KPK Harus Rekrut Penyidik Independen

Rilis Media

Selama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih tidak mampu merekrut penyidik sendiri, selama itu pulalah KPK tersandera dan tidak benar-benar independen. Dengan kata lain, meskipun Pasal 3, Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK menegaskan bahwa KPK adalah lembaga independen yang bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, sesungguhnya tidak demikian kenyataanya. Karena saat ini fungsi utama KPK untuk membongkar kasus korupsi justru dapat dikontrol dan dikuasasi oleh lembaga lain. Sehingga, tidak berlebihan jika dinyatakan KPK sedang tersandera.

Menunda masalah

Penarikan empat penyidik KPK adalah salah satu contoh kongkrit keberadaan lembaga KPK yang serba sulit dan tidak begitu independen. Disaat KPK sedang membutuhkan tenaga penyidik yang integritasnya telah teruji sejak pertama kali KPK ada, Kepolisian justru ingin menarik kembali para penyidik.

Meskipun akhirnya KPK berhasil mempertahankan 4 orang tersebut, hal itu bukanlah berarti kemenangan bagi  KPK, apalagi kemenangan pemberantasan korupsi. Karena, sesungguhnya KPK hanya sedang menunda masalah yang lebih besar. Terutama, lantaran disain kelembagaan KPK selamanya tetap akan rapuh jika lembaga ini tidak benar-benar bisa memastikan loyalitas dan kesetiaan pegawainya hanya pada KPK.

Hal ini bukan saja soal bagaimana memperkuat KPK. Akan tetapi, jauh lebih penting, agar pemberantasan korupsi yang sempat terseok-seok saat ini menjadi lebih keras dan optimal. Ditengah masalah mafia hukum yang melibatkan sejumlah polisi, jaksa dan hakim, rasanya tanpa penguatan KPK, Indonesia akan kembali pada abad kegelapan yang dikuasai para koruptor. Apalagi, sejumlah gejala pemusatan kekuasaan politik dan bisnis juga telah terjadi. Sehingga, jika kita terlambat membenahi dan memperkuat landasan hukum pemberantasan korupsi, kekuataan yang anti dengan pemberantasan korupsi akan semakin sempurna.

Penguatan KPK dan landasan pemberantasan korupsi yang paling masuk akal dan urgent saat ini adalah, bagaimana KPK memiliki penyidik independen. Tepatnya, tenaga investigator atau penyidik yang direkrut, dididik, dan dikelola sendiri oleh KPK. Dengan loyalitas yang penuh pada KPK. Bukan justru diminta dari lembaga penegak hukum lain, yang punya konsekuensi kesetiaan ganda. Atau, kalaupun penyidik independen tersebut berasal dari lembaga penegak hukum lainnya, maka statusnya adalah pegawai tetap KPK, sehingga tidak bisa seenaknya ditarik oleh lembaga asal.

Tapi, apakah peraturan perundang-undangan yang ada memungkinkan bagi KPK menrekrut penyidik sendiri? Banyak pihak yakin, KPK berwenang. Akan tetapi beberapa kalangan cenderung mengatakan meragukannya, termasuk pimpinan KPK saat ini. Perbedaan pandangan ini, seharusnya dilihat dan diukur berdasarkan kepentingan yang jauh lebih besar, yaitu kepentingan pemberantasan korupsi dan perlindungan hak asasi manusia yang dirugikan akibat praktek korupsi yang merajalela di Indonesia.

Penyidik independen bagi KPK, adalah pilihan yang paling masuk akal untuk kepentingan pemberantasan korupsi tersebut. Sehingga, pihak yang menentang atau tidak setuju dengan usulan penyidik independen untuk KPK, patutlah dilihat sebagai kalangan yang anti dengan pemberantasan korupsi, anti dengan penguatan KPK, dan musuh dari upaya melindungi hak asasi manusia yang dirugikan oleh korupsi.

Sejumlah aturan dan konstruksi hukum di UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK sebenarnya memberi kemungkinan atau ruang yang cukup bagi penyidik independen KPK. Beberapa diantaranya adalah:
1.    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 012-016-019/PUU-IV/2006
MK menyebut KPK sebagai lembaga yang penting secara konstitusional (constitutionality important) dan termasuk lembaga yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, seperti diatur di Pasal 24 ayat (3) UUD 1945.

MK sesungguhnya menegaskan, keberadaan KPK dan penguatan lembaga ini sesuai dengan apa yang dikehendaki konstitusi. Apalagi disebutkan juga, bahwa KPK sangat bernilai untuk menjamin dan menegakkan hak asasi manusia, khususnya hak atas ekonomi, sosial dan budaya jutaan rakyat Indonesia yang dirugikan dan terancam akibat korupsi.

2.    Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK
a.    Prinsip indendensi KPK
Pasal 3 UU KPK mengatur: “KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh manapun”

Sesuai dengan Pasal 6  butir (d), salah satu tugas KPK adalah melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi. Sehingga, apapaun yang membuat KPK tidak independen dalam melakukan tugas tersebut, jelas bertentangan dengan prinsip dasar independensi KPK. Seperti penyidik yang berasal dari Polri, membuat KPK tidak bisa bekerja secara independen, apalagi jika menangani kasus korupsi yang terkait dengan lembaga kepolisian tersebut.

b.    Pimpinan KPK adalah Penyidik dan Penuntut Umum.
Jika Pasal 21 ayat (4) UU KPK dibaca secara cermat, ternyata UU menegaskan kewenangan penyidik dan penuntut umum yang tidak dimonopoli oleh institusi tertentu. Penyidik tidaklah monopoli Kepolisian, dan demikian juga dengan penuntut umum. Karena setiap pimpinan KPK diberi kewenangan Penyidikan dan Penuntutan. Hal ini membantah secara tegas banyak pendapat yang mengatakan penyidik harus dari kepolisian. Dalam tataran praktek kewenangan penyidik ini tentu bisa dilaksanakan dan didelegasikan oleh staff atau pegawai yang direkrut sendiri oleh KPK.

c.    Istilah “Penyidik KPK”

  • Baik UU KPK, KUHAP ataupun Undang-undang tentang Kepolisian tidak pernah mengatakan bahwa Kepolisian adalah satu-satunya penyidik tindak pidana. Bahkan di beberapa lembaga lain, seperti Pajak, Kehutanan, Bea Cukai, Pertambangan dan bahkan Lingkungan Hidup mengenal konsep Penyidik PPNS (bukan dari kepolisian).
  • UU KPK bersifat Lex Specialis terhadap KUHAP. Hal ini disebutkan secara tegas pada Pasal 38 ayat (2) UU KPK. Diatur, ketentuan pada Pasal 7 ayat (2) KUHAP tidak berlaku bagi penyidik tindak pidana korupsi KPK.

Sedangkan Pasal 7 ayat (2) KUHAP adalah pasal yang mengatur bahwa penyidik PPNS dibawah koordinasi dan pengawasan Kepolisian. Artinya, UU KPK menegaskan, bahwa penyidik di KPK lepas dari koordinasi dan pengawasan atau hubungan dengan Kepolisian. Dengan kata lain, dimungkinkan adanya penyidik KPK yang bukan dari kepolisian dan lepas dari kepolisian.

  • Pasal 45 UU KPK juga lebih menegaskan, bahwa PENYIDIK adalah Penyidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK. Rumusan ini sama persis dengan Pasal 43 yang mengatur tentang PENYELIDIKAN. Sementara kita ketahui, saat ini KPK sudah merekrut PENYELIDIK sendiri. Hal ini tentu bisa berlaku sama untuk PENYIDIK.

    Tidak ada penyebutan PENYIDIK KPK harus dari kepolisian. Hal ini snagat berbeda dengan PENUNTUT yang harus berasal dari unsur JAKSA. Seperti diatur pada Pasal 51 ayat (3) UU KPK.

3.  Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen SDM KPK
Pasal 3 PP 63 tahun 2005 ini mengenal istilah Pegawai Tetap, yang didefenisikan, pegawai yang memenuhi syarat dan diangkat oleh Pimpinan KPK melalui proses seleksi. Hal ini berarti:

  1. Eksistensi atau keberaan Pegawai Tetap diakui oleh peraturan perundang-undangan, sehingga jika KPK mempunyai penyidik sendiri, maka penyidik tersebut masuk kategori pegawai tetap.
  2. Pendapat yang sering mengatakan KPK tidak dapat merekrut penyidik independen karena KPK bersifat Ad Hoc, tidaklah benar.
  3. Tidak ada hubungan antara sifat kelembagaan dengan penyidik yang diperkerjakan di KPK.

Dari penjelasan dasar hukum serta realitas kebutuhan kita tentang pemberantasan korupsi dan KPK yang lebih kuat, maka usulan agar KPK mempunyai PENYIDIK INDEPENDEN sangat memungkinkan. Dan, tidak dibutuhkan revisi atau perubahan undang-undang untuk mengakomodir ide penyidik independen ini. Sehingga seharusnya KPK tidak perlu ragu untuk melakukan proses rekruitmen dan pembangunan kelembagaan untuk menampung penyidik Independen tersebut. Agar ke depan lembaga ini tidak terus menerus disandera oleh kepentingan pihak lain yang masuk dan mempengaruhi KPK melalui berbagai pintu. Penyidik yang berasal dari luar adalah salah satu pintu yang sangat melemahkan, mengancam independensi dan menyandera KPK.

Selain itu, dalam koridor memberantas mafia hukum, maka pembentukan penyidik independen adalah salah satu jalan keluar. Kepolisian dan Kejaksaan dinilai hampir tidak mungkin membersihkan dirinya sendiri. Perlu lembaga lain yang kuat, dan didukung secara politik untuk melakukan pembersihan dan menjerat pada mafioso hukum tersebut.

Oleh karena itu, kami meminta:

  1. DPR, Presiden, Mahkamah Konstitusi dan semua pihak untuk mendukung usulan pembentuka Penyidik Independen KPK;
  2. KPK segera menyiapkan strategi dan pembentukan kelembagaan untuk merekrut dan memfungsikan penyidik independen;
  3. Lembaga internasional mencermati kebutuhan KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia, khususnya penguatan KPK melalui penyidik independen.

Jakarta, 16 Mei 2010

 
LAMPIRAN: Konferensi Pers: Mendorong Penyidik Independen KPK. Minggu, 16 Mei 2010
--------------------------------

 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan