KPK akan Usut Kasus Korupsi Bantuan Aceh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengawasi dan mengusut kasus dugaan korupsi dana bantuan untuk Nanggroe Aceh Darussalam (Aceh). Hal itu, selain untuk meredam konflik separatis, juga membangun kepercayaan internasional terhadap Pemerintah Indonesia.
Demikian pernyataan Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki usai rapat pleno penjelasan Bappenas tentang rencana rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh di Jakarta, kemarin. Rapat pleno dimulai pada 10.00 WIB dan berakhir sekitar 13.30 WIB, serta dihadiri antara lain Menko Polhukam Widodo AS, Wakil Gubernur Aceh Azwar Abubakar, Menko Kesra diwakili Deputi Bidang Agama Budaya dan Pariwisata Risman Musa, Irjen Depkeu Agus Muhammad, dan Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Hubungan Luar Negeri Departemen Pekerjaan Umum Adi Sarwoko.
Rapat pleno itu, ungkap Ruki, diadakan dalam rangka pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi terutama dalam proyek rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh. Hal itu penting dilakukan karena penanganan keadaan darurat akan berakhir Maret 2005. Mulai awal April akan berlaku masa rehabilitasi dan rekonstruksi yang melibatkan uang berjumlah besar, baik yang berasal dari pemerintah pusat, daerah, maupun dunia internasional.
Masalah korupsi dalam rehabilitasi dan rekonstruksi perlu mendapat perhatian penuh. Pertama, karena di Aceh masih ada potensi separatis bersenjata. Harapan saya, rehabilitasi dan rekonstruksi itu dilakukan dengan benar, sehingga bisa mematikan api separatisme. Karena orang Aceh akan merasa dirinya betul-betul diperhatikan pemerintah pusat. Kedua, karena ini melibatkan uang besar, termasuk dari dunia internasional, maka kita diuji, apa benar Indonesia serius memberantas korupsi, tegas Ruki.
Harus tender
Menurut Ruki, untuk menghindari korupsi, seluruh proyek rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh diharuskan melalui tender. Jadi tidak boleh ada penunjukan, semua harus melalui tender.
Proses tender tersebut, kata Ruki, harus dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya korupsi. Apalagi, lanjut dia, proyek rehabilitasi dan rekonstruksi tersebut menyerap dana cukup besar.
Soal mekanisme pengawasan proyek, menurut Ruki, sejauh ini belum dibicarakan secara teknis. Hanya saja dijelaskan, sekalipun akan diserahkan sepenuhnya pada Badan Pengawas Keuangan (BPK), tidak tertutup kemungkinan KPK juga akan menurunkan beberapa deputi.
Itu sebabnya, semua bantuan yang masuk, diharapkan dikelola secara transparan dan akuntabel. Jadi, harus jelas berapa dan siapa saja yang menerima bantuan.
Ditanya soal ada tidaknya indikasi awal penyelewengan korupsi di Aceh, Ruki menjawab belum. Bagaimanapun, kata dia, harus dimaklumi kalau ada kesimpangsiuran penggunaan dana bantuan pada masa tanggap darurat. Yang penting, pemerintah daerah melakukan pencatatan. Sekarang kan masih force majeure, kita pahamlah soal itu. Orang pemerintahan di sana banyak yang hilang. Kita harus maklum, syukur-syukur ada buktinya.
Oleh karena itu, jelas Ruki, KPK dan semua pihak harus membuktikan kepada dunia internasional bahwa Indonesia sangat serius memberantas korupsi. Karena itu, KPK ingin mendapat penjelasan dari Bappenas tentang bagaimana rencana mereka terhadap Aceh.
Menko Polhukam Widodo AS menyambut prakarsa KPK. Menurut Widodo, pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dengan transparan dan akuntabel menguntungkan semua pihak. Tinggal bagaimana KPK dapat melakukan perannya dengan optimal sehingga rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh berjalan dengan baik. Pemerintah siap diawasi KPK dalam rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh, karena kita kan memiliki semangat transparan dan akuntabel, ujar Widodo.
Berkaitan dengan itu, Wakil Gubernur Aceh Azwar Abubakar meminta agar mekanisme pengawasan pemerintah tidak terlalu kaku. Alasannya, kata dia, ada banyak agenda yang harus dilakukan. Jadi, saya minta (prosedurnya) bisa cepat, jangan karena banyak aturan nanti tidak jalan-jalan (proyeknya), ujarnya.
Ditambahkan pula, saat ini kondisi darurat di Aceh sudah teratasi. Selain evakuasi, pengungsi juga sudah disiapkan barak. Tahap selanjutnya, kata dia, perlu rehabilitasi fasilitas penduduk terutama sarana pendidikan dan perairan. (Faw/Rdn/P-5)
Sumber: Media Indonesia, 23 Maret 2005