Koruptor Insaf Dilindungi; Jakgung Siapkan SK untuk Kompensasi

Jaksa Agung (Jakgung) Abdul Rahman Saleh punya terobosan dalam penanganan tindak pidana korupsi. Pria yang akrab dipanggil Arman itu meminta pihak-pihak yang terkait kasus korupsi bersedia bekerja sama dengan aparat untuk memperlancar proses pengungkapannya. Yang dimaksudkannya itu bukan hanya yang berstatus tersangka, tetapi juga saksi kasus korupsi.

(Pelaku korupsi) yang datang dan insaf ke saya untuk membeberkan korupsi akan dilindungi. Asalkan dia siap bekerja sama untuk membongkar, kata Arman seusai geladi bersih upacara Hari Bakti Adhyaksa di lapangan Kejagung Jakarta kemarin.

Arman menegaskan, Kejagung berjanji melindungi mereka karena berstatus saksi pelapor. Selain itu, yang bersangkutan tidak dikenai kesalahan. Nanti justru teman-temannya (pelaku korupsi lain) yang akan ditahan, tuturnya.

Menurut Arman, jaksa agung punya kewenangan mengesampingkan perkara korupsi yang melibatkan pihak yang mau bekerja sama. Untuk kepastian hukumnya, jaksa agung akan membuat surat keputusan (SK) yang secara tegas memastikan perlindungan sebagai kompensasi atas iktikad baik tersebut.

Berdasarkan penelusuran Jawa Pos, UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI mengatur kewenangan jaksa agung mengesampingkan perkara (korupsi) demi kepentingan umum. Ini diatur dalam pasal 35 huruf (c) UU Kejaksaan RI. Selain kewenangan tersebut, jaksa agung punya empat tugas dan kewenangan lain.

Pertama, menetapkan dan mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan. Kedua, mengefektifkan proses penegakan hukum. Ketiga, mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung (MA) dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara. Keempat, dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada MA dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana. Kelima, mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah NKRI karena terlibat dalam perkara pidana.

Arman menjelaskan, mekanisme perlindungan terhadap saksi atau tersangka pelapor korupsi cukup sederhana. Seseorang yang diduga pelaku dapat datang ke jaksa agung dan saat itu pula akan dilindungi kepentingannya.

Saya contohkan begini, ada empat atau lima orang yang berkomplot korupsi. Salah satu (pelaku) insaf dan mengaku ke jaksa agung. Orang itu langsung dilindungi asalkan mau bekerja sama (dengan aparat), terang pria kelahiran Pekalongan ini.

Bagaimana jika datang bersama-sama? Arman tertawa kecil. Ya, silakan saja datang semua. Kita akan pilih yang duitnya (hasil korupsi) banyak, guraunya sambil terkekeh. Soal siapa pelapornya, kejaksaan berjanji merahasiakan identitasnya.

Arman optimistis mekanisme ini bakal mempersingkat proses penanganan perkara korupsi. Sejumlah negara sudah lama menggunakan mekanisme hukum seperti itu. Hasilnya efektif. Kita dapat masukan bahwa hal (mekanisme) itu berlangsung efektif di negeri Belanda, beber mantan aktivis YLBHI ini.

Dia mengaku, mekanisme seperti itu belum tersosialisasi di tanah air. Aparat masih menggunakan mekanisme konvensional untuk menjerat pelaku tindak pidana korupsi. Padahal, hal itu acap justru dimanfaatkan pelaku korupsi untuk menghindari proses hukum. Saya (selama menjabat jakgung) belum pernah ditamui tersangka atau saksi kasus korupsi. Mungkin perlu sosialisasi lebih, ujar Arman seraya meminta media massa ikut berpartisipasi. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 21 Juli 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan