KPK Minta Dana Umat Diperbaiki

”Bagaimana bisa sekretaris jenderal mengawasi menteri.”

Komisi Pemberantasan Korupsi akan merekomendasikan perbaikan pengelolaan Dana Abadi Umat (DAU) sehingga tidak ada lagi penyimpangan dalam penggunaannya. "Untuk ke depan, kami tidak ingin mendengar lagi ada penyimpangan Dana Abadi Umat,” kata Mohammad Jasin, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, saat dihubungi kemarin.

Jasin mengatakan tim penelitian dan pengembangan KPK saat ini sedang mengkaji kasus DAU tersebut. Hasil kajian akan dilaporkan ke pimpinan KPK. ”Hasilnya dilaporkan Senin depan,” ujarnya. Dari kajian itu, KPK merekomendasikan perbaikan sistem pengelolaan DAU.

Ini berawal dari laporan Indonesia Corruption Watch perihal penggunaan Dana Abadi Umat. ICW menyatakan aliran Dana Abadi Umat digunakan untuk, misalnya, tunjangan dan biaya perjalanan dinas menteri dalam kurun waktu 2004-2005.

Menurut Jasin, pengelolaan DAU buruk. Dia mencontohkan, Menteri Agama menjadi Ketua Badan Pengelola Dana Abadi umat, sedangkan Sekretaris Jenderal Departemen Agama sebagai pengawasnya. "Bagaimana bisa sekretaris jenderal mengawasi menteri," ujarnya. Selain memperbaiki sistem pengelolaan, KPK tetap mengusut adanya penyimpangan dana tersebut.

Di tempat terpisah, ICW menilai Keputusan Menteri Agama tentang DAU melegalisasi tindakan melawan hukum. Pada era Orde Baru modus itu sering dilakukan melalui keputusan presiden. ”Dibuat sedemikian rupa untuk melegalisasi aliran uang,” kata Febriansyah, Peneliti Hukum dan Monitoring Pengadilan ICW, kemarin.

Menurut ICW, pada periode 2004-2005, berdasarkan aturan, yang berlaku adalah Undang-Undang 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Kewenangan menteri terbatas dalam kategori pelaksanaan tugas Badan Pengelola DAU. Berdasarkan Keputusan Presiden 22 Tahun 2001 Pasal 5, yang dimaksud sebagai tugas adalah merencanakan, mengorganisasikan, mengelola, dan memanfaatkan DAU, serta menyampaikan laporan.

Dalam kurun waktu 2004-2005, menurut ICW, Menteri Agama menerima Rp 60 juta dan US$ 11.300 yang digunakan untuk tunjangan fungsional maupun biaya taktis perjalanan dinas ke luar negeri. Febri menambahkan, menteri sebelumnya, yakni Said Agil Husin al-Munawar, telah dijerat atas kasus yang sama. Seharusnya menteri saat ini belajar dari kasus sebelumnya.

Adapun Direktur Pengelola Biaya Penyelenggara Ibadah Haji M. Abdul Ghafur Djawahir membantah kabar bahwa Menteri Agama Maftuh Basyuni membuat keputusan untuk melegalkan penerimaan dari DAU. "Justru Menteri membenahi. Buktinya, DAU dibekukan sejak 16 Mei 2005," ujarnya kemarin.

Dia mengatakan keputusan menteri tentang DAU tersebut sudah ada sebelum Maftuh diangkat menjadi Menteri Agama pada Oktober 2004. "Itu produk lama. Setelah itu, dibekukan," ujarnya. Abdul Ghafur mengakui Maftuh pernah menerima DAU. ”Tapi, sejak dibekukan, tidak lagi," ujarnya. SUKMA | SUTARTO | AQIDA SWAMURTI

Sumber: Koran Tempo, 23 Januari 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan