KPK Kerahkan 21 Auditor [09/06/04]

Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaudit kekayaan capres-cawapres tinggal selangkah lagi. Kemarin Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengirim 21 tenaga auditor kepada KPK untuk membantu pelacakan kekayaan capres dan cawapres.

Proses serah terima bantuan tenaga auditor itu dilakukan di gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, kemarin. Hadir dalam acara tersebut Ketua KPK Taufiequrahman Ruki, sejumlah wakil ketua, dan perwakilan BPKP.

Dengan bantuan tenaga auditor tersebut, harapannya proses audit kekayaan capres dan cawapres bakal tuntas sebelum pilpres 5 Juli 2004, jelas Ruki dalam paparannya di gedung KPK Jakarta kemarin.

Seperti pernah dirilis media ini, KPK menargetkan mempercepat proses audit kekayaan capres-cawapres sebelum pilpres 5 Juli 2004. Langkah itu dilakukan untuk mengklarifikasi laporan kekayaan capres dan cawapres, sekaligus sebagai panduan agar pemilih mengetahui transparansi capres dan cawapres.

Dari dokumen yang diserahkan ke KPK, Jusuf Kalla, cawapres yang diajukan Partai Demokrat, terkaya dengan harta kekayaan Rp 122,6 miliar. Lantas, Siswono Judo Husodo memiliki Rp 74,7 miliar. Berikut Megawati Rp 59,8 miliar, Wiranto Rp 46,2 miliar, Hamzah Haz Rp 17,3 miliar, dan Agum Gumelar Rp 8,8 miliar.

Hasyim Muzadi yang menjadi cawapres dari PDIP mempunyai harta Rp 7,2 miliar, Salahuddin Wahid Rp 2,7 miliar, dan yang paling miskin Amien Rais Rp 867 juta.

Selain untuk melacak aset kekayaan capres dan cawapres, lanjut Ruki, ke-21 tenaga auditor tersebut membantu penyelidikan dan penyelesaian tindak lanjut 292 pengaduan masyarakat.

Selain untuk membantu proses audit kekayaan capres-cawapres, tutur Ruki, tenaga auditor BPKP tersebut diposisikan untuk membantu penyelidikan dan penyelesaian 292 kasus pengaduan masyarakat.

Dari sejumlah perkara yang masuk, lanjut dia, KPK bakal menindaklanjuti perkara penjualan tanker Pertamina dengan memanggil direksi lama Pertamina. Mereka akan kita tanya soal kebijakan pembelian dua kapal VLCC yang diduga merugikan negara, jelas Ruki.

Sementara itu, sejumlah anggota Komisi Penyelidik Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) kemarin mempertanyakan langkah presiden mengeluarkan keppres tentang pembubaran KPKPN.

Kami mempertanyakan keppres tersebut karena secara yuridis tidak pada tempatnya, jelas Petrus Selestinus, anggota KPKPN, didampingi sepuluh anggota KPKPN, di gedung KPKPN Jakarta kemarin.

Seperti diketahui, pada 27 Mei 2004, presiden menerbitkan Keppres Nomor 45/2004 yang isinya agar KPKPN dibubarkan dan dilebur dalam KPK. Semua urusan birokrasi, administrasi, dan kelengkapan organisasi bakal diserahkan ke KPK. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 9 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan