KPK dan Kerahasiaan Bank
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) boleh bernapas lega. Demi kepentingan pengusutan kasus korupsi KPK leluasa membuka rekening tersangka atau terdakwa korupsi. Artinya, untuk membuka rekening pejabat yang disangka/didakwa korupsi KPK tidak perlu meminta izin Gubernur Bank Indonesia.
Keleluasaan KPK membuka rekening tersangka/terdakwa korupsi tersebut berdasarkan Fatwa Mahkamah Agung (MA) Nomor KMA/694/RHS/XII/2004. Fatwa tersebut ditandatangani Ketua MA Bagir Manan tanggal 2 Desember 2004 dan ditujukan kepada Gubernur BI. Dengan fatwa MA ini KPK kini bukan saja menjadi lembaga yang fullpower, tetapi juga tidak lagi ada yang menghalangi langkahnya menyeret para koruptor ke meja hijau.
Menurut Ketua MA dalam fatwa tersebut, pasal 12 UU No.30/2002 merupakan ketentuan khusus (lex specialis) yang memberi kewenangan kepada KPK dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.
Sebagai lex specialis, ketentuan pasal 12 dapat mengenyampingkan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang yang bersifat umum. Pasal 12 butir c UU No.30/2002 menyebutkan KPK berwenang meminta keterangan pada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa. Sedangkan pasal 12 butir d UU No.30/2002 menyatakan bahwa KPK berwenang memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa atau pihak lain yang terkait.
Selama ini kerahasiaan bank diatur dalam pasal 42 UU No.10/1998. Memang, khusus untuk pemberantasan korupsi, berdasarkan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kerahasiaan bank dapat diterobos. Seperti termaktub dalam pasal 29 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa penyidik, penuntut umum atau hakim, untuk kepentingan penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan dapat meminta keterangan pada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa.
Tetapi, permintaan keterangan tersebut harus diajukan kepada Gubernur BI sesuai dengan tata cara pengajuan permintaan keterangan sebagaimana diatur dalam ayat 2 dan ayat 3 pasal 29 UU itu. Dengan pasal 12 UU No 30/2002 - menurut fatwa MA tadi ketentuan ini bisa dikesampingkan. Nah, karena pasal 12 UU No 30/2002 tersebut telah mengatur secara khusus kewenangan KPK, khususnya pasal 12 huruf c dan d, dan atas dasar pedoman asas bahwa ketentuan undang-undang yang baru mengesampingkan undang-undang yang lama, maka prosedur izin membuka rahasia bank sebagaimana diatur dalam pasal 29 ayat 2 dan ayat 3 UU No 20 tahun 2001 jo pasal 42 UU Perbankan tidak berlaku bagi KPK. Artinya, dalam pengusutan korupsi KPK relatif lebih memiliki otoritas dan keleluasaan dibanding lembaga kepolisian dan kejaksaan.
Lalu apa lagi, apakah KPK masih punya alasan untuk memperlambat langkahnya memberantas korupsi. Kini masyarakat yang sudah mulai tercekik oleh membubungnya harga-harga sembako menunggu kerja KPK. Tentu saja juga menanti hasil kerja kepolisian dan kejaksaan yang terkesan sedang berpacu mengejar para koruptor.
Tulisan ini merupakan tajuk rencana Surya 20 Desember 2004