KPK Gagal Usut Korupsi Pejabat Negara

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai gagal mengusut tuntas dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat negara. KPK harus menjelaskan kepada publik mengenai ketidakjelasan tindaklanjut penanganan dugaan korupsi sejumlah pejabat negara.

 Presentasi evaluasi kinerja KPK

"Selama ini, KPK sama sekali tidak menjelaskan kepada publik mengapa pejabat negara yang diduga terlibat korupsi, tidak jelas penanganannya. Itu yang membuat upaya pemberantasan korupsi kita melemah," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah di Jakarta, kemarin (17/5).  

Menurut dia, ketidakjelasan dugaan korupsi yang melibatkan pejabat negara dapat dilihat dari penanganan kasus aliran dana Bank Indonesia (BI) senilai Rp21,5 miliar diduga melibatkan Menteri Kehutanan MS Kaban, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzzetta. Dalam kasus itu juga diduga kuat melibatkan mantan Deputi Senior BI yakni Miranda Gultom dan Anwar Nasution. Namun, kedua pejabat tersebut sama sekali tidak disentuh KPK.

Menurut Febri, kasus aliran dana BI dakwaannya bersifat kolektif. Pengakuan terdakwa aliran dana BI di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yakni mantan anggota Komisi IX DPR Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yamdhu, mengindikasi kuat jika sejumlah pejabat negara menerima aliran dana BI.

"Seharusnya, KPK dibuka di pengadilan. Harus dijelaskan. Karena itukan dakwaannya bersama-sama. Tetapi kok KPK tidak memeroses sehingga menimbulkan ketidakadilan," ujar Febri.  

Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho juga menilai, KPK gagal menyeret pejabat negara yang diduga korupsi. Dia menilai, faktor utama ketidakmampuan KPK tersebut karena back up politik yang melindungi Paskah dan Kaban.

"Keterlibatan Paskah dan Kaban dari pengakuan Antony dan Hamka sudah jelas. Mereka menerima dana tersebut. Apalagi sebagai pimpinan komisi. Masak anak buah dapat, pimpinan tidak," ujarnya kemarin.

Emerson juga menilai, kegagalan KPK dalam memeroses perkara korupsi yang melibatkan politisi diduga karena pimpinan KPK adalah produk politik. "Ada tawar menawar yang tidak diketahui publik. "Dan indikasi itu misalnya, tidak ada politisi dari partai besar yang dijerat," ujarnya.

Selain kendala eksternal, lanjut Emerson, penanganan perkara korupsi politisi juga karena kendala internal yang diduga karena intervensi ketua KPK nonaktif Antasari Azhar. "Kasus yang macet karena ada peran Antasari. Tak bisa dinafikan walau pun putusan penanganan perkara korupsi sifatnya kolegial, namun Ketua KPK bisa mengambil putusan. Kalau dia menyuruh penanganan kasus dihentikan sementara, maka penyidik di bawahnya akan berhenti."

Dalam kasus aliran dana BI, Kaban dan Paskah diduga terlibat dalam skandal aliran dana BI senilai Rp21,5 miliar. Hamka mengaku, telah memberi uang senilai Rp1 miliar kepada Paskah Suzetta.

Menurut dia, baik secara pribadi maupun institusi dirinya selalu menyampaikan laporan kepada Paskah yang kala itu menjabat Wakil Ketua Komisi IX DPR. Uang suap itu awalnya digunakan sebagai biaya untuk mengamandemen UU BI. Namun, dari fakta persidangan, uang itu untuk menutup skandal Bantuan Likuiditas BI. Hamka juga mengaku, Kaban memperoleh Rp 300 juta dari BI.

Namun, Kaban dan Paskah telah membantah tuduhan terlibat skandal aliran dana BI. Sementara mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Agus Condro Prayitno, telah mengaku menerima cek perjalanan sebanyak 10 lembar senilai Rp500 juta beberapa hari setelah pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom pada 2004.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga menemukan 400 lembar cek perjalanan (traveler cheque) ke anggota Komisi IX Bidang Perbankan DPR periode 1999-2004. Cek itu dikeluarkan saat proses pemilihan Miranda Swaray Goeltoem sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004. Terdapat 41 nama yang saat itu mencairkan cek.

Sementara Anwar Nasution yang sekarang menjabat Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah turut menyetujui pengambilan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar untuk bantuan hukum sejumlah mantan pejabat BI dalam kasus Bantuan Likuiditas BI (BLBI), dan amandemen UU BI di DPR.

"Anwar nasution disebut-sebut terlibat dalam kasus ini. Tetapi tidak jelas penangananya oleh KPK," sesal Emerson.[by : M. Yamin Panca Setia]

Sumber: Jurnal Nasional, 18 Mei 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan