KPK Janjikan Tersangka dari DPR

Setelah menetapkan status tersangka kepada tiga pejabat Bank Indonesia (BI), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu dekat bakal menetapkan tersangka baru. Juru Bicara KPK Johan Budi menyebutkan, calon tersangka itu dari kalangan pejabat maupun mantan pejabat BI. Bahkan, sejumlah anggota DPR menjadi target berikutnya.

Kami sudah berhasil mengumpulkan bukti-bukti baru, tapi tidak bisa diungkapkan sekarang. Nanti, kalau sudah saatnya kami beritahukan, ujar Johan kemarin (29/1).

Saat ditanya siapa nama-nama mantan pejabat BI dan anggota DPR yang dimaksud, Johan enggan menyebutkannya. Kalau disebutkan nama-namanya, mereka bisa menghilangkan barang bukti dan jangan-jangan langsung kabur, kelitnya.

Menurut Johan, dalam proses penyidikan ini, KPK akan lebih terfokus pada pengumpulan alat bukti, selain mengumpulkan keterangan dari beberapa tersangka. Siapa pun yang terlibat dalam penyalahgunaan aliran dana itu tidak akan lepas, katanya.

Ketua KPK Antasari Azhar saat ditemui di sela-sela Konferensi Anggota Konvensi Antikorupsi PBB di Nusa Dua, Bali, kemarin, menolak berkomentar banyak atas perkembangan penyelidikan aliran dana BI ke DPR. Alasannya untuk mengamankan barang bukti.

Kalau bla bla, (perkataan, Red) kami itu dimanfaatkan pihak lain untuk menghilangkan barang bukti. Begitu nggak ketemu (barang bukti, Red), Anda marah sama saya, ujarnya.

Merasa didesak terus, mantan direktur penuntutan Kejagung itu lantas menjanjikan membeberkan kasus BI hari ini (30/1) di gedung KPK Kuningan, Jakarta. Untuk itu, dia rela meninggalkan konferensi antikorupsi UNCAC di Nusa Dua, Bali yang berlangsung sampai Jumat (1/2). Karena banyak pertanyaan soal kasus BI, saya akan kembali ke Jakarta siang ini (kemarin, Red), tegasnya.

Kasus aliran dana BI ke DPR kembali menjadi pusat perhatian. Memenuhi janjinya untuk mengumumkan status kasus aliran dana BI ke DPR, pekan ini, KPK pada Senin (28/1), menaikkan status kasus itu dari penyelidikan menjadi penyidikan.

Bukan hanya itu. Gubernur BI Burhanuddin Abdullah bersama dua pejabat BI lain, Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong dan mantan Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simanjuntak, telah ditetapkan KPK sebagai tersangka.

Kasus aliran dana BI mulai mencuat setelah Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution pada 14 November 2006 menyurati ketua KPK saat itu, Taufiequrrachman Ruki. Anwar menyampaikan temuan hasil audit BPK tentang penyalahgunaan dana Rp 100 miliar dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) oleh direksi BI.

Pada 22 Juli 2003 rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada YPPI senilai Rp 100 miliar. Oey yang pada 2003 menjabat deputi direktur hukum menerima langsung dana YPPI itu dari Ketua YPPI Baridjusalam Hadi dan Bendahara YPPI Ratnawati Sari.

Selanjutnya, Oey mencairkan cek dan menyerahkan uang tunai kepada pejabat BI yang saat itu terjerat kasus hukum dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu Gubernur BI Soedradjad Djiwandono, Deputi Gubernur BI Iwan R. Prawinata, dan tiga direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo.

Sisanya, Rp 31,5 miliar, diberikan oleh Rusli Simandjuntak kepada panitia perbankan Komisi IX DPR periode 2003 untuk penyelesaian masalah BLBI dan amandemen UU No 23 Tahun 1999 tentang BI.

Selain dana dari YPPI, BI mengeluarkan uang Rp 15 miliar dari anggaran BI untuk bantuan hukum kepada tiga direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo, yang dikeluarkan pada masa Syahril Sabirin menjabat gubernur BI.

Atas temuan BPK itu, setidaknya ada tiga kasus yang diselidiki KPK. Pertama, pemberian uang Rp 68,5 miliar untuk bantuan hukum. Kedua, aliran dana Rp 31,5 miliar ke anggota DPR. Selain itu, KPK menyelidiki aliran bantuan hukum Rp 15 miliar pada masa kepemimpinan Syahril Sabirin. Hal itu diakui Syahril. Tapi, pria paro baya itu berdalih kebijakan tersebut sesuai Peraturan Gubernur BI Tahun 2002.

Saat dikonfirmasi, Antasari tak mau menyebutkan dalam kasus mana ketiga tersangka dari BI dijerat, serta apa peranan ketiganya. Sikap itu berbeda dengan kebijakan pimpinan KPK sebelumnya yang menyebutkan alasan penetapan sebagai tersangka. Misalnya, adanya dua alat bukti seperti yang disyaratkan KUHAP.

Saya nggak tahu (kebijakan pimpinan KPK sebelumnya, Red). Sekarang pimpinan KPK adalah saya, Jasin (M. Jasin, Red) dan lain-lain, ujarnya dengan nada tinggi, tak mau dibandingkan dengan kepemimpinan terdahulu.

Dia menambahkan, penetapan tiga tersangka tersebut adalah bukti kasus BI tak dihentikan KPK. Hal tersebut, ujar pria berkumis itu, adalah lanjutan dari proses penyelidikan yang dipatok 7 Januari 2008 sampai 21 Januari 2008. Penyelidikan sudah selesai, tambahnya.

Dihubungi terpisah, salah satu pimpinan Badan Kehormatan (BK) DPR RI Gayus Lumbuun mengaku apresiatif terhadap apa yang sudah dilakukan KPK. Hari ini, lanjutnya, pihaknya akan berkoordinasi dengan KPK. Kami minta KPK tak begitu saja menerima pencabutan berita acara pemeriksaan (BAP) Rusli Simanjuntak pada 6 Desember 2007, tambahnya.

Keterangan soal nama-nama anggota DPR yang diduga menerima dana BI akan digunakan BK untuk menindak para anggota DPR. Namun, tambahnya, jika memang ada unsur pidana, pihaknya akan meneruskannya ke KPK. Dengan ditetapkannya tiga tersangka bukan berarti kasusnya selesai. Masih ada tiga anggota dewan gubernur yang perlu dimintai pertanggungjawaban dan satu lagi pihak yang menampung dana, ujar Gayus. Dia tidak mengungkapkan nama-nama pihak yang harus dijadikan tersangka tersebut.

Meski menghargai kemajuan yang dilakukan KPK soal kasus BI, Koordinator Badan Pekerja ICW Teten Masduki mengungkapkan, mestinya KPK memproses semua yang terlibat dalam kasus BI. Apalagi, kebijakan BI bersifat kolegial, pertanggungjawabannya tak bisa dijatuhkan pada beberapa orang. KPK bisa saja dituding tebang pilih, ujar Teten ketika ditemui di BICC.

Apalagi, tambahnya, paling lambat 17 Februari 2008 nama-nama calon gubernur BI harus diserahkan ke presiden. Burhanudin Abdullah sebenarnya masih punya kesempatan menjabat sekali lagi. KPK harus membuktikan penetapan tersangka bukan bagian dari kerja politik terkait pencalonan gubernur BI. Jangan sampai ada tudingan untuk menghantam salah satu calon. Harus diselesaikan secara keseluruhan, termasuk anggota DPR dan mantan pejabat yang menerima aliran dana, tambah pria asal Garut itu. Dia menambahkan, KPK harus membuktikan lembaga tersebut bebas dari politisasi penegakan hukum.

Secara terpisah, pakar hukum pidana Romli Atmasasmita mengungkapkan, seharusnya tak hanya Burhanudin yang jadi tersangka. Hal tersebut sesuai pasal 55 KUHP dan UU 3 Tahun 2004 tentang BI. Otomatis seluruhnya kena. Yang tanda tangan harus jadi tersangka, ujarnya. Dia menambahkan, itu termasuk Ketua BPK Anwar Nasution, yang juga ikut menandatangani keputusan dewan gubernur tersebut.(sof/agm/yun/ein/kim)

Sumber: Jawa Pos, 30 Januari 2008
------
Badan Kehormatan Siapkan Sanksi untuk Anggota DPR

Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat akan menyiapkan sanksi bagi anggota Dewan yang menerima aliran dana dari Bank Indonesia (BI). Hasil penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi akan kami jadikan acuan pengusutan pelanggaran etika, kata Ketua Badan Kehormatan DPR Irsyad Sudiro kepada Tempo kemarin.

KPK telah menetapkan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong, dan mantan Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simanjuntak sebagai tersangka aliran dana bank sentral senilai Rp 100 miliar.

Berdasarkan pemeriksaan Badan Kehormatan DPR terhadap Rusli; Oey; dan pengurus Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI), Asnar Ashari, kata Irsyad, beberapa waktu lalu diperoleh informasi BI pernah menggelontorkan Rp 68,5 miliar untuk bantuan hukum lima pejabat BI. Sedangkan Rp 31,5 miliar digunakan untuk diseminasi bantuan likuiditas BI.

Menurut Irsyad, dana Rp 31,5 miliar itu dialirkan untuk 22 kegiatan bersama antara BI dan anggota Komisi Keuangan DPR.

Pekan ini, katanya, Badan Kehormatan DPR akan menggelar rapat internal. Badan Kehormatan DPR juga akan mengutus tim khusus untuk mencari informasi hasil penyidikan KPK itu. Kalau di ranah hukum sudah ada penyebutan nama anggota DPR, kami tinggal menetapkan pola sanksinya, ujarnya.

Pengusutan adanya aliran dana BI ke anggota Komisi Keuangan DPR periode 1999-2004 ini berawal dari aduan Koalisi Penegak Citra Parlemen ke Badan Kehormatan DPR. Dalam aduan itu, mereka mengatakan terdapat 16 anggota DPR periode 1999-2004 dari enam fraksi yang ikut menikmati dana tersebut.KURNIASIH BUDI

Sumber: Koran Tempo, 30 Januari 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan