini, kekayaan SBY diperkirakan bertambah. Saat mengembalikan formulir harta kekayaan Jumat pekan lalu (15/5), utusan SBY tak bersedia membeberkan harta kekayaan yang baru bosnya itu. "Nantilah, belum diklarifikasi," katanya, berusaha menghindar.

Demikian halnya dengan JK.Total harta Wapres itu yang dilaporkan dua tahun lalu Rp 253,9 miliar. Rinciannya, harta tak bergerak sejumlah Rp 80 miliar. Ini terdiri atas 50 bidang tanah dan bangunan. Harta bergerak (alat transportasi) senilai Rp 300 juta. Pundi-pundi kekayaan JK paling banyak berupa surat berharga sejumlah Rp 172 miliar. Meski demikian, JK juga memiliki hutang sejumlah Rp 2 miliar.

Boediono juga pernah melaporkan kekayaan saat menjabat Gubernur BI. Total harta kekayaan yang dilaporkan setahun lalu itu, sejumlah Rp 18,6 miliar.

Rinciannya, harta tidak bergerak senilai Rp 5,8 miliar (6 bidang tanah), alat transportasi Rp 512 juta; surat berharga Rp 606 juta dan giro senilai Rp 11,5 miliar.(baca

Kemarin, laporan kekayaan juga datang dari Cawapres Prabowo Subianto. Prabowo mengembalikan isian daftar kekayaan tersebut ke KPK melalui utusan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani.

Menurut dia, total harta kekayaan cawapres yang digandeng Megawati itu senilai Rp 1.6 triliun sampai Rp 1.7 triliun. "Kekayaan tersebut berupa perusahaan dan saham," ucapnya kepada wartawan, kemarin.

Dia menyebutkan, kekayaan itu di antaranya, 27 perusahaan, terdiri dari perkebunan, pertambangan, peternakan, 10 mobil dan kuda. Di samping itu, ada dana tunai senilai Rp 28 miliar.

Bagaimana dengan pengumuman kepada publik ? ''Kami akan mengoordinasikan terlebih dahulu kepada KPU. Belum ada kepastian dulu," tandas Haryono.

Di tempat terpisah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mewajibkan tim kampanye pasangan bakal capres dan cawapres melaporkan saldo awal kampanye. Penyerahan saldo awal itu dilakukan menjelang pelaksanaan kampanye pilpres. Hal tersebut disampaikan anggota KPU Syamsulbahri kemarin (18/5).

"Saldo awal itu diserahkan sebelum masa kampanye," kata Syamsul. Dia mengatakan, item yang diserahkan dalam berkas pendaftaran bakal capres dan cawapres ketika mendaftar di KPU Sabtu lalu (16/5) baru menyebut nomor rekening kampanye, tanpa menjelaskan nominal saldo awalnya.

Seperti halnya kampanye pemilu legislatif, laporan saldo awal pada tahap pilpres diperlukan agar KPU bisa mengaudit dana kampanye pasangan capres-cawapres. Pada kampanye pileg, KPU bekerja sama dengan Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam melakukan audit tersebut.

Meski demikian, Syamsul tidak mengetahui persis kapan saldo awal itu harus diserahkan. "Yang pasti, sebelum kampanye," katanya. Meski begitu, merunut pasal 99 ayat 1 UU 42/2008 tentang Pemilu Presiden, laporan penerimaan dana kampanye disampaikan selambat-lambatnya disampaikan satu hari sebelum masa kampanye. Kampanye pilpres putaran pertama digelar pada 13 Juni sampai 4 Juli 2009.

Untuk sumbangan kepada pasangan calon, UU Pilpres juga telah memberikan batasan. Pasal 96 UU Pilpres menyatakan, untuk perseorangan, dibatasi maksimal Rp 1 miliar. Sementara untuk korporat, dibatasi maksimal Rp 5 miliar. Ketentuan itu sama dengan batasan sumbangan kampanye pemilu legislatif lalu.

Donasi itu juga wajib menyertakan identitas penyumbang. Pasangan calon dilarang menerima sumbangan dari dana asing dalam bentuk apa pun. Sumbangan dari Badan Usaha Milik Negara maupun daerah juga diharamkan. Begitu pula sumbangan yang diduga dipakai untuk menyamarkan hasil tindak pidana. (git/bay/kum)

Sumber: Jawa Pos, 19 Mei 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan