KPK Berkukuh Uang Hontjo Suap
Komisi Pemberantasan Korupsi berkeras bahwa uang yang diberikan pengusaha Hontjo Kurniawan kepada anggota Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat, Abdul Hadi Djamal, adalah uang suap dan bukan bantuan kampanye. "Para penyidik KPK sedang bekerja mencari bukti-bukti tersebut. Bukti itulah yang akan bicara di pengadilan," ujar Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar saat ditemui Tempo di ruang kerjanya kemarin.
Dua hari lalu, Erman Umar, pengacara Hontjo, mengatakan bahwa motivasi pemberian uang dari kliennya kepada Hadi Djamal adalah sebagai dana kampanye. Menurut Erman, penyerahan uang oleh Komisaris PT Kurnia Jaya Wira Bakti Surabaya ini kepada Hadi dilakukan tiga kali dengan nilai sebesar Rp 3 miliar. "Di mata Hontjo, dana itu sebagai bantuan kampanye karena anggota Dewan sedang membutuhkan saat ini untuk berkampanye," ujar Erman.
Hadi Djamal bersama pegawai Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Darmawati H. Dareho, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi pada 3 Maret lalu. Saat penangkapan, ditemukan uang sebesar US$ 90 ribu dan Rp 54,5 juta yang berasal dari Hontjo. Uang itu diduga sebagai suap dalam proyek pengembangan fasilitas laut dan udara wilayah timur Indonesia. Kemarin ketiga tersangka itu diperiksa penyidik KPK.
Haryono menilai pengacara Hontjo sah-sah menyatakan bahwa pemberian uang tersebut adalah untuk dana kampanye. Namun, Haryono kembali menegaskan, para penyidik sedang mencari bukti-bukti tersebut. "Akan kami buktikan di pengadilan bahwa ini adalah kasus suap."
Haryono menambahkan, KPK saat ini masih memfokuskan pemeriksaan terhadap Hadi Djamal, Hontjo, dan Darmawati. Sebab, kata dia, ketiganya adalah pihak yang sudah terbukti tertangkap tangan.
Perihal keterlibatan pihak lain, menurut Haryono, KPK belum sampai ke tahap itu. Kendati begitu, Haryono memastikan siapa pun yang diduga terlibat dalam kasus suap proses pencairan dana stimulus Rp 100 miliar proyek pengembangan fasilitas laut dan udara di wilayah timur Indonesia itu dipastikan akan diperiksa. CHETA NILAWATY
Sumber: Koran Tempo, 12 Maret 2009