KPK Diminta Ambil Alih Penanganan Kasus di Daerah

Penanganan kasus korupsi di daerah kerapkali mandek sebelum diproses di pengadilan. Aparat penegak hukum di daerah dinilai rawan mendapat tekanan politik sehingga tidak mampu menuntaskan kasus korupsi, terutama yang menyangkut kepala daerah. Penuntasan kasus juga terhambat ijin presiden yang tidak kunjung turun.

Sekretaris KP2KKN Jawa Tengah, Eko Haryanto, dalam audiensi dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/5/2011), menyampaikan sejumlah kasus korupsi di Jawa Tengah yang terhenti di Kejaksaan Tinggi dan Kepolisian Daerah (Polda).

Kasus korupsi APBD senilai Rp 5,2 miliar yang melibatkan Bupati Rembang M Salim, misalnya, hingga kini tertahan di proses penyidikan karena ijin pemeriksaan dari presiden belum juga turun. Kendati Salim sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 25 Mei 2010, berkas perkara belum dilimpahkan ke pengadilan. "Kami khawatir kasus ini akan di SP3-kan seperti halnya kasus korupsi yang menjerat mantan Walikota Semarang Sukawi Sutarip," ujar Eko kepada Ketua KPK Busyro Muqoddas yang didampingi M Yasin dan jajaran deputi Pengaduan Masyarakat KPK.

Terhambatnya penanganan kasus akibat tidak adanya ijin presiden juga terjadi di Kabupaten Batang. Kasus korupsi dana APBD oleh Bupati Batang Bambang Bintoro saat ini macet di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Kasus ini awalnya ditangani oleh KPK namun dilimpahkan ke Kejaksaan Agung yang mendelegasikannya kepada Kejati Jawa Tengah. "Hasilnya malah kasus macet. Bupati sudah ditetapkan sebagai tersangka tapi belum diproses," tukas Eko.

Kasus lain, dugaan penyuapan oleh Bupati Karanganyar Rina Iriani kepada Kajati Jawa Tengah senilai Rp 5 miliar. Suap itu diduga berhubungan dengan kasus korupsi Koperasi Serba Usaha (KSU) senilai Rp 22 miliar yang telah mengirim suami Rina, Tony Haryono, ke jeruji besi. "Terbukti bahwa aliran dana terlebih dahulu masuk ke rekening bupati Rina Iriani sebelum disalurkan ke pihak-pihak lain yang terlibat. Tapi hingga kini belum ada tindakan terhadap bupati yang diduga menjadi aktor utama," kata Eko.

terhentinya penanganan kasus di sejumlah daerah, Eko bersama aktivis LSM Gerakan Tangkap Koruptor (GerTak) Batang, LSM Pusoko Klaten, dan LESPEM Rembang, meminta KPK mengambil alih kasus.

Peneliti Divisi Investigasi dan Publikasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama Satyra Langkun meminta KPK lebih meningkatkan koordinasi dan supervisi terhadap aparat penegak hukum di daerah. Pasalnya, penanganan kasus korupsi di daerah seringkali terhambat oleh faktor politis yang mengintervensi proses hukum. Ijin pemeriksaan dari presiden juga masih kerap dijadikan alat “permainan” oleh penegak hukum untuk menghambat kasus korupsi kepala daerah.

Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan akan segera menindaklanjuti laporan penanganan kasus dari masyarakat, dengan menguatkan fungsi koordinasi dan supervisi KPK. "Memang untuk kasus korupsi yang nilainya kurang dari 1 miliar, KPK tidak punya kewenangan, sehingga kami serahkan ke aparat di daerah. Supervisi terus dilakukan," pungkas Busyro. Farodlilah

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan