KPK Dapat Bubar Tanpa Ada Perppu

Saatnya Perppu Pengadilan Tipikor Dikeluarkan

Nasib Komisi Pemberantasan Korupsi, setelah 19 Desember 2009, tergantung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada tanggal itu adalah saat terakhir pembentukan Undang-Undang Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi sesuai putusan Mahkamah Konstitusi.

Jika Presiden Yudhoyono tidak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terancam bubar. Hal ini terkait nasib hasil penyidikan KPK ke mana harus dilimpahkan. Apalagi, DPR dan pemerintah sampai saat ini belum terlihat bisa menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

”KPK tak bisa begitu saja langsung melimpahkan hasil penyidikannya ke pengadilan umum. Undang-undangnya bersifat khusus. Harus ada perppu untuk menyatakan pemberlakuan itu (pelimpahan hasil penyelidikan KPK ke pengadilan umum),” ujar hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, Senin (24/8) di ruang kerjanya, Jakarta.

Perppu yang mengatur pelimpahan penyidikan KPK ke pengadilan umum itu dapat dikeluarkan Presiden jika pemerintah memang sudah tidak menginginkan keberadaan Pengadilan Tipikor. Sebaliknya, papar Akil, ada kemungkinan pula Presiden menyelamatkan KPK dengan memperkuat eksistensi Pengadilan Tipikor.

”Jadi, isi perppu ada dua kemungkinan” ujarnya.

Namun, pendapat itu dibantah pengamat hukum tata negara Irman Putra Sidin, yang saat MK memutuskan membatalkan pasal pembentukan Pengadilan Tipikor merupakan Koordinator Staf Ahli MK. Putusan MK tidak dapat dibaca seperti itu.

Ia menjelaskan, MK memberikan jembatan bagi KPK jika UU Pengadilan Tipikor tidak terbentuk. Dalam putusannya, MK menyatakan hasil penyelidikan KPK dapat langsung diserahkan kepada peradilan umum.

”Tidak perlu perppu jika KPK harus melimpahkan perkaranya ke peradilan umum,” katanya.

Menurut Irman, putusan MK pada 19 Desember 2006 sebenarnya justru memperkuat keberadaan Pengadilan Tipikor. Namun, pengadilan itu tidak boleh berada di subordionat KPK, diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, melainkan harus dalam lingkup badan peradilan umum.

”Saat ini tepat jika Presiden mengeluarkan perppu. Waktu yang diberikan MK bagi DPR dan pemerintah menyelesaikan RUU sudah 90 persen terlewati, tetapi RUU belum selesai juga. Anggap saja DPR sudah gagal,” ujarnya.

Mengenai substansi perppu, papar Irman, satu-satunya yang dapat dikeluarkan Presiden adalah memperkuat eksistensi Pengadilan Tipikor. Kalau tidak demikian, Presiden tak perlu mengeluarkan apa pun karena jalan keluar bagi KPK sudah disiapkan oleh putusan MK. (ANA)

Sumber: Kompas, 25 Agustus 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan