KPK Harus Lebih Fokus dan Efisien
Komisi Pemberantasan Korupsi perlu lebih fokus dan efisien sehingga dapat bekerja maksimal meski fasilitasnya terbatas. Komisi tersebut harus lebih selektif memilih kasus yang diusut dan memaksimalkan fungsi supervisi.
Demikian disampaikan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Boyamin Saiman dan Danang Widoyoko dari Indonesia Corruption Watch, Senin (27/10) di Jakarta.
Mereka menanggapi kurangnya fasilitas seperti ruang pemeriksaan karena kasus yang ditangani KPK semakin banyak (Kompas, 27/10).
Terkait dengan kebutuhan ini, Kamis pekan lalu anggota DPR, Setya Novanto dan Jhony Allen, datang ke KPK untuk melihat kondisi kantor komisi itu. Jhonny mengatakan, kantor KPK memang kurang ideal karena awalnya diperuntukkan sebagai bank.
Menurut Boyamin, keberadaan KPK telah menumbuhkan gairah baru dalam masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Namun, kekuatan komisi ini terbatas, demikian juga sarananya.
”KPK perlu lebih strategis bertindak, misalnya dengan tidak mengulang pengusutan kasus yang modelnya sama, sehingga untuk kasus korupsi APBD tidak perlu semuanya diusut, cukup satu atau dua kasus sebagai contoh. Setelah itu biarkan kejaksaan atau kepolisian yang melakukannya. KPK cukup melakukan supervisi. KPK baru turun tangan jika ada masalah dalam pengusutannya,” papar Boyamin.
Pengusutan kasus korupsi APBD sudah dimulai KPK sejak dipimpin Taufiequrrahman Ruki. Saat ini setidaknya ada dua kasus serupa yang tengah diusut, yaitu yang terjadi di Kabupaten Yapen Waropen, Papua, dan Kota Manado, Sulawesi Utara.
Dengan melimpahkan kasus seperti dugaan korupsi APBD ke kejaksaan atau kepolisian, berarti KPK telah ikut memberdayakan lembaga itu.
Jika KPK tidak dapat mendorong lembaga hukum lain untuk bekerja lebih baik, menurut Danang, berarti komisi itu telah gagal melakukan fungsi supervisi dan pengawasan.
Setelah menyerahkan sejumlah kasus korupsi ke penegak hukum lain, KPK akan memiliki lebih banyak energi untuk menangani kasus yang lebih strategis dan rumit. Misalnya dugaan aliran dana Rp 100 miliar dari BI, yang antara lain ke anggota DPR dan kejaksaan, atau dugaan suap yang dilaporkan anggota DPR, Agus Condro Prayitno.
”Di awal tugasnya, KPK pimpinan Antasari Azhar amat cepat mengusut kasus-kasus yang strategis. Namun, belakangan ini mereka seperti agak kendur, kembali mengusut kasus-kasus klasik seperti korupsi APBD,” ucap Danang. (NWO)
Sumber: Kompas, 28 Oktober 2008