KPK Blokir Rekening Nazaruddin

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya resmi memblokir sebagian rekening milik tersangka kasus dugaan suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games Muhammad Nazaruddin.

Selain rekening Nazaruddin, KPK juga memblokir aset milik tiga tersangka lain.Mereka adalah Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharram, Direktur Pemasaran PT Duta Graha Indah Muhammad El Idris, dan Manajer Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manullang.

“Memang benar,saya sudah dapat penjelasan bahwa sebagian rekening dari tersangka kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet di Kemenpora sudah diblokir,” tegas Juru Bicara KPK Johan Budi di Kantor KPK,Jakarta,kemarin.

Meski demikian, Johan menolak membeberkan berapa jumlah rekening yang diblokir tersebut. Menurut dia, upaya pemblokiran tidak akan berhenti. Johan juga menyatakan, sampai saat ini KPK belum mendapatkan informasi aset-aset, termasuk rekening Nazaruddin yang berada di luar negeri.

Semua aset dan rekening tersangka, ujar Johan, diketahui masih berada di dalam negeri. Hal senada diungkapkan Wakil Ketua KPK M Jasin. Dia membenarkan bahwa KPK sudah melakukan pemblokiran sejumlah aset dan rekening milik Nazaruddin.Namun, Jasin menolak membeberkan berapa jumlah rekening dan aset yang sudah diblokir tersebut.

“Mohon maaf,belum dibuka ke publik dulu. Ini supaya hasilnya maksimal,”tegasnya. Menurut Jasin, upaya pemblokiran ini dilakukan untuk mempersempit ruang gerak mantan anggota Komisi III DPR itu. Dengan langkah ini, diharapkan Nazaruddin tidak bisa lagi seenaknya menggunakan dana-dana yang dimiliki di tempat persembunyiannya di luar negeri.

Lebih lanjut Jasin menyatakan, pemblokiran oleh KPK didasarkan pada peraturan perundang- undangan. Dalam Pasal 12 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK disebutkan bahwa KPK berwenang untuk meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan seorang tersangka.

Selain itu, KPK berhak memerintah bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil korupsi milik tersangka. Mengenai temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebutkan adanya 109 laporan transaksi mencurigakan terkait Nazaruddin yang mencapai lebih Rp100 miliar, Jasin mengaku tidak akan gegabah menyikapi laporan tersebut.

Menurut dia, lembaganya saat ini masih memilah-milah laporan PPATK tersebut karena tidak semuanya bisa serta-merta dijadikan alat bukti.“Masih dipelajari oleh tim penyidik.Tidak semua langsung bisa dijadikan alat bukti. Kami sedang mengkajinya, mana yang bisa dijadikan alat bukti,”jelasnya.

Sementara itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Patrialis Akbar mengungkapkan, Nazaruddin terdeteksi pernah menyambangi empat negara, yakni Singapura, Malaysia,Vietnam, dan China.Menurut Patrialis, berdasarkan pelacakan yang dilakukan Dirjen Imigrasi bersama jajarannya, mantan Bendahara Umum DPP Partai Demorkat itu pada 20 Juni 2011 terdeteksi masih berada di Singapura.

Namun, jelasnya, Singapura ternyata hanya lokasi persinggahan, sebab Nazaruddin kemudian diketahui menuju Kuala Lumpur (Malaysia). Setelah itu yang bersangkutan menuju Ho Chi Minh (Vietnam) dan Guangzhou (China). “Kita baru sebatas itu mengetahui karena belum diperoleh di mana destinasi (tujuan) terakhir Nazaruddin,” jelas Patrialis seusai menghadiri rapat kerja dengan Komisi II DPR di Jakarta kemarin.

Lebih lanjut Patrialis mengatakan, sebagai pejabat negara (anggota DPR), Nazaruddin memang memiliki paspor biasa dan paspor biru.Namun, ujarnya, kedua paspor ini sudah dicabut sehingga Nazaruddin tidak bisa lagi bepergian ke luar negeri.

Patrialis menegaskan, Kemenkumham bersama jajaran terkait akan terus melacak keberadaan Nazaruddin. “Kita akan terus melakukan pelacakan dan pemantauan,” tegasnya.

Menurut dia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah memerintahkan kepada jajaran penegak hukum, termasuk Kemenkumham, Kementerian Luar Negeri, dan pihak terkait,untuk melacak keberadaan Nazaruddin. Untuk melaksanakan perintah Presiden itu, ujarnya, tidak diperlukan tim khusus. nurul huda/okezone   
Sumber: Koran Sindo, 13 Juli 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan