KPK Curigai Tender Pengadaan Peralatan IT KPU

Cium Kejanggalan di Balik Tender Pengadaan Peralatan IT

Proses tabulasi nasional perolehan suara pemilu legislatif 9 April lalu di KPU yang sangat lambat mengundang kecurigaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, dana yang digelontorkan untuk mendukung proses tabulasi itu mencapai ratusan miliar rupiah, tetapi hasilnya sangat jauh dari yang diharapkan.

Dalam waktu dekat, KPK segera menyelidiki tender pengadaan peralatan IT yang digunakan dalam proses rekapitulasi suara tersebut.

''Pengamatan kami, dari hasil (rekapitulasi, Red) yang disampaikan media elektronik tadi malam (Senin malam lalu, Red), hasilnya masih seperti itu. Wajar jika kami ingin melakukan pengecekan,'' kata Ketua KPK Antasari Azhar saat ditemui di gedung KPK, Jakarta, kemarin (21/4).

Upaya KPK itu tidak main-main. Bahkan, Antasari mengaku sudah menginstruksi Wakil Ketua Bidang Pencegahan KPK Haryono Umar untuk mengumpulkan data. Itu sebagai data awal untuk mengevaluasi KPU sebelum dilakukan penyelidikan.

''Dulu kan sudah saya katakan, seluruh rekanan KPU akan kami data untuk mengetahui kredibilitas mereka. Kami akan membuktikan kredibilitas itu. Kalau memang mereka kredibel, kenapa kok sampai sekarang seperti itu? Kok belum selesai (proses rekapitulasi, Red),'' ujarnya, heran.

Padahal, menurut Antasari, biaya yang dikeluarkan untuk proses tabulasi itu tidak sedikit. Dia lantas mencontohkan pengadaan alat scanner yang dilengkapi software ICR (identity character recognizing) yang menyedot anggaran hingga Rp 170 miliar. Biaya sebesar itu, katanya, diikhtiarkan agar sistem informasi rekapitulasi data bisa lebih efektif dan efisien.

Tapi, nyatanya, proses rekapitulasi tersebut sangat lamban. Bahkan, hingga kemarin, penghitungan masih berkutat di kisaran 7 persen. ''Karena itu, perlu kami sampaikan, jangan kaget kalau melihat KPK ada di sana (KPU, Red),'' katanya memperingatkan.

Antasari berharap, persoalan tersebut tak sampai merambah wilayah korupsi. Hanya permasalahan teknis di lapangan. ''Tapi, kalau hasil penelitian kami, pengadaan alat itu sampai sekarang tersendat, kami perlu mengecek bagaimana perencanaannya dulu. Kalau SDM tidak siap, kenapa memaksa pengadaan peralatan,'' tegasnya.

Seperti diberitakan, gara-gara perangkat IT yang amburadul, KPU gagal memenuhi target yang mereka patok sendiri. Pada hari terakhir tabulasi Senin lalu (20/4) di Hotel Borobudur, hanya sekitar 13 juta suara yang ditampilkan KPU.

Jumlah suara yang ditampilkan tersebut sangat jauh dari target yang dijanjikan KPU. Sebelumnya, KPU menargetkan akan menampilkan 80 persen hasil perolehan suara dalam penutupan tabulasi. Asumsinya, jika daftar pemilih tetap (DPT) mencapai 171 juta pemilih, seharusnya yang ditampilkan kemarin sekitar 136,8 juta suara.

Di bagian lain, Haryono Umar mengatakan, KPK masih dalam tahap proses pengumpulan data. Data yang ditarget adalah rekanan pengadaan ICR, siapa saja pejabat pembuat kesepakatan (PPK), dan proses tender untuk pengadaan peralatan tersebut. ''Kami masih terus mengumpulkan itu semua,'' jelasnya.

Haryono mengakui, prosedur pengadaan alat tersebut cukup mencurigakan. Sebab, dengan nilai barang sebesar Rp 170 miliar, KPU tidak pernah mengadakan lelang. Mereka hanya melakukan penunjukan langsung. ''Tapi, kita juga masih melihat kemungkinan lain. Bisa jadi, penunjukan langsung itu ada izin dari presiden. Kita akan lihat, kenapa kok sampai melalui penunjukan langsung. Alasannya apa,'' katanya.

KPK sebenarnya sejak awal sudah melakukan upaya pencegahan unsur pidana korupsi. Yakni, dengan meminta daftar rekanan pengadaan barang dan jasa sejak Oktober 2008. Namun, KPU tidak pernah memberikannya. KPK lantas menagih kembali pada Februari lalu. ''Sampai sekarang kami belum menerima,'' ujarnya.

Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary secara implisit mempersilakan KPK memeriksa komisi yang dia pimpin. Sebab, itu sudah menjadi hak dan kewenangan KPK.

"Namun, secara institusi, kami belum bersikap terhadap rencana KPK memeriksa KPU tersebut," tambah Hafiz saat dikonfirmasi tentang itu. Dia menyatakan, hingga saat ini, pihaknya belum mendapat pemberitahuan resmi.

Berkali-kali Mohon Maaf
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyampaikan permohonan maaf kepada parpol atas semua kekurangan yang ada dalam penyelenggaraan pemilu legislatif 9 April lalu. Permohonan maaf tersebut disampaikan Hafiz secara terbuka dalam rapat sosialisasi peraturan pilpres dengan perwakilan parpol di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta, kemarin (21/4).

"Kami meminta maaf jika dalam penyelenggaraan pemilu legislatif kemarin masih banyak kekurangan," kata Hafiz. Berdasar pengamatan koran ini, selama pertemuan tersebut, lebih dari tiga kali ucapan permohonan maaf itu disampaikan. (aga/dyn/kum)

Sumber: Jawa Pos, 22 April 2009

{mospagebreak title=KPK Teliti Pengadaan Perangkat IT Pemilu}

KPK Teliti Pengadaan Perangkat IT Pemilu
Perencanaannya akan diperiksa.

Komisi Pemberantasan Korupsi segera meneliti pengadaan perangkat teknologi informasi di Komisi Pemilihan Umum terkait dengan masalah penghitungan suara di pusat tabulasi nasional. "Awalnya masuk pencegahan dulu, untuk mengumpulkan data, dan mengevaluasi pengadaan IT KPU," kata Ketua Komisi Antikorupsi Antasari Azhar seusai diskusi "Perempuan Melawan Korupsi" di gedung KPK kemarin.

Menurut Antasari, evaluasi akan ditangani bidang pencegahan, yang dikoordinasikan oleh Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar. Sebelumnya, KPK sudah mendata seluruh rekanan KPU. Komisi Antikorupsi akan melihat kredibilitas rekanan dan akan membuktikan kredibilitas itu. "Kenapa kok terjadi kondisi seperti sekarang?" kata Antasari.

Antasari mencontohkan soal pengadaan alat IT yang disebutkan mencapai Rp 170 miliar. Padahal, kata dia, hasil penghitungan tetap karut-marut. "Ada yang ICR dari 0 menjadi 9 alat yang tadi malam dikatakan mencapai Rp 170 miliar. Sumber daya manusia itu belum siap," kata dia.

Apabila dari penelitian ditemukan indikasi tindak pidana korupsi, kata Antasari, KPK wajib menindaklanjutinya. Sampai sekarang KPK baru mengumpulkan bahan dan keterangan. "Jangan heran kalau lihat KPK nanti ada di sana," kata Antasari.

Pengumpulan informasi, kata dia, tak perlu dikonotasikan dengan panggil-memanggil. Bahkan ia berharap karut-marut penghitungan suara hanya karena masalah teknis, bukan lantaran unsur tindak pidana korupsi. Tapi, dia melanjutkan, kalau dari hasil penelitian disebutkan pengadaan alat itu tersendat, Komisi merasa perlu memeriksa perencanaannya dulu. "Kok, sumber daya manusia sampai tak siap," kata dia.

Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Chandra M. Hamzah mengatakan, dalam rangka pencegahan, KPK sedang mengumpulkan data dan informasi soal pengadaan IT Pemilu. "Kami masih mengumpulkan data dan informasi," kata dia.

Terkait dengan karut-marut tabulasi nasional, Ketua Komisi Pemilihan Umum Abdul Hafiz Anshary menyatakan akan mempertimbangkan pendapat tak perlu ada tabulasi elektronik karena dinilai kurang efektif. Namun, kata dia, hasrat masyarakat mengetahui penghitungan suara cukup besar sehingga tabulasi elektronik tetap perlu diadakan. "Yang kurang-kurang dibenahi," katanya.

Pusat tabulasi nasional sendiri kemarin memasuki hari terakhir masa kontraknya di Hotel Borobudur. Komisi Pemilihan akan memindahkan jasa penayangan penghitungan elektronik ke kantor KPU. CHETA NILAWATY | CORNILA DESYANA

Sumber: Koran Tempo, 22 April 2009

{mospagebreak tittel=KPU Diadukan Terkait Logistik} 

KPU Diadukan Terkait Logistik

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat melaporkan Komisi Pemilihan Umum ke Komisi Pemberantasan Korupsi, terkait temuan dugaan korupsi dalam pengadaan logistik, terutama teknologi informasi, kotak suara, surat suara, formulir, dan tinta.

Selain itu, ada dugaan penyimpangan dalam anggaran pendaftaran pemilih dan pendataan penduduk berkelanjutan (P4B).

Koalisi lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Independent Monitoring Organization itu akan melaporkan ke KPK, Kamis besok. Mereka juga akan membawa dokumen dan bukti yang ditemukan di lapangan.

Menurut anggota IMO, Arif Nur Alam, Selasa (21/4) di Jakarta, organisasi itu beranggotakan sejumlah LSM yang peduli dengan pencegahan korupsi dan pemilu.

Dugaan korupsi di KPU kian diperkuat dengan tidak adanya upaya KPU untuk melakukan inventarisasi dan audit aset logistik, baik pada Pemilu 2004 maupun pada pemilihan kepala daerah, serta pengadaannya yang tertutup. Sesuai catatan IMO, ada sejumlah penggunaan dana KPU yang tidak jelas, termasuk dalam pengadaan TI dan logistik lain.

Arif juga menambahkan, terkait pengadaan tinta dalam Pemilu 2009, dikhawatirkan tak sesuai persyaratan. Hal itu karena mereka menemukan tinta tersebut di sejumlah daerah mudah sekali luntur.

KPK akan selidiki

Secara terpisah, Selasa di Jakarta, Ketua KPK Antasari Azhar menyatakan, KPK akan menyelidiki pengadaan TI yang digunakan dalam pusat tabulasi nasional Pemilu 2009 oleh KPU. KPK ingin tahu adakah indikasi korupsi dalam pengadaan TI itu.

”Saya menugaskan jajaran pencegahan, yang dikoordinasi Haryono (Wakil Ketua KPK). Awalnya masuk pencegahan dulu, untuk melakukan pengumpulan data dan evaluasi terhadap pengadaan TI KPU,” ujarnya.

Menurut Antasari, langkah itu dilakukan sebagai bentuk kepedulian KPK terhadap proses tabulasi nasional yang kini sudah dihentikan. Seperti diberitakan (Kompas 21/4), hingga ditutup, sekitar 13 juta suara saja yang selesai dihitung.

Dikatakan Antasari, KPK akan membuktikan kredibilitas rekanan KPU dalam pengadaan peralatan TI. ”Kami akan buktikan kredibilitas itu, kok ada yang seperti sekarang,” ujarnya.

KPK belum berencana memanggil Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary. Saat ditanya wartawan, Antasari menjawab, ”Jangan dikonotasikan panggil-memanggil. Yang penting sistem kami mengecek data. Semoga hanya masalah teknis.” Dia juga mempertanyakan ketidaksiapan sumber daya manusia yang mengoperasikan peralatan TI di KPU itu. (vin/ana)

Sumber: Kompas, 22 April 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan