KPK Larang Puteh ke Luar Negeri (3 Juli 2004)
Jakarta, Kompas - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK secara resmi melayangkan surat permohonan cegah kepada Direktorat Jenderal Imigrasi atas diri Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh. Surat pencekalan ini dilayangkan KPK setelah Selasa lalu komisi ini secara resmi menyatakan Abdullah Puteh sebagai tersangka dalam pengadaan helikopter MI-2 merek PLC Rostov asal Rusia untuk Pemerintah Provinsi NAD.
Keluarnya surat pencekalan tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam jumpa pers kemarin di Jakarta. Hadir dalam acara itu Ketua KPK Taufiequrachman Ruki dan tiga wakil ketua KPK, Erry Riyana Hardjapamekas, Amien Sunaryadi, dan Sjahruddin Rasul. Akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan Puteh dalam pengadaan helikopter itu, setidaknya negara mengalami kerugian sebesar Rp 4 miliar.
Semalam surat pencekalan untuk Gubernur NAD Abdullah Puteh sudah saya tanda tangani dan hari ini dikirim ke Dirjen Imigrasi, kata Panggabean.
Selain Puteh, lanjut Panggabean, KPK juga telah mengeluarkan surat pencekalan terhadap Direktur Utama PT Putra Pobiagan Mandiri, perusahaan penyuplai helikopter, Bram Manoppo. Meski pemeriksaan KPK terhadap Bram Manoppo masih dalam tahap penyelidikan, belum meningkat pada penyidikan, KPK telah melayangkan surat kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi untuk mencekal Bram Manoppo.
Pencekalan tergantung pada penyidik, dengan pertimbangan agar orang-orang itu jangan sampai lari ke luar negeri. Jika penyidik merasa perlu untuk mencekal, KPK akan mengeluarkan surat cekal. Pertimbangan penyidik, dikhawatirkan Manoppo akan lari ke luar negeri, kata Panggabean.
Surat pencekalan terhadap Puteh yang ditandatangani Tumpak Hatorangan Panggabean, selaku Wakil Ketua KPK, telah dilayangkan kemarin. Selanjutnya, berdasarkan prosedur yang berlaku, Dirjen Imigrasi akan mencekal sementara yang bersangkutan dalam batas waktu 14 hari. Sebelum habis masa 14 hari, Dirjen Imigrasi akan menanyakan kepada KPK apakah akan memperpanjang masa cekal atau tidak.
Abdullah Puteh, dalam pemeriksaan kedua di KPK, mengakui telah menunjuk langsung PT Putra Pobiagan Mandiri selaku perusahaan pengadaan helikopter MI- 2 merek PLC Rostov asal Rusia senilai 1,250 juta dollar AS.
Pembelian helikopter untuk kepentingan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) itu disinyalir diwarnai mark-up yang sangat besar.
Sebagai perbandingan, helikopter jenis yang sama pernah dibeli TNI tahun 2002 seharga 350.000 dollar AS atau setara dengan Rp 3,5 miliar (dengan kurs satu dollar AS = Rp 10.000). Pemprov NAD tahun 2003 membeli helikopter jenis MI-2 dengan harga Rp 12,6 miliar.
Setelah pemilu
Menurut Panggabean, KPK akan kembali memanggil dan memeriksa Puteh tanggal 6 Juli, sehari setelah pemilihan umum (pemilu) presiden putaran pertama. Ditanya wartawan, apakah KPK sudah melayangkan surat penon-aktifan Abdullah Puteh dari jabatannya selaku Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) atau Gubernur NAD, Panggabean mengatakan bahwa KPK memang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk menon-aktifkan tersangka kasus korupsi.
Bahkan bukan hanya meminta, KPK juga bisa memerintahkan kepada atasan yang bersangkutan untuk memberhentikan tersangka kasus korupsi. Kami sedang mempertimbangkan hal itu, kata Panggabean.
Ia menambahkan, KPK bekerja independen dan sama sekali tidak terpengaruh oleh surat Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan maupun permintaan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) agar pemeriksaan dilakukan di Aceh.
Abdullah Puteh di Banda Aceh mengaku sudah menerima surat panggilan dari KPK. Saya sudah menerima surat panggilan KPK dan saya siap memenuhi panggilan itu, ujarnya seusai shalat Jumat di Masjid Istiqamah Blower kemarin.
Pada shalat Jumat itu Puteh bertindak sebagai khatib (pemberi khotbah). Diminta komentarnya soal tuduhan korupsi dari KPK, Puteh cuma menyatakan, Kalau itu, saya tidak bisa menjawab. Semua telah diserahkan ke pengacara. Tanyakan saja ke pengacara.
Ketika ditanya mengenai statusnya sebagai tersangka, apakah akan mengganggu kerjanya sebagai PDSD, Puteh kembali berujar, Kalau itu, saya tidak bisa menjawab.
Pertanyakan Mendagri
Koordinator Indonesia Corruption Watch Teten Masduki mempertanyakan pernyataan Mendagri Hari Sabarno, yakni penon-aktifan Abdullah Puteh sebagai gubernur sekaligus PDSD dapat dilakukan apabila sudah ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Argumen Hari Sabarno kok begitu? Beliau itu Mendagri atau pengacaranya Puteh, ujar Teten.
KPK berwenang mengajukan permintaan penon-aktifan Abdullah Puteh dari jabatan gubernur dan PDSD karena kalau tidak dinon-aktifkan bisa memengaruhi proses pengadilan. Mestinya ini yang harus dipahami Pak Hari. Bukan malah melindungi Abdullah Puteh, katanya.
Teten menilai Mendagri tidak jelas sikapnya dalam menghadapi kasus-kasus yang melibatkan pejabat daerah. Sebaliknya, Hari dianggap memberlakukan double standard.
Hal itu terlihat dalam kasus pelantikan gubernur yang terlibat politik uang. Misalnya di Lampung, Mendagri tidak menunggu putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, langsung dibatalkan. Namun dalam kasus Bali, meski terjadi politik uang, Mendagri tetap melantik gubernur dengan alasan proses hukum wewenang polisi. Saya kira kalau terus begini, sikap Mendagri akan menimbulkan masalah lebih besar, ujarnya. (Ant/SON/VIN)