KPK Kejar Pejabat di Daerah, Terkait Korupsi Damkar

Tertangkapnya buron kelas kakap Hengky Samuel Daud menjadi modal bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjaring keterlibatan para kepala daerah yang terlibat dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar).

Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Pribowo mengungkapkan bahwa komisi lebih dulu memfokuskan pelaku di pusat. Saat ini, komisi telah menjebloskan mantan Dirjen Otonomi Daerah Oentarto Sindung Mawardi ke tahanan. "Kami berupaya mengumpulkan alat bukti sebanyak-banyaknya dari dugaan korupsi pengadaan damkar di pusat," jelasnya kemarin (21/6).

Setelah semua bukti terkumpul, kata Johan, KPK mendalami dugaan keterlibatan para kepala daerah. "Bisa saja melebar ke sana karena tergantung alat bukti tadi," katanya. Johan yakin bahwa penyidikan kasus tersebut akan menggelinding. Sebab, Hengky, tokoh kunci kasus itu, dapat diringkus.

Selama Hengky dalam pengejaran, KPK terus mengumpulkan alat bukti dugaan penyelewengan pengadaan mobil pemadam kebakaran yang menggandeng PT Istana Sarana Raya, perusahaan milik Hengky sebagai rekanan. Antara lain, KPK memeriksa sejumlah kepala daerah yang pernah membeli mobil milik Hengky.

Awal Februari lalu, KPK memeriksa Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah. Ismeth kala itu diperiksa sebagai saksi Oentarto. Pemeriksaan itu yang kedua bagi Ismeth. Tahun lalu, kesaksiannya dikorek untuk kasus serupa.

Bukan hanya dia. Mendagri Mardiyanto pada 20 Agustus tahun lalu tidak luput dari panggilan penyidik. Kala itu, mantan gubernur Jawa Tengah tersebut diperiksa soal pembelian tiga unit mobil pemadam kebakaran. Meski demikian, Mardiyanto yakin tidak bakal tersandung masalah karena pengadaan telah dilakukan sesuai dengan prosedur.

Selain dia, sejumlah kepala daerah tercatat menghadiri pemeriksaan. Antara lain, Gubernur Irian Jaya Barat Abraham Octavianus Atururi, Gubernur Maluku Utara Thaib Armain, Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang, mantan Gubernur Bali Dewa Made Beratha, dan mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi.

Di luar itu, sejumlah kepala daerah telah digiring ke ruang sidang di Pengadilan Tipikor. Mereka, antara lain, Wali Kota Medan Abdillah, Wakil Wali Kota Medan Ramli, Wali Kota Makassar Baso Amiruddin Maula, mantan Gubernur Riau Saleh Djasit, dan mantan Gubernur Jawa Barat Dany Setiawan.

Untuk mengembangkan pelacakan kasus itu, KPK mulai mengintensifkan penyidikan terhadap Hengky. Hari ini, penyidik akan menjemputnya dari Rutan Polda Metro Jaya untuk diperiksa. "Tentu kami gali keterangan sebanyak-banyaknya," tambah Johan.

Pemeriksaan itu bisa bergulir apabila kesehatan Hengky tidak terganggu. Untuk memastikannya, komisi akan melibatkan dokter untuk melihat kondisinya. "Tapi, kalau dia sakit, tentu pemeriksaan kami tunda," terangnya.

Seperti diberitakan, skandal pengadaan mobil pemadam kebakaran bermula dari radiogram Depdagri yang diteken Dirjen Otonomi Daerah Oentarto Sindung Mawardi. Isinya, perintah pengadaan mobil pemadam kebakaran bermerek Tohatsu tipe V 80 ASM. Belakangan radiogram itu menjadi pijakan pengadaan mobil pemadam kebakaran dengan mekanisme penunjukan langsung.

Di samping itu, dia juga meneken surat yang ditujukan kepada Dirjen Bea dan Cukai untuk memberikan pembebasan bea masuk pajak dalam rangka impor mobil pemadam kebakaran bermerek Morita. Dua surat tersebut merujuk kepada perusahaan PT Istana Sarana Raya milik Hengky sebagai rekanan.

Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mengatakan bahwa prioritas penanganan skandal pengadaan damkar itu sangat bergantung pada KPK. "Saya kira, semuanya baik. Apa ke pusat dulu atau kepada kepala daerah dulu. Sebab, keberhasilan penerapan strategi bergantung pada KPK sendiri," terangnya.

Dia yakin bahwa penanganan korupsi yang melibatkan para kepala daerah dalam hal pengadaan mobil pemadam kebakaran tidak menimbulkan kepincangan pembangunan. "UU Pemerintahan Daerah itu sudah (mengatur) mekanisme yang jelas. Selama ini tanggung jawab pelaksanaan pemerintahan daerah tidak terpusat di wali kota atau gubernur semata," ujarnya.

Pekerjaan yang harus ditangani, kata Zainal, adalah membuktikan apakah penandatanganan radiogram oleh Oentarto itu benar-benar dilakukan di bawah tekanan Hengky. "Saya kira, kalau ada di bawah tekanan, harus dibuktikan. Meskipun tidak menghilangkan pertanggungjawaban pidana," jelasnya.

Sebab, sebagai pejabat negara, Oentarto seharusnya bisa mengambil sikap atas tekanan yang dihadapi. "Masak pejabat ditekan menurut saja. Seharusnya dia bisa mengambil tindakan, misalnya lapor polisi," ucapnya. (git/iro)

Sumber: Jawa Pos, 22 Juni 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan