KPK Mulai Interogasi Rekanan

Penyidikan kasus pengelolaan dana siluman alias dana taktis di KPU benar-benar menyentuh para rekanan proyek logistik Pemilu 2004. KPK telah membentuk tim khusus untuk mendatangi markas perusahaan-perusahaan yang diduga memberikan dana terima kasih kepada para pejabat Komisi Pemilihan Umum.

Kemarin Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean mengungkapkan, pihaknya sudah menyebarkan tim penyidik ke daerah untuk mendatangi langsung markas perusahaan yang pernah bekerja sama dengan lembaga pimpinan Nazaruddin Sjamsuddin itu.

KPK akan mengusut tuntas ke-14 perusahaan yang disebutkan Hamdani menyetor dana ke KPU. Kami bakal cari lokasinya dan menginterogasi jajaran pimpinan dan staf yang pernah terlibat kerja sama dengan KPU. Kalau perlu, kami lakukan penggeledahan untuk mendapat bukti. Semua tergantung perkembangan, jelasnya kepada koran ini kemarin.

Pada tahap awal, beber Tumpak, tim KPK dikirim ke Probolinggo, Jawa Timur, untuk mendatangi perusahaan pemasok kertas surat suara, PT Kertas Leces. Kami berupaya menemukan praktik KKN lain dari penelusuran kasus dana rekanan ini. Tim sudah dikirim dua hari lalu. Saya masih menunggu laporan, tegasnya. Pemeriksaan meliputi laporan keuangan maupun pelaksanaan proyek.

Perlu diketahui, dari catatan Hamdani yang disita KPK, PT Leces disebut ikut menyetor dana ke brankas dana siluman KPU senilai sekitar USD 121 ribu (Rp 1,149 miliar). Manajemen PT Leces dalam pemeriksaan di kantor KPK membantah perusahaannya pernah mengeluarkan uang, baik untuk pelicin proyek maupun sebagai ungkapan terima kasih, kepada KPU.

Dalam catatan koran ini, Kertas Leces adalah pemasok sekitar 25 ribu ton kertas putih HVS 80 gram untuk surat suara pemilu. Nilai proyeknya mencapai sekitar Rp 217,5 miliar dengan perhitungan Rp 8.700 per kilogram kertas. Selain melayani pengadaan kertas untuk bahan surat suara, Kertas Leces pun menyuplai sebagian kebutuhan kertas untuk formulir. Belakangan, ditemukan kertas surat suara berwarna kekuningan berkualitas lebih rendah daripada spesifikasi awal yang diakui Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin sebagai kelalaian rekanan.

Tumpak menyatakan, saat ini pemeriksaan dana siluman masih terfokus ke KPU dan rekanan. Tim penyidik lain sudah disiapkan untuk mendatangi sejumlah perusahaan rekanan KPU di beberapa daerah. Perlu waktu agak lama hingga pemeriksaan berkembang ke pihak-pihak lain di luar KPU yang disebut-sebut ikut kecipratan dana siluman, seperti oknum di DPR, BPK, dan Departemen Keuangan.

Daan Bantah Penyimpangan Proyek
KPK kemarin memeriksa anggota KPU Daan Dimara yang juga menjadi ketua panitia proyek pengadaan sampul surat suara Pemilu 2004. Seusai diperiksa sekitar pukul 15.00, dia menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menerima uang USD 105 ribu seperti yang disebutkan tersangka Kabiro Keuangan Hamdani Amin. Dia juga mengatakan tidak pernah menerima uang lain dalam bentuk dolar.

Uang USD 105 ribu itu adalah sebuah lelucon. Saya tidak pernah menerimanya, kata Daan. Menurut dia, selama ini dirinya hanya menerima gaji yang dibayarkan negara sejumlah Rp 10 juta per bulan. Dia juga mengatakan memang menerima uang lain di luar gaji. Tapi, itu semua berkaitan dengan pekerjaannya, misalnya honor atau lembur. Namun, jumlahnya hanya berkisar 1-2 juta dan tidak menentu, bergantung pada lama kerjanya. Dan dalam setiap penerimaannya, dia selalu menandatangani tanda penerimaan.

Daan juga menegaskan tidak pernah menerima uang dari rekanan secara langsung. Tidak pernah ada. Kalau ada, pasti saya akan marah, tegasnya. Dia juga membantah pernah ada rapat pleno untuk membahas dana taktis itu.

Pria asal Papua itu juga menjelaskan, dirinya kemarin diperiksa mengenai pelaksanaan proyek pengadaan sampul. Berdasarkan audit BPK, dalam pelaksanaan proyek itu, terdapat penyimpangan sekitar Rp 7 miliar. Namun, hal itu disanggahnya. Tidak ada penyimpangan itu, katanya.

Daan kemudian menjelaskan proses pengadaan sampul tersebut. Menurut dia, munculnya angka penyimpangan senilai Rp 7 miliar itu karena BPK tidak menghitung selisih sampul. Mengenai adanya tiga perusahaan yang ditunjuk langsung, dia mengatakan itu dilakukan karena waktunya mendesak.

Pemeriksaan terhadap Daan kemarin tidak dilanjutkan hingga malam seperti pemeriksaan yang biasa dilakukan KPK. Ini disebabkan mertua Daan meninggal dunia dan akan dimakamkan di Papua. Hal ini dijelaskan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean kemarin. Karena mertuanya meninggal dan yang bersangkutan akan pulang ke Papua, maka kami memberikan izin untuk menunda pemeriksaan, kata Tumpak.

Selain memeriksa Daan, KPK juga memeriksa Yanti Gayantri, direktur PT Bumi Grafika, rekanan pengadaan proyek buku. Menurut Syaifuddin, kuasa hukum Yanti, kliennya diperiksa soal pelaksanaan tender. Tadi diperiksa soal pelaksanaan tender saja, kata Syaifuddin. Menurut dia, penyelidik KPK menanyakan soal awal perusahaan PT Bumi Grafika mendapat proyek itu hingga pelaksanaannya. Perlu diketahui, KPK melakukan pemeriksaan dalam pengadaan buku karena telah mencium adanya dugaan korupsi dalam pelaksanaannya.

Kasus Suap Mulyana
Sementara itu, untuk kasus suap KPU, Tumpak menyatakan bahwa pihaknya hanya akan mengajukan dua tersangka dalam berkas yang segera dilimpahkan ke penuntut umum. Keduanya adalah anggota KPU Mulyana W. Kusumah dan Wasekjen KPU Sussongko Suhardjo. Tidak akan ada tambahan tersangka lagi, kecuali ada perkembangan dalam persidangan nanti, ujarnya.

Dia mengiyakan ketika ditanya soal kebenaran adanya seorang pejabat di salah satu biro kesekjenan KPU yang sebenarnya sangat berperan dalam proses suap, namun masih dibiarkan bebas. Yang jelas, KPK mengharapkan jaksa bisa mengajukan rekaman tiga momen penting dalam penyuapan pada persidangan nanti. Kami punya rekaman pertemuan di Hotel Borobudur, Jakarta, yang melibatkan Mulyana, auditor BPK Khairiansyah Salman, Sussongko, dan stafnya, Mubari. Dua rekaman lain adalah transaksi di Hotel Ibis, Slipi, Jakarta, pada 3 dan 8 April 2005, ungkapnya.

Menurut Tumpak, berdasarkan UU No 31/1999 dan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hasil rekaman bisa diajukan sebagai alat bukti petunjuk di persidangan, selain bukti tertulis dan keterangan saksi-saksi. Dia memperkirakan, sidang kasus suap KPU bisa mulai digelar pada pertengahan Juni mendatang setelah berkasnya dipelajari maksimal 14 hari oleh penuntut umum.

MA Minta Hati-Hati
Rencana pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti perundang-undangan (perpu) terkait penggantian anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus memperhatikan asas praduga tidak bersalah. Artinya, para anggota yang telah menjadi tersangka tersebut belum dinyatakan bersalah.

Hal itu diungkapkan Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan kemarin setelah menjadi keynote speaker dalam seminar sehari bertema Visi 2020 Penegakan Hukum di Ruang Diamond, Hotel Nikko, Jalan Muhammad Husni Thamrin. Jangan sampai perpu tersebut melanggar asas praduga tidak bersalah, tegasnya.

Bagir menjelaskan, berdasarkan UUD 1945, presiden berwenang mengeluarkan perpu dalam kondisi yang mendesak. Presiden bisa mengeluarkan perpu dalam kegentingan yang memaksa, jelasnya.

Ketika ditanya apakah MA memberikan pertimbangan kepada presiden terkait rencana dikeluarkannya perpu tersebut, dia menyatakan bahwa pihaknya tidak memberikan nasihat kepada presiden. Sebab, hal tersebut bukan kewenangan MA. Itu bukan porsi MA, ujarnya.

Sementara itu, Direktur Hukum dan Peradilan MA Suparno menguraikan bahwa asas praduga tidak bersalah adalah prinsip yang hakiki dari manusia. Artinya, terdakwa baru dapat dinyatakan bersalah apabila telah mendapatkan keputusan tetap dari majelis hakim. Pada saat terdakwa disidang, kita tidak boleh mengatakan terdakwa itu bersalah, katanya.

Karena itu, perpu yang hendak dikeluarkan, tambah dia, bukan didasarkan pada anggota KPU yang menjadi tersangka. Tapi, semata-mata demi kelancaran tugas KPU. Perpu itu kan dikeluarkan agar tugas-tugas KPU bisa berjalan lancar. Di antaranya, pergantian anggota, ujarnya.

Sekadar diketahui, beberapa waktu lalu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang juga Ketua Umum Partai Golongan Karya Agung Laksono mengusulkan agar menerbitkan perpu pergantian anggota KPU. Perpu itu akan menjadi dasar pergantian anggota KPU yang diduga terlibat korupsi.

Pilih Tak Tergesa-gesa
Di tempat terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, pemerintah tidak akan tergesa-gesa dalam menentukan sikap atas nasib anggota KPU yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terutama terkait penerbitan perpu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang).

Menurut Kalla, pemerintah masih akan mempelajari secara mendalam aturan hukum berkaitan dengan posisi anggota KPU. Kita tidak tergesa-gesa untuk itu (membuat perpu, Red), jelasnya kepada wartawan di kantor wapres, kemarin. Karena itu, pemerintah belum bisa menyimpulkan akan memakai perpu atau aturan hukum lain terkait posisi anggota KPU yang tersandung masalah korupsi.

Ketua umum Partai Golkar itu mengatakan, ada bermacam-macam UU yang melandasi hal tersebut. Antara lain, Kalla menyebut di UU tentang pemilu dan pemilihan presiden bahwa KPU dapat berfungsi dalam keadaan darurat berapa saja anggotanya. Hal itu akan menjadi bahan kajian pemerintah.

Ini kan belum berketetapan hukum. Ini kan masih tersangka, berarti hanya dinonaktifkan. Misalnya kita ganti, terus dinyatakan tidak bersalah, maka dikembalikan. Tapi kalau diganti, bagaimana mengembalikannya. Kita pelajari dengan baik. Jadi, kita tidak tergesa-gesa, ungkapnya.

Rabu lalu, usai meninjau perbaikan pipa gas di PLTGU Muara Karang Jakarta, Kalla mengatakan, masalah konsultasi dengan DPR terkait pembuatan perpu untuk status anggota KPU menunggu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pulang dari lawatan ke luar negeri, yang dijadwalkan hingga 3 Juni mendatang. (arm/lin/yog/pri)

Sumber: Jawa Pos, 27 Mei 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan