KPK Ingin Benahi Sistem Birokrasi
Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya menangkap orang yang diduga korupsi, namun hendak memperbaiki sistem birokrasi, terutama menyangkut pelayanan publik dan penerimaan negara. Demikian dikatakan Ketua KPK Taufikurrahman Ruki, Sabtu kemarin, dalam sebuah diskusi di Jakarta.
Dia mengatakan, kinerja KPK tidak boleh berdasarkan pada pemberantasan korupsi, sebab bila kinerja KPK hanya di seputar pemberantasan korupsi akan sia-sia belaka. ''Jadi, jangan berpikiran KPK turun mau menangkap orang, sebab KPK selalu berpikir bagaimana memperbaiki sistemnya sehingga sistem pemerintahan benar-benar terbebas dari korupsi,'' katanya.
Saat ini pembenahan sistem sudah menjadi tugas utama dari KPK, sebab KPK ingin meningkatkan pelayanan publik dan mencegah kebocoran yang tinggi pada penerimaan negara. ''Kita sama-sama mengetahui, korupsi sudah menjadi budaya yang mengakar kuat di masyarakat. Jadi, bila KPK hanya menangkap dan memenjarakan seorang koruptor tanpa memperbaiki sistem, maka sampai kapan pun korupsi akan tetap ada,'' tambah Ruki.
Saat ini pihaknya sedang membina sumber daya manusia di KPK, terutama pada peningkatakan kemampuan pelayanan publik di bidang birokrasi. ''Kami melakukannya dengan merit system sehingga harus ada reward dan punisment yang jelas. Jangan seperti PNS saat ini tidak jelas reward dan punisment-nya dalam sistem birokrasi di pemerintahan.''
Dan untuk mewujudkan semua itu, pihaknya menyusun dan membahas rancangan peraturan pemerintah dengan Menteri Pendayagunaan Apartur Negara (Menpan) Taufik Effendi tentang manajeman sumber daya manusia di KPK. ''Karena sudah final, kami serahkan kepada menteri untuk diproses sesuai dengan prosedur,'' ujarnya.
Perpu tersebut, lanjut Ruki, diharapkan akan menjadi semacam pilot project untuk reformasi birokrasi, terutama pada aspek pembinaan sumber daya manusia. ''Jadi, ini tidak berkaitan dengan penandatanganan MoU dengan pihak kejaksaan beberapa waktu lalu.''
Seperti diberitakan, Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin dan Menpan Taufik Effendi, Jumat lalu, mendatangi KPK untuk membahas soal pembenahan sistem dan sumber daya manusia di KPK. Dalam pembahasan selama 15 menit tersebut, Menpan mengatakan, belum mengesahkan rancangan perpu, sebab masih ada beberapa hal yang belum menemukan titik terang. ''Pembahasan perpu itu supaya KPK mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,'' kata Menpan.
Masih Sporadis
Sementara itu Nahdlatul Ulama (NU) menilai, pemberantasan korupsi di Indonesia berkesan kurang sistematis dan masih sporadis. Ketua Umum PB NU KH Hasyim Muzadi, Sabtu (10/12), di Semarang menjelaskan, pihaknya melihat pemberantasan korupsi tersebut baru sebatas bottom, sedangkan up-nya belum tersentuh.
''Pemberantasan di tingkat bottom (lapisan bawah) memang dilakukan, tapi up-nya (lapisan atas) belum. Evaluasi NU seperti itu,'' kata dia di Semarang.
Artinya, dia menjelaskan, kalau pemberantasan korupsi itu tidak sampai ke puncaknya, kelak akan menjadi masalah.
Sebab, orang yang kena hukuman akan merasa sedang apes saja, bukan lantaran merusak sendi ekonomi negara atau justru dianggap sebagai injustice karena kasus yang gede-gede tidak disentuh.
''Yang triliunan ke atas kok tidak kena, tapi yang kasusnya sekitar Rp 2 miliar diproses. Iitu saja uangnya dibagi kepada orang banyak sehingga setiap orang mendapat Rp 60-an juta,'' kata dia mencontohkan. (aih, G17,H9-23,49nt)
Sumber: Suara Merdeka, 12 Desember 2005