KPK Didesak Usut Penerima Upah Pungut

Anggota DPRD menerima upah pungut karena merasa ada dasar hukumnya.

Indonesia Corruption Watch mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut dan menindak orang yang tidak berhak menerima upah pungut pajak daerah, bukan sekadar melakukan amendemen terhadap peraturannya. "Sebab, amendemen hanya wilayah pencegahan," ujar peneliti hukum ICW, Febridiansyah, kemarin.

Dalam penanganan kasus upah pungut ini, Komisi Pemberantasan Korupsi mengusulkan adanya amendemen terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2002 yang menjadi dasar pemberlakuan upah pungut pajak daerah.

Menurut Febri, apabila berada pada ranah pencegahan, peran KPK nantinya hanya sebatas pada rekomendasi, tidak ada penindakan. Seharusnya, kata dia, baik pencegahan maupun penindakan harus saling bersinergi untuk membawa kasus ini sampai ke penyidikan dan penuntutan.

"Tidak boleh mundur. Apabila kasus ini tidak diteruskan, akan membuat semua orang mudah bilang KPK tidak produktif. Jangan sampai KPK berubah menjadi Komisi Pengawas Korupsi," kata Febri.

Dia menambahkan, tugas amendemen itu sudah merupakan wilayah eksekutif, meskipun tugas KPK hanya sebagai pemberi rekomendasi. Apalagi, Febri menambahkan, ini merupakan kasus yang cukup menarik perhatian publik dan dilakukan hampir di setiap daerah. "Jadi KPK tetap harus tangani kasus yang di DKI Jakarta," ujar Febri.

Komisi Pemberantasan Korupsi memilih mengamendemen peraturan, kata Wakil Ketua Bidang Pencegahan KPK Mochamad Jasin, "Sebab, sampai saat ini indikasi tindak pidana korupsinya belum ditentukan."

Menurut Jasin, KPK tidak bisa menyalahkan pihak yang memungut hanya karena peraturan yang salah. Apalagi, Jasin menambahkan, peraturan Menteri Dalam Negeri itu bersifat multi-interpretatif dan hampir semua daerah memberlakukan upah pungut terhadap pajak daerahnya. "Karena itu, cara terbaik adalah diamendemen sehingga nanti penerimanya hanya petugas pemungut pajak di lapangan, bukan untuk para pejabat," kata Jasin.

Sebelumnya, Jasin menyatakan upah pungut juga mengalir ke penegak hukum dan musyawarah pimpinan daerah, selain ke anggota dewan perwakilan rakyat daerah. Hasil ekspose internal KPK menemukan upah pungut diambil sebesar 5 persen dari total pajak yang dipungut dan hanya 30 persen yang mengalir ke petugas pemungut pajak.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Ilal Ferhard mengakui semua anggota DPRD DKI Jakarta menerima upah pungut pajak daerah serta pajak bumi dan bangunan. "Kami berani menerima upah pungut itu karena ada payung hukumnya," kata Ilal.

Payung hukum yang dimaksud, kata Ilal, adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2005 dan Peraturan Gubernur Nomor 118 tahun 2005. Dengan kedua payung hukum itu, baik gubernur maupun DPRD mendapatkan bagian upah pungut pajak daerah serta pajak bumi dan bangunan. Abdul Manan | Cheta Nilawaty | Amirullah

Sumber: Koran Tempo, 2 Februari 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan