KPK Hanya Bisa Imbau Capres Perbarui Data Kekayaannya (10/6/04)

JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) mengaku hanya bisa mengimbau agar setiap kandidat presiden dan wakil presiden memutakhirkan data kekayaan mereka. Menurut Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, komisinya tidak berwenang memaksa mereka menyerahkan laporan kekayaan yang terbaru.

KPK akan sangat senang jika ada kesukarelaan dari para capres dan cawapres untuk memberikan data mutakhir pada laporan kekayaan mereka, katanya kepada Koran Tempo tadi malam.

Ringkasan harta kekayaan kandidat presiden dan wakilnya yang dilansir KPK pada akhir bulan lalu ada yang berdasarkan laporan 2001, meski ada juga yang berdasarkan laporan 2004. Megawati Soekarnoputri, Amien Rais, Siswono Yudohusodo, Hamzah Haz, dan Agum Gumelar menyerahkan data kekayaan 2001. Sedangkan laporan kekayaan Wiranto, Salahuddin Wahid, Hasyim Muzadi, Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla tercatat data 2004.

Meski anggota Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara Petrus Selestinus mengaku telah memutakhirkan laporan kekayaan Megawati dan Hamzah pada 2003, Erry mengaku belum mengetahuinya. Saya belum lihat (data) itu, katanya. Erry kemudian berjanji akan mengeceknya.

Saat ini, menurut dia, KPK tengah menyusun dan membahas rekapitulasi harta kekayaan masing-masing kandidat. Dengan begitu, akan mudah bagi masyarakat untuk memberi tanggapan maupun pelaporan atas kekayaan para kandidat presiden dan wakil presiden. Jika rekapitulasi perincian itu selesai dikerjakan, katanya, KPK akan mengumumkannya kepada publik.

Tahapan selanjutnya, seperti telah dikemukakan Erry sebelumnya (Koran Tempo, 9/6), KPK akan melakukan pemeriksaan fisik atas kekayaan setiap kandidat. KPK mengaudit seluruh laporan kekayaan mereka. Audit, katanya, akan dibantu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Kami dibantu 21 auditor, katanya.

Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) beberapa hari lalu, KPK dapat bekerja sama dengan Direktorat Perpajakan untuk mengaudit kekayaan setiap kandidat. Namun, Direktur Jenderal Pajak Hadi Purnomo mengoreksi usulan ICW. Kami tidak mempunyai wewenang melakukan audit terhadap kekayaan capres dan cawapres, ujarnya kemarin.

Hadi menjelaskan, berdasarkan Undang-undang Perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak hanya diperbolehkan memeriksa wajib pajak dengan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang bermasalah. Berdasarkan tata cara pemeriksaan di Undang-Undang Perpajakan disebutkan, wajib pajak diperiksa kalau dia punya SPT yang belum dibayar. Kewenangan Dirjen Pajak hanya itu--yang lainnya bukan, Hadi menegaskan.

Walaupun beberapa pihak menilai nilai kekayaan lima pasang kandidat presiden dan wakilnya sangat besar, Hadi tidak ambil pusing. Kalau dia sudah membayar SPT-nya, ya, nggak boleh kami periksa. Nggak boleh itu.

Dia menampik jika dikatakan bahwa Direktorat Jenderal Pajak hanya mementingkan pembayaran SPT tanpa mencari tahu dari mana asal kekayaannya. Bagaimana kami tahu kekayaan mereka melambung? Apa Anda tahu? Kami nggak tahu juga. Jadi, semua harus dikembalikan kepada UU Perpajakan, katanya.

Menurut Erry, kerja sama dengan instansi pajak akan dilakukan dalam hal meminta konfirmasi. Maksudnya, jika ditemukan kejanggalan dalam laporan pajak kandidat presiden dan wakilnya, di sinilah KPK meminta konfirmasi ke Direktorat Jenderal Pajak.
(sukma/da candraningrum)
sumber: Tempo

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan