KPK Kirim Tim Pengawas Rumah Pejabat; Tegakkan Aturan Larang Terima Parsel
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan bertindak tegas terhadap pejabat yang masih menerima bingkisan atau parsel di Hari Raya Idul Fitri tahun ini. Tindakan tegas itu adalah peningkatan upaya KPK yang sebelumnya menekankan sikap persuasif dengan memberikan sosialisasi larangan menerima parsel bagi para pejabat.
Karena sudah dua tahun (larangan terima parsel, Red), KPK kini akan bertindak lebih tegas, ujar Humas KPK Johan Budi S.P. ketika ditemui di gedung KPK Kuningan, kemarin.
KPK, lanjut Johan, akan mengirim tim untuk memantau kediaman para pejabat. Jumlah tim akan ditambah, lebih banyak daripada tahun lalu. Tidak semua pejabat kami awasi. Pengawasannya random (acak, Red), tambah Johan.
Ditambahkan, KPK hanya bisa melakukan pengawasan di Jakarta. Untuk para pejabat daerah, lembaga antikorupsi tersebut mengandalkan laporan masyarakat. Kami berharap agar masyarakat yang mengetahui seorang pejabat menerima gratifikasi melaporkannya ke KPK, ujarnya.
Bagaimana jika seorang pejabat tertangkap tangan menerima parsel? Menurut Johan, hal tersebut akan ditindaklanjuti. Tidak tertutup kemungkinan, pejabat tersebut diperiksa KPK dan dikenai aturan gratifikasi. Kami akan tindak lanjuti, tapi tidak serta-merta. Sebab, menurut pasal 12 C ayat 2 (UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Red), ada waktu 30 hari kerja bagi pejabat untuk melapor ke KPK, tambah mantan wartawan tersebut.
Johan yang saat diwawancarai kemarin memakai hem kuning menambahkan, sejak Januari 2007, KPK telah menerima 75 laporan gratifikasi dari penyelenggara negara dan 193 laporan dari kalangan internal KPK. Jumlah tersebut turun dari jumlah laporan gratifikasi tahun lalu, yakni 222 laporan dari penyelenggara negara dan 104 laporan dari internal KPK.
Meski laporannya turun, perolehan gratifikasi KPK naik, ujarnya. Sampai September 2007, tambahnya, jumlah pemberian yang dilaporkan ke KPK adalah Rp 7,645 miliar, USD 14.140, SDG 160, AUD 400, dan EUR 100. Dari hasil penelaahan KPK sejak 30 hari kerja setelah pelaporan, sejumlah Rp 4,053 miliar dari jumlah yang dilaporkan berhasil disetorkan ke kas negara karena terbukti sebagai gratifikasi.
Laporan terbaru soal gratifikasi dari anggota DPR Aulia Rachman berupa kurma seberat 5 kilogram seharga Rp 800 ribu dari sebuah perusahaan besar, PT RGM. Ketua KPK Taufiequrachman Ruki juga menerima kiriman parsel kurma yang nilainya ditaksir Rp 800 ribu. Namun, pengirimnya tidak jelas.
Dua bingkisan kurma tersebut telah dilelang di KPK dan berhasil menyumbangkan Rp 1,6 juta ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). KPK tidak melarang parsel. Tapi, pradigmanya diubah. Kalau sebelumnya pejabat menerima parsel, apa salahnya kalau pejabat itu membeli parsel untuk dibagikan ke pihak yang lebih membutuhkan, ujarnya.
Terpisah, Koordinator Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengungkapkan pemberian parsel ke pejabat dilarang keras. Selain terkait dengan conflict of interest (konflik kepentingan, Red), pemberian parsel mirip sistem upeti. Parsel untuk pejabat sama sekali tidak perlu. Pejabat seharusnya berinisiatif untuk menolak semua pemberian yang diduga kuat terkait dengan jabatannya. Dengan itu, si pemberi tak akan lagi mengirimkan parsel, tambahnya. (ein)
Sumber: Jawa Pos, 4 Oktober 2007