KPK agar Proses KPU

Dugaan pemborosan dalam pengadaan teknologi informasi di Komisi Pemilihan Umum merupakan indikasi kuat terjadinya korupsi dalam proyek tersebut. Oleh karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi jangan segan-segan memproses hukum hal tersebut dan masuk ke tingkat penyidikan jika KPK telah mengantongi bukti cukup.

”Kalau kita bicara keadilan, sudah seharusnya KPK segera proses hukum. Waktu KPU lalu diproses KPK karena menyangkut tugas dan wewenang KPK, sekarang justru menjadi kewajiban KPK memproses perkara dugaan korupsi di tubuh KPU,” ujar Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia Boyamin Saiman di Kota Solo, Jawa Tengah, Minggu (30/8).

Jika waktu lalu KPK telah berani memproses hukum dugaan korupsi KPU, seharusnya sekarang KPU tetap berani dan tidak ragu-ragu memproses hukum jika indikasi terjadinya korupsi sudah didukung bukti.

”Pengadaan teknologi informasi di KPU patut dipertanyakan. Karena dengan biaya yang setinggi itu, nyatanya teknologi tersebut tidak bisa menunjang dengan baik proses penghitungan suara dan termasuk daftar pemilih tetap. Ini sudah indikasi tidak beres,” katanya.

Bukan jaminan
Sementara peneliti Indonesia Budget Center, Roy Salam, mengatakan, pelibatan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dalam pengadaan logistik pemilu bukan menjadi jaminan proses pengadaan barang dan jasa oleh KPU bebas dari unsur korupsi.

”Meskipun proses tender telah memenuhi aturan hukum, jika terjadi pemborosan yang menyebabkan kerugian negara, hal itu memenuhi salah satu unsur tindak pidana korupsi, yaitu merugikan keuangan negara dan adanya perbuatan melawan hukum” katanya.

KPU mengaku berhasil menghemat anggaran pencetakan surat suara pemilu legislatif hingga 60 persen dari dana yang dianggarkan. Namun, penghematan itu dinilai Roy terjadi akibat penetapan pagu anggaran yang terlalu tinggi dibandingkan dengan harga pasar.

Pagu anggaran yang jauh lebih tinggi itu menunjukkan perencanaan anggaran penyelenggaraan pemilu yang buruk. Hal itu juga ditunjukkan oleh diubahnya rancangan anggaran penyelenggaraan pemilu beberapa kali.

Salah satu contoh pemborosan di KPU terlihat dari anggaran untuk pengadaan sistem teknologi informasi (TI) KPU. Data Independent Monitoring Organization, kumpulan lembaga swadaya masyarakat pemerhati anggaran pemilu, menunjukkan, anggaran TI KPU dari pusat hingga kabupaten/kota mencapai Rp 234,02 miliar.

Berdasarkan nilai anggaran tersebut, dari tujuh item pengadaan TI KPU senilai Rp 65,98 miliar saja, potensi pemborosan telah mencapai Rp 36,54 miliar. Ketujuh item pengadaan itu adalah komputer, mesin pemindai, server, router, flash disk, dan dua jenis toner mesin cetak.

Potensi pemborosan berasal dari selisih antara pagu anggaran yang tinggi dan harga pasaran barang-barang tersebut yang ternyata jauh lebih rendah. Satu set komputer berkualitas baik yang di pasaran dihargai sekitar Rp 13,5 juta, ternyata dianggarkan Rp 27,1 juta. Karena jumlah komputer yang dibeli lebih dari 600 buah, potensi pemborosannya mencapai Rp 8,17 miliar.

Pagu anggaran yang tinggi ternyata juga tidak sebanding dengan hasil penggunaan TI KPU, khususnya dalam tabulasi nasional pemilu legislatif. Jumlah suara yang dikumpulkan untuk ditabulasikan ternyata jauh dari target. Sejumlah perangkat TI KPU juga diadakan secara terburu-buru dan didominasi oleh merek tertentu.

Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch, Abdullah Dahlan, menambahkan, selain pemborosan, tingginya pagu anggaran dengan hasil peralatan yang tidak efektif, tidak efisien, dan tidak ekonomis membuat patut diduga terjadinya penggelembungan (mark up) harga sejak awal perencanaan.

Untuk itu, Badan Pemeriksa Keuangan didesak segera melakukan audit investigasi terhadap pengadaan logistik pemilu, termasuk pengadaan TI yang dilakukan KPU. Audit rutin yang dilakukan BPK saat ini dinilai tidak cukup karena sifatnya masih umum dalam rangka pengelolaan anggaran negara.

Sementara Direktur Indonesia Parliamentary Center Sulastio mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi juga harus segera menindaklanjuti temuannya tentang terjadinya pemborosan dalam pengadaan TI KPU. Penyelidikan yang dilakukan KPK tidak perlu menunggu adanya hasil audit BPK atas penggunaan anggaran di KPU, tetapi berdasarkan penyelidikan sendiri yang dilakukan KPK. (MZW/SON)

Sumber: Kompas, 2 September 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan