KPK Diminta Tuntaskan Kasus Suap di MA

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta segera menuntaskan penyidikan kasus dugaan suap di Mahkamah Agung (MA). Penuntasan itu sangat penting karena menyangkut pencitraan MA sebagai lembaga penegak hukum tertinggi.

Demikian penegasan sejumlah politikus dan pengamat hukum yang dihimpun Media, kemarin. Mereka berbicara mengenai kasus suap di MA setelah Probosutedjo dimasukkan ke penjara terkait kasus korupsi dana reboisasi Hutan Tanaman Industri. Probo merupakan pihak yang melaporkan kasus suap itu ke KPK saat perkaranya dalam proses kasasi.

''KPK harus tetap melakukan pengusutan dugaan suap di MA, termasuk terseretnya Ketua MA Bagir Manan karena hal itu berkaitan dengan citra penegakan hukum di Indonesia,'' tegas Wakil Ketua Komisi III DPR Akil Mochtar kepada Media, tadi malam.

Kasus dugaan suap di MA itu, sambung Akil, memang berhubungan dengan kasus korupsi yang dilakukan Probosutedjo. Tetapi kedua kasus itu berbeda. ''Yang ditangani KPK adalah kasus yang berkaitan dengan penyuapan. Berdasarkan undang-undang tentang tindak pidana korupsi, delik suap sudah dijadikan delik korupsi. Karenanya, KPK berwenang melakukan penyidikan,'' ujar Akil.

Lebih lanjut politikus Golkar itu mengatakan KPK tak perlu berlama-lama mengusut dugaan suap tersebut karena mereka sudah mendapatkan tersangka, sekaligus barang bukti berupa uang suap yang diakui dibayarkan Probo.

Hal senada disampaikan anggota Komisi III Nursyahbani Katjasungkana. Anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) DPR itu mengatakan langkah kejaksaan mengeksekusi Probosutedjo seharusnya tidak membuat kendur KPK dalam mengusut dugaan keterlibatan hakim agung di MA dalam kasus suap tersebut. ''Apalagi indikasinya kuat, ujarnya.

Kinerja MA buruk

Nursyahbani mengatakan MA bisa membuat keputusan cepat dalam perkara kasasi Probo (setelah majelis hakim diganti) karena didorong media massa dan menghadapi pemeriksaan KPK. Penanganan cepat MA atas kasus kasasi Probo itu, tambah Nursyahbani, terkesan semata-mata hanya untuk memenuhi keinginan publik. Apalagi hingga saat ini ada sekitar 16.000 perkara yang masih menumpuk di MA.

Ini berarti ada yang salah dengan MA. Kinerjanya buruk, tambahnya.

Nursyahbani melihat, masalah utama yang sering kali dilakukan MA adalah para hakim agung masuk pada materi pemeriksaan. Padahal, menurut UU, MA hanya memeriksa kesesuaian prosedur yang ditempuh oleh pemeriksa fakta, yaitu pengadilan negeri dan pengadilan tinggi dengan hukum acara yang berlaku.

''Karena itu, saya menilai MA tidak memiliki komitmen untuk menegakkan hukum dan keadilan, terutama untuk kasus-kasus korupsi. MA juga terkesan tidak transparan dalam membuat keputusan. Terbukti setelah media melakukan pengawasan yang intensif, pelayanan di MA bisa berjalan dengan cepat,'' jelas Nursyahbani.

Di tempat terpisah, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Hendardi juga menyatakan KPK harus tetap melanjutkan pengusutan terhadap kasus suap itu. Menurutnya, dengan divonisnya Probosutedjo tidak berarti Bagir dan kawan-kawan lepas dari masalah suap.

''Itu dua kasus yang berbeda. Pernyataan Probo soal uang Rp16 miliar yang dia keluarkan untuk suap kan masih tetap misteri karena belum terungkap seluruhnya,'' ujarnya kepada Media, kemarin.

Lambatnya kasus Probo saat ditangani majelis hakim yang diketuai Bagir Manan, tambah Hendardi, mungkin ada kaitannya dengan masalah suap saat itu. Karena itu, KPK harus tegas dan terbuka soal pemeriksaan terhadap Bagir dan kawan-kawannya.

Pengamat hukum dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Munarman juga menegaskan kewenangan KPK untuk mengusut kasus dugaan suap di MA tidak otomatis hilang meskipun vonis MA atas Probosutedjo telah dijatuhkan.

''Jatuhnya vonis bersalah kepada Probo bukan berarti menghilangkan kewenangan KPK untuk melakukan pemeriksaan. Itu kan dua kasus yang berbeda,'' jelas Munarman.

Lepas dari Probo dinyatakan bersalah atau tidak, lanjut Munarman, penyuapan itu sudah terjadi. Karena itu, KPK harus terus melakukan penyelidikan terhadap Bagir Manan dan hakim-hakim agung lainnya yang terlibat indikasi korupsi. ''Itu namanya proses penegakan hukum yang fair,'' tegasnya. (CR56/*/*/*/X-7).

Sumber: Media Indonesia, 2 Desember 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan