KPK Butuh Sel Khusus

Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyediakan rumah tahanan atau sel khusus bagi koruptor. Itu terkait dengan longgarnya rumah tahanan di Markas Komando Brigade Mobil di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, sehingga Gayus HP Tambunan, terdakwa mafia hukum, bisa ke Bali.

Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Kamis (18/11), mengatakan, permintaan rumah tahanan (rutan) khusus koruptor itu sebenarnya sudah disampaikan KPK sejak Januari 2010. ”Kami usulkan setelah terbongkarnya kasus sel mewah milik Artalyta Suryani di Rutan Pondok Bambu, Jakarta,” katanya.

Johan mengakui, dengan ada rutan khusus koruptor, penyidikan di KPK tak akan terganggu. ”Tahanan KPK harus diawasi. Tidak bisa melakukan pembicaraan atau berhubungan dengan pihak yang diduga bisa memengaruhi penyidikan itu,” ujarnya.

Menurut dia, selama ini KPK hanya menitipkan tahanannya di rutan dan tak ada petugas khusus. ”Selama penyidikan, segala aktivitas tahanan itu, apabila keluar atau izin ke mana pun, KPK harus diberi tahu,” kata Johan.

Kesulitan awasi
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Untung Sugiyono di Jakarta, Kamis, menuturkan, saat ini pihaknya tengah menggodok rancangan prosedur operasi standar (SOP) pelaksanaan cabang rutan di institusi di luar Kemhuk dan HAM. SOP itu akan dijadikan bahan kerja sama dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Bea Cukai.

Untung mengakui, pihaknya masih kesulitan mengawasi administrasi cabang rutan. Dari sembilan cabang rutan, baru Cabang Rutan Kejaksaan Agung yang memberikan laporan administrasi secara rutin per bulan. Cabang rutan lain naik-turun.

Selama ini, Untung mengaku ada kendala psikologis yang dialami petugas rutan induk untuk memantau dan mengawasi administrasi di cabang rutan. ”Seperti di Rutan Brimob, petugas kami mau masuk saja punya hambatan psikologis. Hal semacam itu nanti diatur,” ujarnya.

Direktur Program Center for Detention Studies Gatot berpendapat, sebaiknya cabang rutan di luar Kemhuk dan HAM dibubarkan saja. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan KUHAP menyebut jelas bahwa yang berhak melakukan perawatan tahanan adalah Kementerian Hukum dan HAM. (aik/ana/fer)
Sumber: Kompas, 19 November 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan