KPK Bantah Minta Tambah Kewenangan; Soal Pengusutan Korupsi Swasta
Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Taufiequrachman Ruki mengklarifikasi masalah pengusutan korupsi swasta dan juga amandemen UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dia membantah bahwa amandemen UU itu dan memasukkan pengusutan korupsi swasta ke dalamnya merupakan upaya KPK memperbesar kewenangan. Hal itu dia kemukakan dalam jumpa pers usai pemberian hadiah bagi pemenang lomba Kartun Serial Antikorupsi KPK kemarin.
Itu tidak berkaitan dengan kewenangan KPK. Yang diamandemen UU Tipikor, yang juga hukum materiil dan bukan hukum formal, katanya.
Dia menjelaskan soal kewenangan dalam hukum pidana formal, disebut hukum acara, yang termuat dalam UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHP dan UU No 30 Tahun 2003 tentang KPK. Sampai sekarang kami belum melakukan amandemen UU No 30. Wacana (pengusutan) korupsi swasta bukan upaya memperbesar wewenang KPK. Kami baru melakukan sosialisasi soal itu, ungkapnya.
Menurut pria kelahiran Rangkasbitung, Banten, itu, amandemen UU Tipikor adalah amanat UNCAC (Konvensi PBB soal Korupsi) 2003 yang diratifikasi Indonesia melalui UU No 7 Tahun 2006. Karena itu, pemerintah RI wajib mengintegrasikan delik-delik dalam UNCAC sebanyak mungkin dalam UU Tipikor yang kini berlaku, katanya.
Dia lantas menerangkan, berdasar artikel 21 dan 22 UNCAC, penyuapan (bribery) dan penggelapan (embezzlement) yang dilakukan swasta dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi. Tidak hanya pejabat publik yang dapat dituduh melakukan korupsi, tetapi juga dari sektor usaha, ujarnya.
Pria kelahiran 1946 itu menambahkan, amandemen UU Tipikor tidak berpengaruh pada wewenang KPK yang ada. Sebab, dalam pasal 11 UU KPK, lembaga itu memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan atas tersangka korupsi. Itu melibatkan penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang terkait tindak korupsi yang dilakukan aparat atau penyelenggara negara.
Soal siapa yang berhak menyidik, apakah kejaksaan, kepolisian, atau KPK, itu urusan dalam negeri. Tidak ada hubungan dengan konvensi UNCAC 2003, katanya.
Dia menyebutkan, beberapa kasus korupsi juga menjerat pihak di luar negara. Misalnya, kasus penjualan PT Industri Sandang Nusantara, kasus RRI, dan kasus pembalakan hutan di Kaltim.
Seberapa penting korupsi swasta dimasukkan ke UU Tipikor? Dia menyatakan, kasus penyelewengan swasta bisa menjadi masalah bangsa, seperti kasus korupsi BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia).
Secara terpisah, Koordinator Bidang Hukum Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menyatakan, penambahan pasal korupsi swasta dalam UU Tipikor tidak akan mengubah kewenangan KPK. Tetapi, kata dia, hal itu justru menambah ruang lingkup korupsi yang ditangani KPK, kepolisian, dan kejaksaan.
Bayangkan kalau saat ini KPK sudah menerima 12 ribu laporan. Apalagi jika ditambah kasus yang dilakukan swasta? Ini jelas menambah beban, ungkapnya.
Dia menjelaskan, kewajiban negara meratifikasi UNCAC untuk menganggap korupsi swasta sebagai bagian dari extraordinary crime. Karena itu, butuh penanganan luar biasa, baik dalam hukum acara maupun substansinya. Tentu harus ada pembatasan korupsi swasta seperti apa yang masuk UU Tipikor, katanya. (ein)
Sumber: Jawa Pos, 11 Agustus 2006