KPK Harus Cekal Pejabat Kemenlu yang Diduga Terlibat Korupsi

- Kemenlu Tidak Mendukung Upaya Pemberantasan Korupsi-

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) berulang kali menyatakan akan memberikan sanksi terhadap semua aktor yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi tagihan biaya tiket (refund ticket) perjalanan dinas di institusinya. Namun hingga saat ini Kemenlu secara resmi tidak juga mempublikasikan jumlah dan nama-nama yang telah dijatuhkan sanksi sesuai hasil pemeriksaan Inspekstorat Jenderal Kemenlu.

Hal tersebut tentu sangat disesalkan karena ketika persoalan korupsi telah menjadi persoalan publik, seharusnya Kemenlu segera mengambil langkah cepat melakukan pemeriksaan dan mengumumkannya kepada publik secara transparan kemudian merekomendasikannya ke penegak hukum.

Menurut informasi yang didapatkan Indonesia Corruption Watch, Kemenlu hanya memberikan sanksi administratif/ disiplin pegawai negeri berupa penurunan pangkat dan pencopotan jabatan kepada 3 (tiga) pejabat level menengah sesuai PP 30 Tahun 1980.

Sedangkan pajabat tinggi setingkat eselon I dan II yang diduga mendapat aliran dana taktis tiket Diplomat tidak diberikan sanksi apapun, bahkan terindikasi salah seorang diantaranya (IC) akan ditempatkan/ ditugaskan sebagai Duta Besar di China. Dua pejabat yang diberikan sanksi administrative kabarnya juga akan ditempatkan ke luar negeri. DHM selaku Irjen Kemenlu yang melakukan pemeriksaan internal dan merupakan saksi kunci dalam kasus ini juga akan segera ditempatkan sebagai Duta Besar di Kanada.

Sanksi administrative –terhadap 3 pejabat di Kemenlu- yang masih tergolong ringan jelas tidak memberikan efek jera dan menimbulkan kesan lembaga ini  sangat permisif terhadap perilaku korupsi yang dilingkungannya. Kondisi ini akan menjadi preseden buruk dan membuka peluang kasus korupsi serupa akan terjadi dikemudian hari. Hukuman hanya mencopot jabatan juga tidak masuk akal untuk skandal korupsi yang telah menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp 20 miliar dan memalukan institisi Kemenlu sepanjang sejarah. Seharusnya mereka yang terlibat diganjar hukuman pemecatan dan Kemenlu melanjutkan kasusnya ke proses hukum karena indikasi korupsi.  

Pada sisi lain penugasan keluar negeri para pejabat yang diduga terlibat dengan alasan apapun jelas tidak dibenarkan karena akan menghambat proses penegakan hukum baik penyelidikan dan penyidikan. Jika pihak Kemenlu tidak melakukan upaya penundaan penempatan saksi kunci atau pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini padahal sudah ada proses hukum yang berjalan maka pihak yang memberikan persetujuan penempatan tersebut dapat dijerat dengan tindak pidana korupsi menghalangi proses pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 2 Tahun 2001).

Dalam pasal 21 disebutkan “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”

Berbagai upaya yang telah dilakukan Kemenlu sejauh ini lebih mengarah pada perlindungan para pejabat demi nama baik institusi ketimbang pada mendukung upaya penegakan hukum (law enforcement). Oleh sebab itu, reformasi birokrasi yang bebas dari korupsi sepertinya sangat sulit diharapkan terjadi di institusi tersebut.

Belajar dari pengalaman pahit dalam kasus korupsi di KBRI Bangkok yang akan dihentikan oleh Kejaksaan Agung dan potensi adanya intervensi dari Eksekutif dan salah satu anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) maka kami meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan upaya mengambil alih dan percepatan penanganan kasus korupsi tagihan tiket maupun gratifikasi di Kemenlu. Tindakan ini sangat dibutuhkan untuk menciptakan kepastian hukum sekaligus agar tidak mengganggu kinerja institusi Kemenlu secara keseluruhan.

Oleh karena itu kami mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi segera menggunakan kewenangan yang dimiliki sesuai Undang-Undang No  30 Tahun 2002, pasal 12b yaitu melakukan pencekalan pejabat yang diduga terlibat untuk berpergian keluar negeri  agar pengumpulan bukti-bukti dan pengumpulan keterangan tidak terganggu oleh jarak dan waktu. 

Jakarta, 21 Februari 2010
Indonesia Corruption Watch

Agus Sunaryanto (Koordinator Divisi Investigasi ICW : 08128576873)
Emerson Yuntho (Wakil Koordinator ICW : 081389979760)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan