KPK Kecewa terhadap Putusan MK; MA Tidak Sampaikan Pernyataan
Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan kecewa atas putusan Mahkamah Konstitusi. Karena, keputusan ini mempersulit penjaringan praktik korupsi yang sudah sedemikian canggih. MK dinilai tidak berhati-hati dalam membuat putusan itu.
Sebab, amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bukan sesuatu yang dimohon oleh Dawud Jatmiko selaku pemohon. Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bidang Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean di Kantor KPK, Jakarta, Kamis (27/7).
Kami bingung mendengar putusan MK. Kok jadi itu yang dipermasalahkan dan itu yang menjadi amar putusan. Saya tidak melihat ada permohonan pemohon atau dalil-dalil yang dikemukakan oleh pemohon dalam permohonannya yang berhubungan dengan pengertian melawan hukum materiil. Namun, mengapa MK memutus apa yang tidak dimohonkan, jelas Panggabean.
Permohonan Dawud Jatmiko adalah Pasal 2 Ayat 1 mengenai frasa dapat merugikan keuangan negara, Pasal 3 menyangkut frasa dapat merugikan keuangan negara, dan Pasal 15 mengenai percobaan. Adapun penjelasan Pasal 2 Ayat 1 yang dimohonkan Dawud menyangkut frasa dapat merugikan keuangan negara yang terdapat dalam kalimat kedua. Namun, rupanya MK memutus sesuatu yang tidak dimohonkan Dawud, yaitu kalimat pertama dalam penjelasan Pasal 2 Ayat 1 UUD 1945.
Tertawa
Kami semua yang hadir, termasuk pengacara pemohon, ketawa dan bengong, kok jadi begini. Putusan MK ini final dan mengikat dan tidak bisa diperbaiki lagi, ujar Panggabean.
Sementara itu, ketika diminta tanggapan tentang keputusan MK tentang Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 kemarin di Jakarta, Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Mariana Sutadi mengatakan, MA tidak akan mengeluarkan sikap atau pernyataan terkait dengan putusan MK itu. Sikap dan pandangan MA akan dituangkan dalam putusan MA atas perkara korupsi mendatang, yang nantinya akan menjadi yurisprudensi tetap dan diikuti untuk kasus-kasus yang lain.
Ahli hukum pidana Universitas Indonesia Prof Indriyanto Seno Adji mengatakan, putusan MK tidak akan berdampak signifikan. Pasalnya, persentase pemidanaan atas dasar perbuatan melawan hukum materiil dalam perkara korupsi relatif kecil. Mayoritas dakwaan yang diajukan jaksa lebih ke perbuatan melawan hukum secara formil. (VIN/ANA)
Sumber: Koran Tempo, 28 Juli 2006