KPK Kecewa Berat; Hakim Tipikor Putuskan Bagir Tak Perlu Bersaksi

Majelis hakim tindak pidana korupsi yang dipimpin Kresna Menon bersikeras tetap menolak Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan menjadi saksi dalam sidang kasus suap di tubuh MA.

Penolakan itu didasarkan hanya pada Surat Edaran Ketua MA Nomor 2 Tahun 1985, meski mereka mengetahui isi ketentuan Pasal 160 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di mana hakim wajib mendengar keterangan saksi yang diajukan penuntut umum, terdakwa, atau kuasa hukum.

Ini terungkap dalam persidangan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (26/4). Penolakan majelis hakim tipikor itu terlontar dalam sidang dengan terdakwa Harini Wijoso, pengacara Probosutedjo. Sidang dilanjutkan 3 Mei 2006.

Secara terpisah, di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, KPK kecewa berat atas keputusan majelis hakim tipikor. KPK memandang, seharusnya majelis hakim melandaskan pada KUHAP, di mana beban pembuktian perkara berada pada jaksa penuntut umum.

Lagi pula, lanjutnya, kedudukan KUHAP jauh lebih tinggi daripada Surat Edaran Ketua MA.

Sesuai dengan KUHAP, jaksa harus mendatangkan saksi dan alat bukti ke dalam persidangan. Seharusnya hakim menerima. Soal penilaian apakah nanti relevan atau tidak, itu sebuah penilaian, kata Panggabean.

Pada akhir persidangan perkara Harini terjadi perdebatan antara Ketua Majelis Hakim Kresna Menon, hakim tipikor yang berasal dari jalur karier, dan jaksa penuntut umum Khaidir Ramly.

Kresna Menon menjelaskan, jaksa penuntut umum tidak perlu menghadirkan para saksi, di antaranya Bagir Manan, Usman Karim, dan Parman Suparman. Kasusnya sudah terputus, jadi tidak ada kaitannya saksi-saksi itu dihadirkan, katanya.

Khaidir Ramly berargumen, berdasarkan KUHAP, beban pembuktian dalam perkara terletak pada jaksa penuntut umum.

Di dalam dakwaan kami terungkap adanya pertemuan antara terdakwa (Harini Wijoso) dan Bagir Manan. Inilah yang akan kami buktikan. Karena itu, kami memandang penting untuk mendengarkan keterangan dari saksi Bagir Manan, kata Khaidir.

Di dalam KUHAP Pasal 160 Ayat 1 Huruf c disebutkan, Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa, penasihat hukum, atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.

Penjelasan itu dibantah Kresna Menon. Memang jaksa penuntut umum memiliki hak, namun majelis hakim juga punya kewenangan menilai saksi-saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum. Saudara penuntut umum bisa melihat SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor 2 Tahun 1985, kata Kresna.

Khaidir mengingatkan majelis hakim bahwa KUHAP jauh lebih memiliki kekuatan hukum dibandingkan dengan SEMA.

Diskors
Mendapat jawaban jaksa tersebut, majelis hakim meminta agar sidang diskors untuk memusyawarahkan keputusan majelis hakim atas permintaan jaksa penuntut umum. Musyawarah dilakukan sekitar 30 menit.

Ketika sidang dilanjutkan, Kresna Menon menyatakan majelis hakim tetap pada pendiriannya, yakni tidak perlu dihadirkan para saksi, di antaranya Bagir Manan, Usman Karim, Parman Suparman, Machnida (istri Usman Karim), dan Rahmi Muliati (mantan askor Bagir Manan).

Majelis hakim yang terdiri dari dua hakim jalur karier, Kresna Menon dan Sutiyono, dan tiga hakim jalur ad hoc, Dudu Duswara, Achmad Linoh, dan I Made Hendra Kusumah, telah memutuskan Bagir Manan dan dua hakim agung lain, Parman Suparman dan Usman Karim, tidak perlu dihadirkan sebagai saksi suap di tubuh MA. (VIN)

Sumber: Kompas, 27 April 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan