KPK Belum Berencana Panggil Laksamana

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Riyana Hardjapamekas mengatakan, pihaknya belum punya rencana memanggil mantan menneg BUMN Laksamana Sukardi, terkait kasus penjualan kapal super tanker Pertamina.

''Belum, saat ini belum ada rencana memanggil Laks,'' katanya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (9/3) kemarin.

Menurut Erry yang juga Dirut PT Timah, kasus Pertamina hingga saat ini masih dalam proses penyelidikan. Penyidik KPK masih mencari dan mengumpulkan bukti permulaan. Yang pasti, lanjut Erry, apabila ada perkembangan kelak akan dilaporkan.

Pendapat senada juga dikatakan Menneg BUMN Sugiharto yang dijumpai di Gedung Departemen Keuangan. Menurut dia, berkas kasus Pertamina sudah diserahkan pemerintah ke KPK. Setelah itu, pemerintah tidak akan mencampuri proses penyidikan serta penyelidikan.

'' Saya sudah berupaya memberikan apa yang diminta KPK,'' jelasnya.

Di tempat terpisah, Ketua Masyarakat Profesional Madani (MPM) Ismet Hasan Putera mendesak agar KPK, Kejaksaan Agung, kepolisian, dan Imigrasi saling berkoordinasi atas keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Pencegahan
Selain itu, karena tidak ada keputusan KPPU yang membebani Pertamina secara komersial, Ismet mendesak agar Menneg BUMN melakukan pencegahan bila direksi PT Pertamina ingin melakukan banding ke pengadilan atas keputusan KPPU.

''Jika Menneg BUMN membiarkan keinginan itu dilaksanakan, dikhawatirkan akan muncul kesan bahwa pemerintah memang melindungi persekongkolan yang merugikan keuangan negara,''tuturnya.

Lebih lanjut Ismet menambahkan, MPM memandang bahwa kasus persekongkolan penjualan dua kapal tangker adalah murni kasus hukum, sehingga MPM menolak upaya politisasi dari siapa pun. ''Biarlah hukum yang memutuskan,''kilah dia.

Terkait adanya perusahaan pelayaran Frontline Ltd dan konsultan keuangan Goldman Sachs yang diduga terkait dalam persekongkolan penjualan kapal, sebaiknya Pemerintah Indonesia tidak menjalin kerja sama melalui pihak ketiga.

Karena itu, MPM mendesak agar pemerintah memasukkan perusahaan yang tak mempunyai iktikad baik itu ke dalam daftar hitam.(bn-58t)

Sumber: Suara Merdeka, 10 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan