KPK Kembali Larang Pejabat Terima Parsel
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melarang penyelenggara negara menerima parsel atau bingkisan berwujud barang dan gratifikasi berupa hadiah atau hibah di luar gaji pokok penyelenggara negara. Larangan serupa pernah disampaikan pimpinan KPK menjelang lebaran lalu.
Pemberian parsel kepada para penyelenggara negara dapat diindikasikan sebagai suap. Dengan demikian, larangan ini merupakan langkah awal pencegahan terhadap terbukanya kesempatan praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN).
Menghindari kecaman yang datang dari pihak pengusaha parsel sebagaimana larangan pertama dibuat, Wakil Ketua KPK Sjahruddin Rasul menyarankan para pengusaha dan penyelenggara negara membeli parsel untuk kemudian diberikan kepada yang lebih membutuhkan.
Pemberian parsel disarankan bukan kepada penyelenggara negara melainkan lebih diperuntukkan bagi kelompok masyarakat yang lebih membutuhkan, ujar Sjahruddin kepada pers di kantor KPK, Jakarta, kemarin, usai menerima dua menteri yang melaporkan harta kekayaannya.
Menurutnya, bingkisan yang dikenal dengan parsel tidak patut diterima seorang penyelenggara negara karena mereka harus menjaga martabat sebagai pejabat negara yang tidak pantas menerima pemberian berbentuk apa pun terkait jabatannya.
Bagi KPK, sambung Sjahruddin, pemberian-pemberian seperti itu dapat diindikasikan sebagai suap yang menjadi pintu masuk bagi terbukanya praktik KKN. Memang berawal dari hal-hal sekecil ini, ujarnya.
Parsel sebelumnya merupakan bentuk silaturahmi antarkerabat. Tapi yang dikhawatirkan, katanya, bila parsel yang semula berbentuk barang berubah menjadi uang atau bentuk lain yang bernilai lebih tinggi. Larangan menerima parsel tidak diatur undang-undang sehingga pelaksanaannya sangat tergantung niat baik dan kesadaran moral pejabat bersangkutan.
Dalam penjelasannya KPK tidak secara rinci menyebutkan bentuk-bentuk bingkisan yang dilarang di luar parsel. Kendati demikian, UU KPK telah mengatur penerimaan gratifikasi sebab tidak tertutup kemungkinan pejabat negara menerima voucher belanja, discount ataupun hadiah lainnya.
Menanggapi masalah ini, Sjahruddin hanya mengatakan bahwa saat ini KPK sedang berusaha keras menyosialisasikan larangan menerima gratifikasi. Adapun bentuk-bentuk gratifikasi sudah baku sebagaimana tercantum dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Aturan di sana kan sudah jelas, ujar Sjahruddin. (Ims/P-1)
Sumber: Media Indonesia, 23 Desember 2004