KPK Harus Usut Dugaan Korupsi di Mabes Polri

-saatnya KPK mendorong pemberantasan korupsi dan reformasi ditubuh POLRI-
Pernyataan Pers Bersama

Upaya penuntasan kasus rekening yang mencurigakan milik sejumlah perwira tinggi (pati) Mabes Polri sepertinya tidak lagi memiliki harapan ketika ditangani oleh internal kepolisian. Kasus 15 rekening Pati Mabes Polri yang dulu sempat mencuat ke permukaan hingga hari ini tidak ada penjelasan tindak lanjutnya.

Demikian halnya, belum lama ini Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol Ito Sumardi yang ditugaskan Kapolri mengusut dugaan rekening fantastis tersebut mengatakan, uang Rp95 miliar dalam rekening milik BG, salah satu Pati Polri berasal kegiatan legal dan tidak melanggar hukum.

Hasil klarifikasi yang dilakukan oleh Kepolisan terhadap temuan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) patut untuk dipertanyakan. Hasil pemeriksaan menyebutkan bahwa rekening yang mencapai 95 miliar benar adanya. Padahal sebelumnya Mabes telah menyangkal tidak ada patinya yang memiliki rekening sebesar itu.

Yang terpenting dalam laporan masyarakat terletak pada transaksi yang terjadi dalam rekening tersebut bukan jumlahnya. Saat ini belum ada kejelasan terkait bagaimana pemeriksaan atau klarifikasi itu dilakukan, kapan dan berapa besaran nilai transaksinya. Publik menilai proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Mabes tidak tranparan dan akuntabel. 

Terkait dengan hasil pemeriksaan pihak Mabes Polri khususnya terhadap rekening yang mencurigakan atas nama BG ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

BG, Tidak melaporkan harta kekayaan secara benar kepada KPK
Pengaturan terkait Laporan Harta Kekayaan Penyelengara Negara terletak di tiga Undang-Udang, yaitu UU No. 28/99 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN,  UU No. 31/99 jo UU No.20/2001 tentang Tipikor dan UU No.30/2002 tentang KPK. Ketiga Undang-Undang tersebut memberikan ketentuan tentang siapa yang wajib melaporkan harta kekayaan, kepada siapa laporan tersebut diberikan dan sejauhmana kewenangan KPK untuk melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara (pasal 13 huruf a UU No.30/2002).

Menurut UU No 28 tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, Pasal 5 angka 3, Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat. Penyelenggara Negara meliputi; Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam penjelasan disebutkan bahwa pejabat lain yang memiliki fungsi strategis termasuk dengan kepolisian. Artinya, berdasarkan UU ini anggota kepolisian merupakan Penyelenggara Negara dan oleh karenanya, melekat kewajiban melaporkan LHKPN. (berdasarkan pasal 69 ayat 1 UU tentang KPK, LHKPN dilaporkan kepada KPK).

Terkait klarifikasi yang disampaikan POLRI, rekening 95 miliar yang dimiliki salah satu Pati POLRI dianggap legal karena diperoleh dengan cara yang sah. Jika benar uang tersebut diperoleh dengan cara yang sah, maka ada konsekuensi untuk melaporkan ke KPK. Berdasarkan catatan LHKPN KPK pertanggal 10 Maret 2009, total kekayaan pati yang dimaksud hanya senilai Rp 4.684.153.542,00 sehingga ada gap yang begitu besar dengan nilai yang terdapat dalam rekening. Boleh jadi, Pati POLRI yang dimaksud tidak melaporkan seluruh harta kekayaannya. Walaupun dalam ketiga aturan tadi tidak ada sanksi yang tegas. Tetapi, kondisi ini menjadi fakta ketidakpatuhan dan pelanggaran terhadap undang-undang serta kode etik kepolisian.

Dugaan gratifikasi
Berdasarkan UU Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi terjadi pegawai negeri atau penyelengara Negara, menerima gratifikasi, yang berhubungan dengan jabatan atau bertentangan dengan tugasnya,  penerima gratifikasi tersebut tidak dilaporkan ke KPK Sejak diterimanya gratifikasi. (Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001).

Berdasarkan dokumen LHKPN milik BG dalam Berita Negara 10 Maret 2009, sejumlah rekening tersebut tidak tercantum dalam LHKPN, atau bentuk pertambahan kekayaan. Padahal sejumlah transaksi sudah terjadi sejak tahun 2006. Artinya, penambahan kekayaan tersebut tidak dilaporkan secara benar kepada KPK.

Dengan demikiam, bahwa transaksi yang mencurigakan dalam rekening milik BG telah memenuhi pasal gratifikasi sebagaimana dimaksud pasal 12 B dimana Penyelenggara Negara tidak melaporkan pemberian dari pihak lain  Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.

Berdasarkan uraian tersebut, maka kami meminta KPK :

  1. Melakukan pengusutan terhadap sejumlah rekening milik Pati Polri (temasuk BG) yang dinilai mencurigakan dan berasal dari gratifikasi.
  2. Mengambil alih penanganngan kasus rekening Pati Polri yang mencurigakan tersebut dari Mabes Polri dan bekerja sama dengan PPATK. Hal ini didasarkan pertimbangan karena tidak ada satupun laporan PPATK soal rekening Pati Polri yang mencurigakan, berhasil dituntaskan oleh internal Polri sendiri. 
  3. Memprioritaskan penuntasan kasus korupsi di tubuh aparat penegak hukum khususnya ditubuh kepolisian. Langkah ini penting untuk mendorong pembersihan dari praktek korupsi  sekaligus mendorong  reformasi di tubuh Polri.

Koalisi Masyarakat Untuk Reformasi Polri

Bambang Widodo Umar, Danang Widoyoko, Tama S Langkun (ICW), Asram (PERAK) 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan