KPK Harus Tetap Ada
Dianggap belum maksimal menggunakan wewenangnya.
Dukungan terhadap eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi semakin deras mengalir. Kali ini dukungan muncul dari Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional di Majelis Permusyawaratan Rakyat Patrialis Akbar dan dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Rudi Satrio.
Mayoritas masyarakat masih mendukung KPK, kata Patrialis dalam dialog publik bertema KPK, Antara Ada dan Tiada di restoran Mario's Place, Jakarta, Sabtu lalu. Diskusi yang digelar oleh Ramako FM dan harian Media Indonesia ini juga menghadirkan pembicara Rudi Satrio dan Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK Muhammad Yasin.
Patrialis menjelaskan permohonan uji materi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 30 Tahun 2002 kepada Mahkamah Konstitusi hanya keinginan segelintir orang. Di sisi lain, KPK masih didukung oleh khalayak, sehingga lembaga itu harus dipertahankan untuk memberantas korupsi di Indonesia. Selama korupsi ada, KPK harus tetap ada.
Gerakan melawan serangan balik koruptor belakangan ini marak menjelang putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan uji materi terpidana perkara korupsi di Komisi Pemilihan Umum, Mulyana W. Kusumah dan Nazaruddin Sjamsuddin, serta terpidana perkara korupsi dalam proyek Pelabuhan Tual, Maluku, bekas Sekretaris Direktur Jenderal Hubungan Laut Departemen Perhubungan Tarcisius Walla.
Mereka antara lain mempersoalkan kewenangan KPK menyadap pembicaraan telepon tersangka korupsi dan keberadaan KPK. Gerakan antiserangan balik koruptor disokong oleh sejumlah tokoh dan akademisi yang tergabung dalam Forum Experts Meeting. Para tokoh ini menemui sejumlah lembaga, seperti KPK dan partai politik, untuk meminta dukungan dalam melawan koruptor.
Menurut Muhammad Yasin, posisi KPK sudah sah dan legal, yakni sebagai lembaga independen yang memberantas korupsi tanpa pilih-pilih. Ia mengeluhkan upaya-upaya sistematis untuk menghilangkan KPK. Kalau kami kalah, reputasi KPK bisa jatuh, ujar Yasin.
Adapun Rudi Satrio berpendapat posisi KPK dalam mengusut kasus-kasus korupsi tergolong biasa-biasa saja. Ia menganggap penyadapan dan pengintaian terhadap para tersangka adalah aktivitas wajar penegak hukum. Justru KPK belum memaksimalkan fasilitas dan wewenang yang mereka miliki, katanya. Mustafa Moses
Sumber: Koran Tempo, 20 November 2006