KPK Bidik Otak Suap; Kasus Gerebek Bea Cukai Tanjung Priok

''Bersih-bersih'' di Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tanjung Priok terus berlangsung. Penindakan tak hanya berhenti pada pegawai fungsional yang punya indikasi kuat menerima suap.

''Bersih-bersih'' di Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tanjung Priok terus berlangsung. Penindakan tak hanya berhenti pada pegawai fungsional yang punya indikasi kuat menerima suap.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga membidik aktor intelektual di balik praktik suap yang mencapai Rp 12,5 miliar per bulan tersebut. Uang sebanyak itu mengalir ke kantong-kantong oknum pegawai nakal secara rutin.

''Kami akan mencari siapa yang paling berperan (terkait praktik suap, Red). Siapa masternya?'' kata Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Chandra M. Hamzah kepada Jawa Pos kemarin (1/6).

KPK, lanjut dia, hari ini akan berkoordinasi dengan Direktorat Bea dan Cukai untuk mengevaluasi hasil sidak yang dilakukan tim gabungan KPK dan Kepatuhan Internal Bea dan Cukai pada Jumat lalu (30/5) itu. Namun, Chandra belum bisa memastikan di mana lokasi evaluasi tersebut. Bisa di Kantor KPK, Bea dan Cukai, atau bisa juga di KPU Tanjung Priok,'' jelasnya.

Lembaga antikorupsi itu yakin, praktik suap yang rapi dan canggih tersebut tak berdiri sendiri. ''Kami akan lihat bagaimana jaringan praktik itu,'' tambah mantan pengacara tersebut.

Kesalahan yang dilakukan pegawai pun bakal dibeber. ''Pelanggaran disiplin diserahkan kepada internal Bea dan Cukai,'' tambahnya.

Informasi terakhir, ada empat oknum pegawai yang terindikasi kuat menerima suap. Bahkan, dua di antara mereka jelas sebagai ''koordinator'' alias pengepul uang suap di lantai I (jalur hijau yang menangani pemeriksaan dokumen importer tepercaya) dan lantai IV (jalur merah yang menangani pemeriksaan dokumen dan fisik barang). ''Koordinator'' juga bertugas membagi-bagikan uang yang diperoleh.

Pascasidak, beberapa pegawai di KPU Tanjung Priok juga akan diganti sebagai penyegaran. ''Sekitar sembilan hingga sepuluh pegawai baru akan dimasukkan, menggantikan pegawai lama yang di-off-kan,'' tambah Chandra.

Secara terpisah, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M. Jasin mengungkapkan, pihaknya akan terus mendampingi Direktorat Bea dan Cukai melakukan pembenahan.

Direktur Pelaksana Lembaga Studi Kebijakan Publik Ichsanudin Noorsy berpendapat, suap adalah penyakit lama di Bea dan Cukai. Menurut dia, tak mungkin hanya segelintir orang yang mengendalikan praktik tersebut. ''Pasti jaringan, biasalah... sistemnya setoran,'' ujarnya, yakin.

Sidak yang dilakukan tim gabungan, kata dia, memang bisa meminimalkan praktik suap, tapi bukan menghilangkan. Karena itu, kuncinya adalah pembenahan sistem. ''Bukan hanya Bea Cukai yang menjadi sarang suap di Depkeu,'' tambahnya.

Selain memperbaiki pengawasan internal, harus ada reorganisasi di lingkungan Depkeu. ''Suap di Depkeu juga membuktikan bahwa gaji bukan ukuran. Setelah renumerasi, gaji pegawai Depkeu naik, tapi suap tetap ada,'' tambahnya.

Sejak Juli 2007, pegawai negeri di lingkungan Depkeu, termasuk Bea dan Cukai, mendapatkan tambahan pendapatan. Pegawai paling rendah menerima Rp 1,3 juta per bulan, tertinggi (Dirjen) bisa Rp 46,95 juta. Untuk keperluan itu, setahun Depkeu menganggarkan dana Rp 4,3 triliun. Menkeu Sri Mulyani Indrawati saat itu sempat mengancam akan mencabut renumerasi bila dalam waktu enam bulan, sejak diberlakukan, tidak ada perbaikan kinerja.

Importer Sering Mengeluh
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia M.S. Hidayat mengakui, selama ini, baik terpaksa maupun tidak, importer masih sering mengeluarkan uang untuk memperlancar pengurusan dokumen. Menurut dia, upaya mengurangi ekonomi biaya tinggi itu memang pekerjaan jangka panjang. ''Ini long-term. Jadi, pencegahannya harus dilakukan terus-menerus,'' kata Hidayat kemarin.

Hidayat menyambut baik upaya KPK dan Ditjen Bea dan Cukai yang berusaha membasmi ekonomi biaya tinggi di birokrasi. Menurut dia, pengusaha dan masyarakat sudah dibebani situasi ekonomi yang tidak kondusif, termasuk kenaikan harga BBM. ''Jadi, sangat fair apabila birokrasi juga dibenahi. Birokrasi harus efektif, efisien, dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya,'' kata Hidayat.

KPU Tanjung Priok merupakan penggabungan antara Kantor Wilayah VII DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) Jakarta I, KPBC (Kantor Pelayanan Bea dan Cukai) Tanjung Priok I, II, dan III, yang dipimpin pejabat tingkat eselon II. Saat pembentukannya pada 2007, Ditjen Bea dan Cukai memutasi hampir seluruh pegawai KPBC Tanjung Priok. Lantas, posisi itu disisi oleh pegawai-pegawai baru. Pegawai baru KPU berasal dari pegawai Bea dan Cukai seluruh Indonesia yang mengajukan diri atau lamaran, untuk selanjutnya diseleksi khusus.

Hidayat mengatakan, perbaikan sistem saja tidak cukup untuk menata birokrasi. ''Perlu ada pengawasan terus-menerus. Tanpa itu, akan sulit,'' kata Hidayat.

Seperti diketahui, Kantor Pelayanan Utama (KPU) Tanjung Priok sebenarnya merupakan salah satu model reformasi birokrasi di Departemen Keuangan. (ein/sof/nw)

Sumber: Jawa Pos, 2 Juni 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan