KPK Didemo, Massa Minta Pimpinan KPK Diganti

Delapan hari setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang menangani perkara yang terjadi sebelum 27 Desember 2002, KPK didatangi pengunjuk rasa. Massa yang mengaku tergabung dalam Forum Mahasiswa Peduli Hukum, Rabu (23/2), berunjuk rasa di depan Kantor KPK, Jalan Veteran II, Jakarta. Mereka menuntut pimpinan KPK diganti karena tidak mengerti hukum.

Seusai dari Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pengunjuk rasa berorasi ke Mahkamah Agung dan selanjutnya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menyambut baik putusan MK yang secara tegas menetapkan bahwa KPK tidak berwenang menangani perkara sebelum 27 Desember 2002.

Sebelumnya, Ketua KPK Taufiequrachman Ruki mengingatkan semua kalangan akan bangkitnya kembali kekuatan korupsi. Corruption fight back, katanya.

Di tempat yang tidak jauh dari gerakan massa itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang sejak kampanye presiden pada Pemilu 2004 mengemukakan akan memimpin langsung langkah pemberantasan korupsi, mengeluarkan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi di Kantor Presiden, Jakarta. Rencana aksi ini merupakan wacana ketiga dari upaya Presiden Yudhoyono dan jajarannya untuk memberantas korupsi sejak ia dilantik pada 20 Oktober 2004.

Setelah mencanangkan Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi bertepatan dengan Hari Korupsi Sedunia, 9 Desember 2004, wacana pertama dicanangkan Presiden ketika menghadiri acara Teriakan Antikorupsi 100 Selebriti yang digalang KPK di Jakarta, 3 Desember 2004. Dalam kesempatan itu, di hadapan ratusan selebriti, Presiden Yudhoyono tidak mau berpidato karena menurut dia korupsi bukan untuk dipidatokan.

Dalam keterangan pers seusai rapat terbatas yang membahas rencana aksi itu, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi menampik tudingan bahwa apa yang dilakukan-terkait dengan upaya pemberantasan korupsi-pemerintahan pimpinan Presiden Yudhoyono hanya wacana di tingkat elite.

Kita lihat saja ke belakang. Lima bulan lalu adakah anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) atau DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) yang tersentuh oleh proses hukum terkait dengan korupsi? Sekarang sudah hampir 40 yang sedang diproses, ujar Sudi.

Atas apa yang telah dilakukan pemerintah, Sudi mengungkapkan bahwa saat ini tren orang atau pejabat untuk korupsi turun. Keberanian orang saat ini untuk korupsi, menurut pengamatan Sudi, juga telah turun secara signifikan.

Perlawanan
Sebagaimana dikhawatirkan banyak kalangan, putusan MK mulai berdampak di lapangan. Jika sehari setelah putusan MK para kuasa hukum terdakwa- yang sekarang perkaranya sedang ditangani Pengadilan Tindak Pidana Korupsi-meminta pengadilan tersebut membebaskan klien mereka, dengan argumen pertimbangan hukum MK itu, kini giliran KPK didemo. Perlawanan terhadap KPK terjadi.

Di depan KPK, para pendemo berorasi di atap mobil bak terbuka. Mereka datang dengan 10 metromini. Beberapa spanduk digelar, salah satunya mencantumkan Stop, Penggunaan Asas Retroaktif.

Pimpinan KPK harus diganti karena mereka ternyata tidak paham hukum. Mereka telah menangani perkara sebelum KPK terbentuk. KPK seharusnya tunduk pada putusan MK, kata salah seorang pemuda yang berorasi.

Mereka pun membagikan selebaran kepada pengendara yang melalui Jalan Veteran II itu. Di dalam selebaran, pengunjuk rasa menyoroti peradilan Abdullah Puteh (Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam) yang berita acara pemeriksaan (BAP)-nya dibuat oleh KPK tidak sah dan batal demi hukum. Mereka meminta kasus yang terjadi sebelum 27 Desember 2002 yang selama ini ditangani KPK harus dihentikan dan diserahkan kepada kejaksaan.

Irvan, yang mengaku mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nasional yang bertindak selaku juru bicara, mengatakan bahwa asas retroaktif tidak boleh digunakan. Meski ia mengakui saat ini pakar hukum pun masih sibuk memperdebatkan asas retroaktif ini, Irvan menjelaskan bahwa asas retroaktif tidak dipergunakan dalam menangani perkara.

Irvan yang mengaku sudah membaca putusan MK secara lengkap berpendapat, MK telah memutuskan KPK tidak berwenang menangani perkara sebelum 27 Desember 2002. Ketika ditegaskan sejumlah wartawan bahwa amar putusan MK hanya menolak permohonan Bram Manoppo, Irvan bersikeras bahwa putusan MK adalah memutuskan KPK tidak berwenang menangani perkara sebelum 27 Desember 2002.

Ditanya perkara apa yang mereka nilai tidak boleh ditangani KPK, Irvan dengan tegas menjawab perkara Puteh. Ia menegaskan, KPK tidak berwenang menangani perkara Puteh karena perkara itu terjadi pada tahun 1998.

Bukan putusan
Secara terpisah, I Dewa Gde Palguna, salah satu hakim konstitusi, menjelaskan bahwa yang mengikat adalah amar putusan MK, bukan pertimbangan hukum. Dalam memahami putusan yang mengikat adalah amarnya. Kalau pertimbangan itu menimbulkan berbagai persepsi, yah kami sudah menyerahkannya kepada publik. Hakim tidak boleh lagi berdebat. Amarnya ini menjamin kepastian hukum, kata Palguna.

Sehari sebelumnya, berbagai kalangan meminta MK bersikap transparan dalam menanggapi kritik sejumlah kalangan yang mempertanyakan kejanggalan putusan MK tersebut.

Wakil Ketua KPK Erry Rijana Hardjapamekas mengatakan bahwa KPK menghormati putusan MK yang menyatakan menolak permohonan Bram Manoppo.

Oleh karena itu, katanya, KPK akan tetap meneruskan tugasnya, termasuk tetap melaksanakan penuntutan terhadap terdakwa korupsi yang saat ini dibawa ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. (VIN/inu/har)

Sumber: Kompas, 24 Februari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan