KPK Adukan Antasari ke Polda

Pengakuan Suap dari Anggoro

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mu­lai menunjukkan reaksi keras menyusul beredarnya pe­ngakuan dugaan suap penanganan korupsi di PT Masaro yang melibatkan Anggoro Widjojo. KPK secara resmi me­laporkan Antasari ke polisi atas dugaan penyelewengan UU KPK kemarin (11/8).

Menurut Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto, laporan tersebut disampaikan kepada Polda Metro Jaya. Dalam la­poran yang mengatasnamakan para pimpinan KPK, di­sebutkan bahwa Antasari diduga telah melanggar pasal 36 dan 65 UU KPK. Pasal ini mengatur bahwa pimpinan KPK dilarang keras menemui tersangka atau pihak yang ter­kait perkara korupsi, baik langsung atau tidak langsung.

Barang siapa yang terbukti melanggar terancam hukuman lima tahun penjara. ''Kami melaporkan itu karena dia (Antasari) telah nyata-nyata menemui Anggoro Widjo­jo di Singapura. Pertemuan itu, kata dia, juga diketahui banyak media massa,'' tutur Bibit. Dia berharap polisi segera menindaklanjuti laporan tersebut. ''Dugaan pelanggaran UU KPK itu nyata-nyata ada,'' kata Bibit.

Dalam pertemuan di Singapura tersebut, Antasari mendapat pengakuan dari Anggoro. Isinya, tersangka pengadaan pro­yek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) telah mem­berikan sejumlah uang kepada pimpinan KPK.

Sejak lama KPK mempersoalkan pertemuan itu. Sebab, Antasari tidak pernah membicarakan hasilnya kepada pim­pinan KPK lain. Dia justru membukanya ketika menja­di tersangka kasus pembunuhan. Menurut Bibit, sejumlah pihak juga dilaporkan atas du­gaan pencemaran nama baik para pimpinan KPK. ''Kami me­minta polisi mencari siapa pihak yang menyebarkan pengakuan itu ke publik,'' ungkapnya.

Selain itu, KPK melaporkan dugaan pemalsuan penca­butan surat cekal terhadap Anggoro. Surat palsu itu dite­ken Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah. Belakangan KPK menampik bahwa penomoran dan bentuk surat pen­cabutan cekal itu tidak lazim berlaku di komisi.Surat itu pernah diungkapkan pengacara Anggoro Widjo­jo, Bonaran Situmeang. Dia menerangkan, surat penca­butan cekal akan sampai ke tangan Anggoro. Meski muncul surat, Anggoro tetap dicekal oleh Ditjen Imigrasi.

Laporan terakhir KPK terkait Edy Soemarsono dan Ary Muladi. Dua orang itu, kata Bonaran, mengaku utusan KPK dan kemudian minta dana kepada Anggoro Rp 5,1 miliar untuk meredakan penanganan korupsi PT Masaro. ''Siapa ES dan AM itu perlu segera dicari. Nama mereka tak tercatat sebagai pegawai KPK,'' ungkap Bibit.

Untuk membuat terang kasus itu, KPK juga berencana meminta keterangan Bonaran. "Kami ingin tahu di mana dia (Anggoro) berada.'' (git/dwi)

Sumber: Jawa Pos, 12 Agustus 2009

----------------

KPK Lapor ke Polda Metro
by : Melati Hasanah Elandis

KPK tidak menyebut nama orang maupun instansi terlapor.

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan dugaan pemaluan surat pencekalan Dirut PT Masaro Radiocom ke Polda Metro Jaya. "Kami melaporkan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat pencabutan pencekalan Anggoro," kata Pejabat Fungsional Biro Hukum KPK, Roseno kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (11/8).

Dalam kesempatan itu, Roseno mengatakan, pimpinan KPK sejak surat cekal 22 Agustus 2008 lalu, belum pernah mencabut surat tersebut. Namun, kemudian muncul pencabutan pencekalan terhadap Anggoro yang diduga dibuat oleh pihak kepolisian. "Yang buat polri, kami minta diselidiki siapa yang membuatnya," katanya.

Dalam laporan resmi bernopol LP/2358/K/VII/2009/SPK UNIT III, Roseno melaporkan dugaan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen. Dia berharap, agar polisi mengusut siapa pembuat surat palsu tersebut.

Di tempat terpisah Wakil Ketua KPK Divisi Penindakan, Bibit Samad Rianto mengatakan, selain soal kasus pemalsuan tersebut, KPK juga akan melaporkan munculnya surat testimoni Ketua KPK non aktif Antasari Azhar yang menyebutkan bahwa pemimpin KPK telah menerima suap dari Direktur Utama PT Masaro Radiocom Anggoro Wijaya.

"Kita akan laporkan juga permasalahan pertemuan antara AA dan AW di Singapura yang bersumber dari rekaman. Pemahaman kita ini melanggar Pasal 36 dan 65 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK," katanya.

Perkara lainnya, lanjut Bibit, yakni mengenai pencemaran nama baik pimpinan KPK dan insitusi KPK atas disiarkannya surat testimoni Antasari di media massa. Perihal laporan pencemaran nama baik ini, Bibit mensinyalir jika media yang menyiarkan surat itu mungkin saja bisa ikut dijerat.

KPK juga akan melaporkan masalah dua orang yang mengaku sebagai suruhan KPK atas nama Ary Muladi dan Eddy Sumarsono. Hal tersebut ikut dilaporkan sesuai dengan pengakuan kuasa hukum Anggoro Wijaya, Bonaran Situmeang.

Bibit menyatakan bahwa komisinya akan mengundang Bonaran Situmeang untuk dimintai klarifikasi. "KPK akan undang nanti supaya masalahnya jelas. Kita nggak pernah suruh orang yang namanya ES dan AM," kata Bibit.

Polisi juga diminta segera menindaklanjuti laporan Anggoro. Pengusutan laporan ini perlu untuk mengetahui secara pasti, apakah kasus yang terjadi di KPK dalam menangani korupsi PT Masaro Radio Trans adalah kasus suap oleh pihak Masaro terhadap pimpinan KPK, atau pemerasan pihak KPK kepada Masaro.

"Keduanya bisa kena delik penyuapan dan juga pemerasan. Dua orang ini tak bisa mengelak. Kalau uangnya dipakai sendiri, itu pemerasan dan penipuan. Tapi kalau ternyata ada aliran ke pihak lainnya, dan itu terkait dengan KPK, itu kena delik penyuapan," ujar Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.

Tak Tahu
Irwan Nasution disebut-sebut ikut memfasilitasi pertemuan Eddy Sumarsono dan adik Anggoro, Anggodo Widjojo di ruang kerjanya di Kejaksaan Agung. Meskipun tak membantah adanya pertemuan itu, namun dengan tegas jaksa yang bertugas pada Jaksa Agung Muda Intelijen dan sudah fungsional ini menyatakan, dia tak tahu menahu urusan Anggodo dan Eddy, terkait kasus Masaro dan KPK.

"Bisa saja (soal berita pertemuan). Tak ada masalah. Saya, kalau orang datang ke kamar saya, saya terima-terima saja. Welcome saja. Mengenai mereka punya urusan lain di luar, ya itu urusan mereka," kata Irwan.

Menurut Kapuspenkum Kejagung Mangandar Jasman Panjaitan yang mendapat pengakuan dari Irwan, Anggodo memang pernah datang ke ruangan Irwan dan minta tolong untuk dipertemukan dengan Antasari. Saat itu Irwan mengatakan tidak bisa.

Kebetulan, kata Jasman, datang Eddy Sumarsono yang menurut Irwan kenal dengan Antasari. Maka terjadilah pertemuan antara Anggodo dan Eddy di Kejagung. "Itu yang dapat kami sampaikan. Soal yang lain-lain kami tak tahu," kata Jasman yang meminta pertemuan tersebut tidak dikaitkan dengan institusi kejaksaan. n Melati Hasanah Erlandis/Abdul Razak/Heri Arland 

Sumber: Jurnal Nasional, 12 Agustus 2009

-----------------

Antasari Dilaporkan
Eddy Bantah Peras Anggoro

Indonesia Corruption Watch melaporkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (nonaktif) Antasari Azhar. Ada 17 dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Antasari selama menjadi Ketua KPK sekitar 1,5 tahun.

Laporan diserahkan Emerson Yuntho, Febri Diansyah, dan Illian Deta Arta Sari dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Selasa (11/8), kepada penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, dan bagian pengawasan internal KPK.

Menurut ICW, pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan Antasari antara lain pertemuan dengan tersangka korupsi Anggoro Widjojo di Singapura. Antasari juga membiarkan dan tidak menangkap Anggoro. Pertemuan itu baru diketahui melalui testimoni Antasari.

Antasari juga memberikan imbalan uang kepada Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasruddin Zulkarnaen atas informasi yang diberikan terkait dugaan korupsi di PT Rajawali Nusantara Indonesia seperti tertuang dalam berita acara pemeriksaan Antasari, serta memberikan uang 10.000 dollar Amerika Serikat kepada Wakil Ketua KPK M Jasin. Uang itu ditolak Jasin dan diserahkan ke bagian gratifikasi.

Selain itu, ICW mencatat masih ada beberapa dugaan pelanggaran yang dilakukan Antasari. ”Ia tak hanya melanggar kode etik, tetapi juga patut diduga melakukan korupsi. KPK wajib melaporkan Antasari kepada polisi,” ujar Emerson.

Secara terpisah, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Abdul Haris Semendawai mengakui telah menerima permohonan perlindungan saksi atas nama Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo melalui kuasa hukumnya. Anggoro meminta perlindungan karena ingin membuka pertemuannya dengan Antasari dan melaporkan Ary Muladi dan Eddy Sumarsono, yang diduga sebagai utusan KPK, karena diduga melakukan pemerasan.

Laporan pemerasan
Terkait rencana laporan Anggoro, melalui kuasa hukumnya, Eddy Sumarsono, yang mengaku sahabat Antasari, menegaskan, ia bukan utusan KPK. Eddy mengaku bersama Antasari bertemu Anggoro di Singapura pada 11 Oktober 2008. Soal uang yang diduga mengalir pada pimpinan KPK, itu diberikan Anggoro sebelum mereka bertemu.

”Sepeser pun saya tak pernah terima uang dan tak mengaku utusan KPK. Tuduhan saya memeras Anggoro sangat tidak masuk akal,” ujarnya. Eddy mengetahui adanya aliran dana kepada pimpinan KPK dari Ary Muladi.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M Jasman Panjaitan juga membantah pertemuan Eddy dengan Anggodo Widjojo, adik Anggoro, dilakukan di ruang jaksa Irwan Nasution. Menurut Jasman, mengutip penjelasan Irwan kepadanya, Anggodo bertemu Eddy dengan tanpa sengaja. (son/idr)

Sumber: Kompas, 12 Agustus 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan